Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Disebut Bisa Jadi Hotspot Virus Corona Dunia, Epidemiolog: Memang Bisa

Baca di App
Lihat Foto
Dok Humas Polda Papua
Polda Papua menyelenggarakan rapud test drive thru di Lapangan Karang PTC, Kota Jayapura, Pappua, Rabu (24/6/2020)
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Penanganan pandemi virus corona di Indonesia mendapatkan kritikan dari sejumlah pihak, salah satunya datang dari media Australia.

Dalam laporan Sydney Morning Herald (SHM) 19 Juni 2020, Indonesia bahkan disebut akan menjadi hotspot atau pusat wabah virus tersebut di dunia.

"The world's next coronavirus hotspot is emerging next door," tulis SHMP.

Selain hal di atas, mereka juga mengkritisi tingkat tes Covid-19 di Indonesia yang sangat rendah dan tingkat kematian yang proporsional tinggi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia disebut mendekam di peringkat ke-163 dengan hanya melakukan 2.193 tes per 1 juta orang.

Baca juga: Mengapa Kasus Covid-19 di Jatim, Sulsel, dan Kalsel Masih Tinggi? Berikut Analisisnya...

Memang bisa jadi hotspot

Lantas bagaimana tanggapan epidemiolog?

Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad menilai bahwa Indonesia memang bisa menjadi hotspot virus corona berikutnya di dunia.

"Ya memang bisa (jadi hotspot), bila masyarakat tetap tidak patuh protokol kesehatan, kita akan jadi hotspot di dunia karena penularan meluas," kata Riris saat dihubungi Kompas.com, Kamis (25/6/2020).

Menurutnya, semua kemungkinan itu ada, namun yang menentukan dapat terjadi atau tidak hanyalah kepatuhan dari masyarakat itu sendiri.

Kemudian, lanjut dia, masyarakat juga sekaligus sebagai pemilik risiko apabila nantinya tertular virus corona atau Covid-19.

"Pada akhirnya, pemilik risiko itu setiap individu. Semua orang akan tertular kalau masing-masing tidak berkontribusi," jelas Riris.

Sebaliknya, apabila pasien yang sebelumnya terinfeksi virus corona bisa sembuh, maka itu adalah buah dari kontribusi.

Baca juga: Menilik Fenomena Masyarakat yang Nekat Ngemal dan Abaikan Protokol Kesehatan...

Penanganan masih jauh dari ideal

Saat disinggung mengenai penanganan virus corona di Indonesia sejauh ini, Riris menyatakan masih belum maksimal dan jauh dari ideal.

"Kalau dikomparasikan dengan negara yang lain, bisa jadi kita masih belum se-ideal negara yang lain," papar dia.

Namun, Riris melanjutkan, penanganan sebaik apa pun tak akan menghasilkan apa-apa bila masyarakat tidak mematuhi aturan yang sudah dibuat sebelumnya.

Baca juga: Saat Australia Mencoba Alternatif Pelacakan Virus Corona Melalui Selokan...

Oleh karena itu, penanganan dapat memberi hasil jika masyarakat juga ikut berkontribusi secara bersama-sama.

"Sebaik apa pun penanganan pemerintah, misalnya membuat aturan pembatasan dan lain sebagainya, ketika masyarakatnya tidak berkontribusi untuk mematuhinya, ya tidak pernah berhasil," kata Riris.

Baca juga: Jadi Syarat Saat Bepergian di Era New Normal, Apa Itu PCR dan Mengapa Mahal?

Bagaimana agar tak jadi hotspot?

Agar pemberitaan dari media asing tersebut tidak terjadi, Riris memberikan satu-satunya solusi yang dapat dijalankan oleh masyarakat.

"Kuncinya hanya satu, yaitu patuh. Kemudian seluruh energi, nafsu dan segala kepentingan harus disingkirkan dahulu," jelas dia.

Yang ia maksud yakni, setiap masyarakat harus patuh dalam menjalankan protokol kesehatan seperti memakai masker, selalu cuci tangan dan jaga jarak

Saat ini, lanjutnya, semua pihak harus bersatu dan fokus dalam menangani pandemi virus corona.

Selain itu, aksi-aksi yang sifatnya mengumpulkan banyak orang juga harus dihindari terlebih dahulu.

"Jadi kalau kita mau berhasil melawan pandemi ini, ya semua pihak sekarang mau tak mau perlu untuk bersatu menjadi orang Indonesia. Bukan kemudian yang satu punya kepentingan apa, yang satu apa dan saling tarik menarik kepentingan," imbuh dia.

Baca juga: Waspada Gejala Baru Virus Corona, dari Sulit Berbicara hingga Halusinasi

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Protokol Kesehatan Penumpang Pesawat di Era New Normal

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi