KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo memberi waktu dua minggu bagi Jawa Timur (Jatim) untuk menurunkan laju penularan kasus virus corona.
Hal itu diungkapkannya saat mengunjungi posko Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Gedung Grahadi, Surabaya, Kamis (26/6/2020).
"Saya minta dalam waktu dua minggu ini pengendaliannya betul-betul kita lakukan bersama-sama dan terintegrasi dari semua unit organisasi yang kita miliki di sini," kata Jokowi.
Baca juga: Jenis Virus Corona di Indonesia Disebut Tak Masuk Kategori yang Ada di Dunia, Ini Penjelasan Eijkman
Beberapa waktu terakhir Jawa Timur menjadi provinsi dengan penambahan kasus harian paling tinggi di Indonesia, melebihi DKI Jakarta.
Secara khusus Jokowi menyoroti Surabaya karena merupakan penyumbang tertinggi kasus Covid-19 di Jawa Timur.
Mungkinkah hal tersebut dapat terwujud?
Epidemiolog UGM Bayu Satria Wiratama mengatakan, tenggat waktu yang diberikan Presiden Jokowi terlalu mepet.
"Untuk turun saya rasa agak berat kalau dua minggu, karena butuh di atas itu (butuh waktu lebih lama) untuk mulai terlihat," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (26/6/2020).
Baca juga: Penerapan New Normal, Zona Hitam di Surabaya, dan Penjelasan Khofifah...
Laju peningkatan kasus
Menurutnya penanganan pemda setempat sejauh ini belum merata.
"Ada yang sudah bagus, tapi ada juga yang belum," kata dia.
Bayu mengatakan perlu kerja sama antara pemerintah provinsi dengan kabupaten/kota di Jawa TImur guna menekan laju kasus Covid-19.
"Tidak bisa hanya 1-2 kota atau kabupaten saja yang menjalankan protokol penanganan Covid-19 dengan baik, tapi sisanya tidak mau melakukan yang serupa," kata Bayu.
Baca juga: Viral, Unggahan Diagnosis Berkode CVD Dikira Covid-19, Ini Penjelasan Dokter
Upaya menekan kasus Covid-19, imbuhnya tidak akan terwujud dengan apik karena berkaitan dengan batas wilayah.
"Jika hanya Surabaya saja yang memberlakukan protokol penanganan dengan ketat sedangkan kabupaten/kota lain tidak, maka akan percuma. Karena kasus di kabupaten/kota akan mempengaruhi jumlah kasus di Surabaya juga," katanya lagi.
Saat ini, masih banyak mobilitas orang dari Surabaya ke daerah-daerah di sekitarnya. Menurutnya juga sudah tidak mungkin meminta masyarakat untuk tidak pergi ke daerah lain.
Baca juga: Mengapa Kasus Covid-19 di Jatim, Sulsel, dan Kalsel Masih Tinggi? Berikut Analisisnya...
Langkah yang diperlukan
Saat disinggung terkait langkah-langkah yang perlu dilakukan guna menekan kasus Covid-19, menurutnya dapat dilakukan dengan memperketat perbatasan antar daerah terutama dari dan ke daerah risiko/kewaspadaan tinggi.
"Itu baik di dalam Jawa Timur atau dari luar Jawa Timur," kata dia.
Selain itu juga perlu meningkatkan testing, tracing, isolate, dan treatment-nya.
Baca juga: Ramai soal Penolakan Jenazah Covid-19, Dokter: Pasien Meninggal, Virus Pun Mati
Menurutnya tidak perlu PSBB wilayah, tapi bisa dicoba pendekatan PSBB yang lebih kecil seperti PSBB desa/kampung/RW/RT.
"Jadi yang dibatasi hanya desa/kampung dengan risiko tinggi atau banyak terdapat kasus aktif. Ini juga dikenal sebagai microlockdown," imbuh dia.
Konsep microlockdown, kata Bayu mirip dengan PSBB yang ada. Orang-orang yang keluar masuk wilayah tertentu dibatasi. Tapi ini khusus di daerah yang berisiko tinggi.
Dia juga menjelaskan, sebelumnya dipetakan terlebih dahulu soal detail kasus positif/PDP/ODP/OTG. Baru setelah itu dilakukan microlockdown.
Selain itu perlu dibarengi dengan penjagaan wilayah yang ketat dan bagus.
Baca juga: KKP Sebut Ada 3 Aturan Naik Pesawat Komersil Selama PSBB, Apa Saja?