Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komunikasi soal Covid-19 Dinilai Bermasalah, Masyarakat Gagal Paham

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Penumpang menggunakan masker yang dibagikan petugas kesehatan dalam sosialisasi COVID-19 di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Senin (9/3/2020). PT KAI juga menyediakan layanan klinik kesehatan di masing-masing stasiun serta melakukan pengecekan suhu tubuh menggunakan termometer kepada penumpang yang membutuhkan layanan kesehatan.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah baik pusat maupun di daerah untuk mengatasi wabah virus corona. Namun sejak pertama kali melaporkan kasus pertama pada awal Maret, kasus virus corona di Indonesia masih belum juga terkendali.

Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai strategi guna mencegah penyebaran virus corona penyebab Covid-19.

Sejumlah kegiatan yang melibatkan publik dibatasi, seperti perkantoran atau instansi diliburkan, pembatasan kegiatan keagamaan dan pembatasan transportasi umum.

Kini, saat Indonesia tengah bersiap memasuki fase kenormalan baru, kasus virus corona justru semakin meningkat dan Indonesia justru berpotensi menjadi episentrum baru virus corona di dunia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah masyarakat masih kurang memahami bahaya Covid-19? Sudahkah masyarakat memahami pentingnya protokol kesehatan?

Baca juga: Jokowi Diminta Benahi Komunikasi Publik Jajarannya soal Penanganan Covid-19

Masalah komunikasi publik

Menurut Fajar Junaedi, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ada persoalan mendasar dalam komunikasi publik yang dilakukan para pejabat pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.

"Pertama, sejak awal pejabat pemerintah salah langkah dengan sikap “denial” terhadap kajian akademik. Ini misalnya terjadi pada menteri kesehatan yang menolak permodelan penyebaran virus corona yang diperingatkan oleh Universitas Harvard. Ada sikap penolakan kepakaran," kata Fajar saat dihubungi Kompas.com (26/6/2020).

Fajar juga menyebut bahwa kesalahan ini tidak diperbaiki oleh pemerintah, tetapi justru diperparah dengan pemanfaatan buzzer untuk menggerakkan opini di media sosial.

"Seharusnya, pejabat pemerintah menggunakan pakar epidemiologi dalam memberikan informasi kepada masyarakat, alih-alih buzzer," kata Fajar

Permasalahan lain menurut Fajar, adanya kebijakan yang tidak sejalan antar level pemerintah yang menimbulkan kegaduhan. Dia mencontohkan perselisihan walikota Surabaya dengan gubernur Jawa Timur (Jatim).

Fajar juga melontarkan kritik pada inisiasi kebijakan yang dirasanya tidak perlu dan justru menimbulkan kegaduhan publik, seperti lomba video dengan hadiah miliaran rupiah untuk pemerintah daerah.

"Penilaiannya pun terkesan aneh, seperti memberikan penghargaan untuk Gubernur Jatim, daerah yang oleh media massa mendapat framing negatif dalam penanganan pandemi," kata Fajar.

Baca juga: Pemerintah Diminta Perbaiki Komunikasi Publik Terkait Kebijakan Penanganan Pandemi

Memberi celah untuk pelanggaran

Menurut Fajar, ketidakjelasan dalam perumusan kebijakan dan komunikasi publik menyebabkan kebingungan di masyarakat.

Selain itu, kebijakan yang tidak sinkron dan tidak tegas dari pemerintah juga menimbulkan celah yang akhirnya membuat masyarakat melanggar protokol pencegahan Covid-19.

Hal ini bisa dilihat dari beberapa kasus yang pernah terjadi, seperti keramaian pengunjung yang terjadi pada saat penutupan McD Sarinah.

Lalu, penumpang yang membludak dan berdesak-desakan di Bandara Soekarno Hatta ketika masa mudik Lebaran beberapa waktu yang lalu.

Kemudian, kerumunan masyarakat yang tengah berbelanja di pasar dan supermarket tanpa adanya penerapan jarak fisik menjelang Idul Fitri bulan Mei lalu.

Fajar juga menilai bahwa pemerintah terlalu terburu-buru mengampanyekan kenormalan baru.

"Di era masyarakat informasi, publik bisa mengetahui dari berbagai media bahwa kurva (kasus Covid-19) di Indonesia belum bisa ditekan, tidak seperti di negara-negara lain. Ada anomali yang terjadi dalam komunikasi publik ini," papar Fajar. 

Baca juga: Pria dan Remaja Cenderung Kurang Patuhi Protokol Kesehatan, Ini Penjelasan Psikolog...

Perlu pemahaman

Permasalahan lain terkait upaya pengendalian virus corona penyebab Covid-19 menurutnya perlu banyak melibatkan masyarakat untuk turut memahami risiko dari penyakit ini serta mematuhi anjuran protokol kesehatan yang telah dibuat.

Dikonfirmasi terpisah, menurut Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Rose Mini Agoes Salim, manusia akan melakukan sesuatu secara sukarela bila ia mendapat pemahaman yang jelas dan melekat pada dirinya.

Dia menggambarkanya dengan sebuah pengandaian sederhana, yaitu apabila ada satu keluarga yang tiba-tiba terkena Covid-19, akhirnya keluarga ini harus menjalani isolasi.

Pada saat itulah mereka baru memahami bahwa bahayanya ternyata sangat besar, sehingga akhirnya keluarga itu secara sukarela dan dengan disiplin menjalankan protokol pencegahan Covid-19.

"Itu artinya, dia mau melakukan hal yang luar biasa itu kalau dia paham dan merasa perlu melakukan itu. Karena dia pernah mengalami hal tersebut," kata Romy, begitu ia biasa disapa, saat dihubungi Kompas.com (26/6/2020).

Dari pengandaian itu, dapat dipahami bahwa saat ini ada sebagian masyarakat Indonesia yang masih mengabaikan protokol kesehatan karena mereka masih belum merasakan bahaya dari Covid-19 atau bahkan belum mengetahui tentang virus corona.

Belum dinilai bahaya

Meskipun setiap hari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengumumkan penambahan kasus positif infeksi virus corona, namun bagi sebagian masyarakat hal tersebut hanya dilihat sebagai angka belaka.

Hal ini disebabkan angka-angka tersebut tidak nyata hadir di dekat mereka. Bahaya dari Covid-19 tidak begitu disadari, kecuali bagi mereka yang tinggal di zona merah penyebaran Covid-19 atau yang bersinggungan dengan kasus tersebut.

Tentunya ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

Baca juga: Saat Petugas Medis Dipukul Warga karena Dianggap Bikin Resah Saat Sosialisasi Covid-19

 

Dengan sosialisasi yang tepat maka pemahaman masyarakat akan meningkat beserta kedisiplinan dalam menjalankan protokol kesehatan.

Romy memberi contoh sosialiasi yang tepat ini melalui pengalamannya mengajar anak-anak usia empat-lima tahun di sekolah yang ia kelola.

Karena virus corona tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, maka Romy menggunakan media cat warna sebagai penggantinya.

"Kalau kamu pegang-pegang barang, nanti catnya akan kemana-mana. Nah, itu corona juga seperti itu, tidak kelihatan tapi ada," demikian Romy menjelaskan kepada anak didiknya.

Dengan penjelasan sederhana seperti yang dilakukan oleh Romy, maka sosialisasi yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat bisa lebih mudah dipahami. 

Selain itu, masyarakat tidak dipusingkan dengan berbagai istilah kesehatan yang bisa jadi terasa membingungkan bagi masyarakat awam.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi