Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[KLARIFIKASI] Informasi yang Sebut PCR Tak Mampu Deteksi Virus Corona

Baca di App
Lihat Foto
Facebook
Informasi viral mengenai tes PCR dan rapid test. Ada yang perlu diluruskan mengenai informasi ini.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com – Beberapa waktu lalu, di media sosial Facebook beredar unggahan yang menyebut PCR tidak bisa mendeteksi virus corona dan akan memberikan hasil positif jika ada virus baik mati maupun hidup.

Selain tentag PCR, unggahan yang beredar itu juga membahas soal rapid test. Pegunggah menyebut mereka yang mengalami flu, jika menjalani rapid test maka hasilnya akan positif. 

Berdasarkan konfirmasi yang dilakukan Kompas.com kepada ahli, informasi yang disampaikan dalam unggahan itu keliru sehingga perlu untuk diluruskan

Narasi yang beredar

Informasi di atas diunggah oleh sejumlah akun, dua di antaranya Chici Rahmadhani dan Ratu Jaya Sidoarjo.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain menyebut PCR tak mampu mendeteksi Covid-19, dalam informasi yang diunggahnya, pengunggah juga menyebutkan tidak ada pasien yang meninggal murni karena Covid-19.

Secara lengkap berikut ini narasi lengkap unggahan tersebut:

“Rapid tes itu cek darah.. sedangkan covid-19 gak masuk ke darah. Rapid tes cuma cek antibodi reaktif / muncul atau non reaktif..

Bukan cek virus.

Jika antibodi muncul/reaktif dianggap ada virus atau bakteri.. api gak tau itu virus/bakteri apa..Itu sudah dianggap hasilnya positif.

Orang flu kalo ikut rapid tes hasilnya kemungkinan positif karena antibodinya muncul..

Jadi hasil rapid tes positif blm tentu kena corona.
Itu hanya menunjukkan antibodinya reaktif/muncul.

PCR tes pun hanya menunjukkan keberadaan/adanya virus tp gak bisa tunjukkan itu virus apa dan juga gak bs membedakan antara virus hidup dan virus mati akibat sdh di bunuh sama antibodi kita.
Tes PCR akan memberikan hasil positif jika ada virus, entah itu virus hidup atau virus mati..

Gak ada yang meninggal disebabkan MURNI HANYA krn virus corona..
Disebabkan krn terlalu bnyk bermacam² virus yg ada dlm tubuh shg antibodi kalah dan tidak mampu kalahkan virus yg terlalu bnyk dan bermacam² itu..

Jika ada ribuan yg meninggal itu menunjukkan sebelum adanya covid-19 banyak ribuan org sdh terjangkit virus..
Sehingga ketika kena covid kondisi semakin parah.. antibodi gak ngatasi lagi..

Jadi kemungkinan yg kata media bertambah bnyk yg kena diliat dari hasil rapid tes itu belum tentu kena covid-19.
Sekali lagi rapid tes cuma mendeteksi antibodi seseorang muncul/reaktif apa gak..
Sedangkan orang flu aja antibodinya pasti muncul/reaktif..
Jika di rapid tes hasilnya juga bisa positif..

Jadi waspada boleh..
Takut juga boleh..
Tapi gak perlu berlebihan sampai ketakutan akut/depresi..
Sebab itu akan mempengaruhi imun kita..

Semisal Cotoh kasus:
Bbrp hari yg lalu ada org, wkt mlm tubuhnya panas.. besoknya sesak trs meninggal..
Ternyata org ini kena typus (makanya tubuhnya panas)
Tp dipikir pikir takut kena corona.. dia panik.. jatungnya berdebar kencang... sesak trs meninggal..
Jd meninggalnya krn serangan jantung ????

Hasil tes medis tidak ada virus corona maupun virus/ penyakit menular lainnya..
Meninggal krn serangan jantung.. kalo sakitnya kena typus..

Semoga seluruh rakyat indonesia semakin paham ttg covid-19 ini shg mindset/pola pikirnya berubah menjadi tenang dan positif.

#Tetap_tenang. semoga semua diberi keselamatan”. 

Ada beberapa hal yang perlu dikonfirmasi terkait informasi di atas, yaitu:

  • Benarkah tes PCR tidak bisa mendeteksi virus corona?
  • Benarkah jika hasil rapid test reaktif maka bisa dianggap hasilnya positif?

Konfirmasi Kompas.com

Kompas.com menghubungi Wakil Direktur Pendidikan dan Diklit sekaligus Jubir Satgas Covid-19 UNS/RS UNS, dr. Tonang Dwi Ardyanto.

Dokter Tonang mengatakan, ada beberapa hal yang perlu diluruskan dari informasi tersebut karena beberapa keterangan dalam narasi tersebut salah.

Informasi yang salah di antaranya yang menyebut PCR hanya menunjukkan keberadaan virus tetapi tidak menunjukkan itu virus apa.

“Itu salah. PCR mendeteksi suatu urutan genetik yang khas untuk suatu virus. Maka, bila PCR memberikan hasil positif, berarti benar ada materi genetik virus yang ditarget tersebut. Bukan virus yang lain,” kata Tonang, saat dihubungi Kompas.com, 6 Juni 2020.

Ia mengatakan, PCR mendeteksi RNA dari virus yang merupakan materi genetik virus. Oleh PCR, materi genetik tersebut diurutkan.

“RNA yang dideteksi oleh PCR bisa dari virus hidup, bisa juga dari virus yang sudah mati. Mengapa? Karena materi genetik memang masih ada beberapa saat setelah virusnya mati,” ujar dia.

Selain itu, informasi keliru lain adalah yang menyebutkan hasil rapid test reaktif karena mendeteksi antibodi yang dianggap sebagai virus atau bakteri, tetapi tidak diketahui virus atau bakteri apa.

“Salah. Antibodi terhadap suatu virus, tentu timbul karena tubuh terinfeksi virus tersebut. Hasilnya disebut reaktif karena antibodi adalah hasil reaksi tubuh terhadap infeksi virus tersebut,” kata dia.

Ia menjelaskan, rapid test untuk Covid-19 dibuat hingga mampu mendeteksi antibodi yang muncul akibat Covid-19.

“Jadi rapid test itu memiliki probe yang menangkap HANYA protein dengan susunan asam amino tertentu. Tentu dipilih susunan yang sekhas mungkin. Meskipun tadi ada beberapa virus yang memang sangat mirip seperti SARS dan MERS CoV,” papar Tonang.

Namun, ia menekankan, perlu pula melihat latar belakang riwayat kesehatan, kondisi gejala, agar hasil rapid test semakin akurat.

Sementara itu, mengenai narasi unggahan yang menyebut mereka yang menderita flu hasilnya akan reaktif jika menjalani rapid test, disebut dokter Tonang sebagai informasi yang tidak tepat. 

“Memang masih ada kemungkinan cross-reaction dengan virus lain, tetapi yang sangat mirip dengan Covid yaitu SARS dan MERS-CoV. Yang memang dalam satu sub-genus sehingga banyak kemiripan diantara ketiganya,” kata dia.

Ia juga mengatakan, informasi tidak tepat lainnya dalam unggahan di atas adalah yang menyebut tidak ada korban meninggal dunia murni karena Covid-19.

Tonang mencontohkan, peristiwa yang terjadi di India bahwa korban meninggal dunia dengan komorbid adalah sekitar 71 persen, sehingga masih terdapat sekitar 30 persen pasien yang meninggal tanpa komorbid.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi