KOMPAS.com - Jumlah kasus dan korban jiwa akibat penyebaran wabah virus corona masih terus terjadi di berbagai negara di dunia. Kasus-kasus baru masih dilaporkan setiap harinya.
Melansir data dari laman Worldometers, jumlah kasus virus corona di dunia hingga kini telah mencapai 10.101.998 (10,1 juta) kasus hingga Minggu (28/6/2020) sore.
Dari angka tersebut, terjadi lebih dari 500.000 kasus kematian dan lebih dari 5 juta pasien dinyatakan sembuh.
Baca juga: Jenis Virus Corona di Indonesia Disebut Tak Masuk Kategori yang Ada di Dunia, Ini Penjelasan Eijkman
Lantas, apa pertanda yang dapat dibaca dari jumlah total kasus ini dan kemunculan kasus-kasus baru yang masih terjadi secara global?
Masih jauh dari akhir pandemi
Menurut Epidemolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, secara global, kondisi saat ini menunjukkan bahwa pandemi masih jauh dari akhir.
"Salah satunya terlihat dari kasus yang terus meningkat tajam, terutama data kasus baru ini didapat dari negara-negara dengan kapasitas strategi testing yang bagus," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Minggu (28/6/2020).
Baca juga: Jokowi Minta Jatim Turunkan Kasus Covid-19 dalam Dua Minggu, Bisakah? Ini Kata Epidemiolog
Ketidaksiapan banyak negara
Ia menyebut bahwa peningkatan yang terjadi disebabkan oleh masih banyaknya penduduk dunia yang belum memiliki kekebalan, yaitu lebih dari 90 persen.
"Artinya, potensi virus ini menyebar tetap ada. Apalagi bila upaya perubahan perilaku tidak ditaati maka kecepatan penyebaran akan bertambah," ujarnya.
Sementara itu, dihubungi secara terpisah, Epidemiolog dari FKKMK UGM, Bayu Satria, menyebut bahwa angka konfirmasi total kasus global saat ini menunjukkan ketidaksiapan negara-negara di dunia atas pandemi virus corona.
"Kalau dari angka konfirmasi total ini, salah satunya menunjukkan ketidaksiapan banyak negara terkait pandemi seperti Covid-19 dan bahaya second wave Covid-19," ungkapnya kepada Kompas.com, Minggu (28/6/2020) siang.
Baca juga: Ibu Hamil Disebut Memiliki Risiko Terkena Covid-19 Lebih Parah, Apa Alasannya?
Menurut Bayu, pandemi ini diperkirakan akan mulai membaik ketika penelitian obat dan vaksin telah mencapai titik terang.
Oleh karena itu, sebelum penelitian usai, kemungkinan pandemi masih akan berlangsung dalam beberapa waktu ke depan.
"Kemungkinan itu masih ada, karena penelitiannya mungkin selesai tahun ini, tetapi produksi dan distribusi juga butuh waktu," jelasnya.
Baca juga: WHO Tegaskan Vaksin Covid-19 Tak Akan Tersedia Sebelum Akhir 2021
Kurangnya implementasi strategi
Sementara itu, melihat total kasus virus corona global yang terus meningkat, Dosen Departemen dan Kebijakan Kesehatan UGM, Giovanni F. van Empel, menyayangkan adanya kekurangan di level implementasi strategi pada negara-negara yang kontribusi kasusnya masih menanjak.
"Misalnya AS, yang jumlah populasinya mirip Uni Eropa (jika digabung). Keduanya menunjukkan tren yang sangat bertolak belakang" kata Giovanni, yang juga merupakan kandidat PhD dari Monash Business School, kepada Kompas.com, Minggu (28/6/2020).
Baca juga: Mengenal Cordyceps Militaris, Obat Herbal LIPI yang Diujikan pada Pasien Covid-19
Adapun terkait prediksi berakhirnya pandemi, ia menyebut perlunya kehati-hatian.
"Prinsip kehati-hatian ini dipakai karena memang masih banyak yang tidak diketahui menyoal virus ini," ujarnya.
Selain itu, menurutnya, ada asumsi-asumsi dalam pemodelan terhadap berbagai kondisi, apalagi mengenai kapan pandemi akan berakhir.
"Namun, negara yang efektif menekan laju pertumbuhan kasus, rumusnya tetap sama, yaitu batasi mobilitas, lakukan tes secara masif untuk identifikasi dan isolasi, serta implementasi protokol kesehatan di berbagai tempat," pungkasnya.
Baca juga: Ramai soal Kisah Penipuan Transaksi Online di Tengah Pandemi, Bagaimana Cara Mencegahnya?