Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO soal Pandemi Virus Corona: Situasi Buruk Ini Belum Akan Berakhir

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi pandemi Virus Corona yang menyebabkan Covid-19
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Enam bulan telah berlalu sejak virus corona pertama kali terdeteksi. Kini, kasus infeksi virus corona telah lebih dari 10,3 juta dan lebih dari 500.000 orang meninggal dunia karena Covid-19.

Di sejumlah negara, telah terjadi tren penurunan kasus. Namun, di banyak negara lainnya, peningkatan masih terjadi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa ancaman terburuk dari pandemi Covid-19 belum datang.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, virus corona jenis baru akan menginfeksi lebih banyak orang jika pemerintah tidak mulai menerapkan kebijakan yang tepat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Tes, lacak, isolasi dan karantina", demikian pesan Tedros.

Melansir BBC, saat ini jumlah korban meninggal dunia telah lebih dari 500.000. Separuh kasus dunia ada di Amerika Serikat dan Eropa, tetapi di AS kasusnya sangat signifikan.

Virus ini juga menyerang Asia Selatan dan Afrika, di mana diperkirakan tidak akan mencapai puncaknya hingga akhir Juli.

Baca juga: Dua Kandidat Vaksin Corona Terdepan Versi WHO, Apa Saja?

Situasi terburuk belum datang

Dr Tedros menyampaikan pesannya pada briefing virtual, Senin (29/6/2020).

"Kita semua ingin ini berakhir. Kita semua ingin melanjutkan hidup kita. Tetapi kenyataan pahitnya adalah situasi buruk ini bahkan belum akan berakhir," kata dia.

"Meskipun banyak negara telah membuat beberapa kemajuan, namun pandemi global sebenarnya menyebar semakin cepat," ujar Tedros.

Dengan tingginya angka kasus infeksi dan kematian, ia mengingatkan bahwa situasi akan semakin memburuk, kecuali jika negara-negara di seluruh dunia memutuskan untuk mulai bergandengan tangan dalam solidaritas global.

"Kurangnya persatuan nasional dan kurangnya solidaritas global, serta dunia yang terpecah sebenarnya membantu virus untuk menyebar, yang terburuk belum datang," kata Tedros.

"Saya minta maaf karena mengatakan ini, tetapi dengan lingkungan dan kondisi seperti ini kita patut bersiap untuk yang terburuk," ujar dia.

Dia juga mendesak negara-negara untuk mengikuti jejak Jerman, Korea Selatan dan Jepang, yang sukses menjaga penyebaran virus melalui serangkaian tes dan penelusuran kontak yang teliti.

Baca juga: Mengenal 2 Kandidat Terkuat Vaksin Virus Corona Versi WHO dari Astrazeneca dan Moderna

Negara-negara terdampak parah

Amerika Serikat telah melaporkan lebih dari 2,5 juta kasus dan sekitar 126.000 kematian akibat Covid-19, lebih banyak dari negara mana pun.

Negara-negara bagian di AS yang telah melonggarkan kebijakan lockdown beberapa pekan terakhir, terutama di bagian selatan, telah melaporkan peningkatan tajam kasus infeksi baru dalam beberapa pekan terakhir.

Lonjakan ini telah menyebabkan para pejabat di Texas, Florida, dan negara-negara bagian lainnya kembali memperketat pembatasan di sektor bisnis.

Negara dengan jumlah kasus terbanyak kedua adalah Brasil, dengan total 1,3 juta kasus, dan kematian lebih dari 57.000.

Pada Senin (29/6/2020), keadaan darurat diumumkan di Brasilia, menyusul terjadinya lonjakan kasus di sana.

Seperti kebanyakan gubernur dan wali kota Brasil, otoritas lokal di Brasilia melonggarkan pembatasan jarak sosial awal bulan ini dan mengizinkan toko-toko untuk dibuka kembali.

Di Inggris, negara dengan jumlah kematian terbesar di Eropa Barat, Wali Kota Leicester mengatakan, pub dan restoran akan tutup selama dua minggu lagi karena lonjakan kasus.

Pembatasan di seluruh Inggris akan reda pada akhir pekan, dengan pub, restoran, penata rambut, dan hotel diizinkan untuk dibuka kembali.

Baca juga: Update Corona di Dunia 26 Juni: 9,6 Juta Orang Terinfeksi, WHO Khawatirkan Peningkatan Kasus di Eropa

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: BBC
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi