Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Sejarah dan Besarnya Potensi Gempa di Perairan Selatan Pacitan

Baca di App
Lihat Foto
Twitter BMKG
Gempa 5,1 M guncang Jawa bagian selatan, Senin (22/6/2020) dini hari.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang diapit oleh banyak lempeng benua juga samudera yang menyebabkan rawan terhadap guncangan gempa tektonik.

Salah satunya adalah wilayah di selatan Pulau Jawa.

Senin dini hari (22/6/2020), gempa bumi tektonik berkekuatan 5,0 magnitudo terjadi di selatan kabupaten Pacitan, Jawa Timur.

Getarannya bisa dirasakan di sejumlah wilayah di 3 provinsi: Jawa Timur, DIY, dan Jawa Tengah.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gempa di sekitar lokasi tersebut ternyata bukanlah yang pertama kali terjadi. Gempa tektonik dengan kekuatan cukup besar sudah beberapa kali terjadi di sana, baik dalam jangka waktu dekat, maupun jauh ke belakang.

Zona gempa aktif

Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono memperingatkan zona gempa selatan Pacitan ini sebagai zona yang cukup aktif.

"Hasil monitoring BMKG terhadap aktivitas kegempaan sejak bulan Mei 2020 menunjukkan bahwa di wilayah selatan Pacitan terdapat kluster aktivitas gempa yang lebih aktif daripada wilayah sekitarnya. Artinya di wilayah ini memang terjadi peningkatan aktivitas kegempaan," jelas Daryono, Selasa (23/6/2020).

Dalam sepekan terakhir, BMKG mendeteksi terjadi 5 kali gempa di selatan Pacitan dengan kekuatan 3,8 M dan 2,9 M pada (16/6/2020); 4,7 M (18/6/2020); 3,2 M dan 5,1 M Minggu (21/6/2020).

Kemudian pada 12 Maret 2020, Pacitan juga diguncang gempa bumi dengan kekuatan 5,0 M.

Baca juga: Gempa Magnitudo 5,1 di Selatan Jawa akibat Subduksi Lempeng Indo-Australia

Selanjutnya, mengutip informasi laman resmi Kabupaten Pacitan, sejak tanggal 16-23 Mei 2020 terjadi 9 kali gempa di wilayah selatan Pacitan.

Kesembilan gempa itu adalah gempa berkekuatan 5,1 M (16/5/2020), lalu gempa di 21 Mei 2020 yang tidak disebutkan kekuatannya, kemudian gempa dengan kekuatan 3,1 M, 3,0 M, dan 3,0 M (22/6/2020), terakhir gempa sebesar 5,1 M, 4,4 M, 3,4 M, dan 3,2 M (23/5/2020).

Peningkatan aktivitas kegempaan yang terjadi di wilayah yang sama menurut Daryono menjadi sesuatu yang patut diwaspadai.

"Gempa signifikan yang terjadi tersebut dapat menjadi alarm yang mengingatkan kita bahwa zona gempa Samudra Hindia selatan Jawa aktivitasnya meningkat," ujarnya.

Sejarah gempa selatan Pacitan

Bahkan zona gempa di selatan Pacitan, Jawa Timur ini tidak hanya terjadi di waktu-waktu belakangan ini.

Daryono membuka data yang dimiliki BMKG, menunjukkan gempa di wilayah yang sama sudah terjadi sejak ratusan tahun yang lalu, bahkan di antarnya memicu gelombang tsunami.

Misalnya gempa yang mengguncang seluruh Jawa pada 4 Januari 1840 dan memunculkan gelombang tinggi yang diyakini sebagai tsunami, sesaat setelah guncangan berakhir.

Selanjutnya pada 20 Oktober 1859, gempa di selatan Pacitan juga menimbulkan tsunami yang menerjang wilayah Teluk Pacitan dan menewaskan 2 orang awak kapal.

Masih dari abad ke-19 tepatnya 10 Juni 1867, gempa lagi-lagi mengguncang Pacitan dengan intensitas VIII-IX MMI yang menyebabkan 500 orang tewas dan ribuan rumah rusak.

Lalu di abad ke-20, gempa besar tercatat terjadi di 11 September 1921 berkekuatan 7,6 M yang terasa hingga Sumatera dan Sumbawa. Gempa ini juga menyebabkan tsunami.

Gempa kembali terjadi pada 27 September 1937 dengan kekuatan 6,8 M yang merobohkan ribuan rumah dan banyak orang kehilangan nyawa.

"Catatan gempa kuat masa lalu semacam ini dapat menjadi data dukung kesiapsiagaan kita, bahwa gempa kuat memiliki periode ulang dengan periodesitas tertentu. Sehingga gempa kuat yang terjadi disuatu wilayah sangat mungkin dapat berulang kembali kejadiannya," jelas Daryono.

Baca juga: Gempa Pacitan M 5,0 Terasa hingga Yogyakarta, Tak Berpotensi Tsunami

Energi dilepaskan bertahap

Dosen Departemen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Gayatri Indah Marliyani menyebut, seringnya terjadi gempa dengan kekuatan cukup besar magnitudo 5 sampai 6 di wilayah selatan Pacitan ini sebenarnya sebuah kabar yang baik.

Sebab menurut dia, kekuatan yang tersimpan dikeluarkan secara perlahan sehingga tidak menghasilkan guncangan yang dahsyat dan sangat membahayakan.

"Energi yang tertahan dilepaskan secara bertahap. Akan tetapi, untuk mengetahui berapa sebenarnya energi yang masih tersimpan dan yang sudah dilepaskan, harus terus dilakukan penelitian secara saksama dan terus-menerus," kata Gayatri dikutip dari Harian Kompas, Selasa (23/6/2020),

Dia menyebut, morfologi dasar laut wilayah selatan Pacitan memang terdapat tonjolan-tonjolan yang menjadi ganjalan berlangsungnya proses subduksi antar lempeng.

Sehingga wilayah ini menyimpan potensi kegempaan yang lebih tinggi dibanding wilayah laut selatan DIY.

Mitigasi bencana

Melihat potensi kegempaan yang nyata, sudah selayaknya masyarakat dipersiapkan untuk mitigasi bencana. Sehingga mereka tahu apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana. 

Di antara semua upaya mensosialisasikan mitigasi bencana kepada masyarakat, yang paling penting untuk segera diterapkan adalah membuat tata ruang aman berbasis risiko tsunami.

"Dengan cara tidak membangun permukiman dan tempat usaha di pantai rawan tsunami. Selain itu masyarakat pesisir perlu memahami konsep evakuasi mandiri, dengan menjadikan gempa kuat yang dirasakan di pantai sebagai peringatan dini tsunami," kata Daryono.

Mengingat kondisi saat ini juga masih dalam suasana pandemi Covid-19, upaya mitigasi tentunya harus disesuaikan agar tetap bisa mengamankan jiwa masyarakat dari amukan bencana, sekaligus tetap menghindarkan mereka dari risiko penularan virus corona.

Baca juga: Lagu Pelangi sampai Legenda Nyi Roro Kidul demi Mitigasi Bencana

Daryono mengatakan perlunya modifikasi protokol dan strategi evakuasi bencana di saat pandemi seperti sekarang ini. Mitigasi bencana harus mengutamakan penerapan protokol kesehatan bagi semua elemen, baik masyarakat, petugas, maupun relawan.

"Pastikan warga terdampak bencana selalu berada di tempat evakuasi hingga ada arahan lebih lanjut dengan selalu menjaga jarak fisik, mengenakan masker, dan menjaga kebersihan. Tiga hal ini adalah kunci yang harus dipatuhi selama proses evakuasi, ujar dia.

Tempat evakuasi

Untuk bisa menerapkan protokol kesehatan ini, tentu dibutuhkan faktor penunjang lain seperti tempat evakuasi yang memungkinkan untuk melakukan penjarakan fisik, menyediakan sarana kebersihan, termasuk tempat cuci tangan beserta sabun, handsanitizer, juga tersedianya desinfektan.

Sekat atau pembatas antar ruang juga bisa diterapkan di lokasi evakuasi jika memang secara luas area kurang memadai untuk melakukan penjarakan fisik.

Sarana dan prasarana lain seperti alat pelindung diri (APD) dan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) harus tersedia sebagai rencana evakuasi, di samping ketersediaan kebutuhan pokok lainnya," paparnya.

Hal lain yang juga perlu dilakukan adalah melakukan penggolongan masyarakat pengungsi berdasarkan status Covid-19.

Apakah dia Pasien Dalam Pemantauan (PDP), Orang Dalam Pengawasan (PDP), Orang Tanpa Gejala (OTG), atau kelompok yang sehat.

"Untuk itu, keberadaan data status terdampak Covid-19 menjadi sangat penting dalam mengelola tempat evakuasi bencana saat pandemi. Jika belum tersedia data tersebut, maka perlu dilakukan pemeriksaan rapid test atau tes cepat untuk mendeteksi dini Covid-19 di tempat evakuasi," kata Daryono.

Baca juga: Mitigasi Bencana Banjir

Mitigasi bencana saat pandemi juga memerlukan adanya sumber daya khusus, seperti tim yang kompeten di bidang penanganan bencana dan pengungsi, sekaligus paham cara penanganan Covid-19.

Selain tim dengan spesifikasi tersebut, perlu juga disediakan anggaran khusus tanggap darurat bencana alam di tengah pandemi

"Kebutuhan dana penanganan bencana saat pandemi tentu lebih besar jika dibanding saat tidak ada pandemi. Ini disebabkan karena adanya beberapa tambahan anggaran, seperti pelaksanaan rapid test, modifikasi ruang evakuasi, sarana kebersihan, APD, dan lain-lain," ungkap dia.

Daryono memaklumi ketika saat ini pemerintah tengah fokus mengalokasikan anggaran untuk penanganan Covid-19, namun menurutnya ketersediaan dana bencana harus tetap aman.

"Bencana alam dapat terjadi kapan saja tanpa dapat kita prediksi sebelumnya," tutupnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi