Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Minta Jatim Turunkan Kasus Covid-19 dalam Dua Minggu, Bisakah? Ini Kata Epidemiolog

Baca di App
Lihat Foto
Agus Suparto/Fotografer Kepresidenan
Presiden Joko Widodo pada Kamis (25/6/2020) pagi, bertolak menuju Jawa Timur. Ini adalah pertama kalinya Jokowi melakukan kunjungan kerja di masa new normal atau tatanan baru pandemi virus corona Covid-19.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo memberi waktu dua minggu bagi Jawa Timur (Jatim) untuk menurunkan laju penularan kasus virus corona.

Hal itu diungkapkannya saat mengunjungi posko Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Gedung Grahadi, Surabaya, Kamis (26/6/2020).

"Saya minta dalam waktu dua minggu ini pengendaliannya betul-betul kita lakukan bersama-sama dan terintegrasi dari semua unit organisasi yang kita miliki di sini," kata Jokowi.

Baca juga: Jenis Virus Corona di Indonesia Disebut Tak Masuk Kategori yang Ada di Dunia, Ini Penjelasan Eijkman

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beberapa waktu terakhir Jawa Timur menjadi provinsi dengan penambahan kasus harian paling tinggi di Indonesia, melebihi DKI Jakarta.

Secara khusus Jokowi menyoroti Surabaya karena merupakan penyumbang tertinggi kasus Covid-19 di Jawa Timur.

Mungkinkah hal tersebut dapat terwujud?

Epidemiolog UGM Bayu Satria Wiratama mengatakan, tenggat waktu yang diberikan Presiden Jokowi terlalu mepet.

"Untuk turun saya rasa agak berat kalau dua minggu, karena butuh di atas itu (butuh waktu lebih lama) untuk mulai terlihat," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (26/6/2020).

Baca juga: Penerapan New Normal, Zona Hitam di Surabaya, dan Penjelasan Khofifah...

Laju peningkatan kasus

Menurutnya penanganan pemda setempat sejauh ini belum merata.

"Ada yang sudah bagus, tapi ada juga yang belum," kata dia.

Bayu mengatakan perlu kerja sama antara pemerintah provinsi dengan kabupaten/kota di Jawa TImur guna menekan laju kasus Covid-19.

"Tidak bisa hanya 1-2 kota atau kabupaten saja yang menjalankan protokol penanganan Covid-19 dengan baik, tapi sisanya tidak mau melakukan yang serupa," kata Bayu.

Baca juga: Viral, Unggahan Diagnosis Berkode CVD Dikira Covid-19, Ini Penjelasan Dokter

Upaya menekan kasus Covid-19, imbuhnya tidak akan terwujud dengan apik karena berkaitan dengan batas wilayah.

"Jika hanya Surabaya saja yang memberlakukan protokol penanganan dengan ketat sedangkan kabupaten/kota lain tidak, maka akan percuma. Karena kasus di kabupaten/kota akan mempengaruhi jumlah kasus di Surabaya juga," katanya lagi.

Saat ini, masih banyak mobilitas orang dari Surabaya ke daerah-daerah di sekitarnya. Menurutnya juga sudah tidak mungkin meminta masyarakat untuk tidak pergi ke daerah lain.

Baca juga: Mengapa Kasus Covid-19 di Jatim, Sulsel, dan Kalsel Masih Tinggi? Berikut Analisisnya...

Langkah yang diperlukan

Saat disinggung terkait langkah-langkah yang perlu dilakukan guna menekan kasus Covid-19, menurutnya dapat dilakukan dengan memperketat perbatasan antar daerah terutama dari dan ke daerah risiko/kewaspadaan tinggi.

"Itu baik di dalam Jawa Timur atau dari luar Jawa Timur," kata dia.

Selain itu juga perlu meningkatkan testing, tracing, isolate, dan treatment-nya.

Baca juga: Ramai soal Penolakan Jenazah Covid-19, Dokter: Pasien Meninggal, Virus Pun Mati

Menurutnya tidak perlu PSBB wilayah, tapi bisa dicoba pendekatan PSBB yang lebih kecil seperti PSBB desa/kampung/RW/RT.

"Jadi yang dibatasi hanya desa/kampung dengan risiko tinggi atau banyak terdapat kasus aktif. Ini juga dikenal sebagai microlockdown," imbuh dia.

Konsep microlockdown, kata Bayu mirip dengan PSBB yang ada. Orang-orang yang keluar masuk wilayah tertentu dibatasi. Tapi ini khusus di daerah yang berisiko tinggi.

Dia juga menjelaskan, sebelumnya dipetakan terlebih dahulu soal detail kasus positif/PDP/ODP/OTG. Baru setelah itu dilakukan microlockdown.

Selain itu perlu dibarengi dengan penjagaan wilayah yang ketat dan bagus.

Baca juga: KKP Sebut Ada 3 Aturan Naik Pesawat Komersil Selama PSBB, Apa Saja?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Beda Batuk, Pilek, Alergi, dan Gejala Virus Corona

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi