KOMPAS.com - Media Sydney Morning Herald (SMH) menyebut Indonesia mungkin akan menjadi episentrum baru virus corona di dunia.
Prediksi itu bukan tanpa alasan. Dalam beberapa hari terakhir, Indonesia telah mencatat lebih dari 1.000 kasus baru infeksi virus corona setiap harinya.
Para epidemiolog khawatir, angka itu akan terus meningkat dan menembus angka 60.000 kasus.
Hal yang tak kalah mengkhawatirkan adalah tingkat pengujian yang sangat rendah dan tingkat kematian yang tinggi secara proporsional.
Pakar epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Bayu Satria Wiratama mengatakan, prediksi tersebut sangat mungkin terjadi karena risiko penularan Covid-19 di Indonesia masih tinggi.
"Sangat mungkin kalau melihat data di Indonesia, karena Indonesia masih tinggi risiko covid-19 di dalam negerinya," kata Bayu saat dihubungi Kompas.com, Kamis (25/6/2020).
Baca juga: Indonesia Disebut Bisa Jadi Hotspot Virus Corona Dunia, Epidemiolog: Memang Bisa
Menurut Bayu, pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah justru tak diringi dengan penurunan kasus.
Artinya, daerah-daerah di Indonesia masih memiliki risiko tinggi penularan virus corona.
Agar prediksi itu tak menjadi kenyataan, Bayu mengingatkan pemerintah untuk memperkuat sistem penanganan virus corona.
"Pemerintah harus memperkuat sistem penanganan. Yang saat ini sudah dilakukan, diperkuat lagi," jelas dia.
Salah satu strategi yang paling memungkinkan adalah terus meningkatkan jumlah tes untuk Covid-19, apalagi banyak kasus Covid-19 tidak menunjukkan gejala.
Beberapa waktu lalu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyebutkan, hampir 80 persen kasus infeksi virus corona di Indonesia tanpa gejala.
Menurut Bayu, sumber daya di Indonesia sangat mampu untuk melakukan tes dalam jumlah besar.
"Sarannya teman-teman epidemilog ya ke sana (pengetasan secara masif). Indonesia sangat mampu kok meningkatkan kapasitas tes. Sumber dayanya banyak, jadi tidak mungkin kekurangan," kata Bayu.
"Kalau bisa melakukan tes lebih banyak, kita bisa tahu gambaran pastinya berapa. Indonesia kan tesnya tidak banyak karena ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dulu," lanjut dia.
Hal yang tak kalah penting, lanjut Bayu, pengetasan secara merata di seluruh daerah.
Baca juga: Hingga 25 Juni, Ada 37.294 ODP dan 13.323 PDP Covid-19 di Indonesia
Selain itu, pemerintah daerah harus benar-benar aktif dalam menangani dan mengontrol virus corona.
Meski suatu daerah bisa mengontrol virus, infeksi akan terus terjadi jika daerah sekelilingnya belum bisa mengendalikan virus.
"Semua terjadi karena daerah sekitarnya risikonya masih tinggi dan belum bisa terkendali. Itu yang khas dari Indonesia karena memiliki lebih banyak daerah dibandingkan negara lain. jadi penanganan berbasis daerah harus kuat," kata Bayu.
Bayu juga menyoroti kebijakan pemerintah yang berencana membuka kembali pariwisata untuk turis asing.
Jika kebijakan itu tak dibarengi dengan cara penanganan dan kontrol yang tepat, wisatawan yang datang ke indonesia memiliki risiko tinggi membawa pulang infeksi.
"Itu yang ditakutkan terjadi, misal Indonesia belum siap membuka tapi dipaksa," kata dia.
Menurut Bayu, hal-hal semacam ini yang membuat negara lain menganggap Indonesia berpotensi menjadi episentrum atau sumber penularan virus corona.
Baca juga: UPDATE 25 Juni: Tambah 47, Total Pasien Covid-19 Meninggal Jadi 2.620 Orang