Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai di Media Sosial, Apa Itu Sindrom Imposter?

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi sindrom imposter
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com - Unggahan di media sosial ramai membicarakan tentang Imposter Syndrome. Salah satu unggahan di Twitter tentang ini memperoleh banyak tanggapan dan menjadi viral.

Adapun narasi dari unggahan tersebut adalah sebagai berikut:

"Orang yang pertama kali kuliah dalam keluarga mempunya risiko terkena Imposter Syndrome. Imposter Syndrome adalah gangguan mental yang ditandai merasa diri sendiri tidak berguna, tidak layak untuk hidup dan bersaing di dunia ini"

Hingga Jumat (3/7/2020) pukul 15.00 WIB, unggahan tersebut telah memperoleh 9,4 ribu likes dan dibagikan ulang sebanyak 2,4 ribu kali.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas apa yang sebenarnya disebut sebagai Imposter Syndrome?

Baca juga: Hati-Hati, Sering Pakai Ponsel Berisiko Alami Sindrom Carpal Tunnel

Sindrom imposter

Menurut Psikolog Adityana Kasandra Putranto, imposter syndrome atau sindrom imposter termasuk gangguan cemas.

"Kalau dalam klasifikasi diagnosa psikologi, masuknya gangguan cemas," ujar Kasandra saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/7/2020) siang.

Melansir Time, 20 Juni 2018, istilah sindrom imposter pertama kali muncul pada 1978 oleh Psikolog Pauline Rose Clance dan Suzanne Imes.

Dalam penelitiannya, mereka menyebut bahwa perempuan secara unik terdampak oleh sindrom imposter. 

Setelah itu, penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan dapat mengalami sindrom ini.

Menurut artikel review yang diterbitkan dalam International Journal of Behavioural Science, diperkirakan sebanyak 70 persen orang pernah mengalami sindrom imposter pada suatu titik di hidupnya. 

Mengutip Verywellmind, pada dasarnya, sindrom imposter (IS) adalah istilah untuk menggambarkan pengalaman seseorang yang meyakini bahwa dirinya tidak secakap atau sekompeten yang dipikirkan oleh orang lain.

Definisi ini seringkali dipersempit untuk membicarakan kecerdasan dan pencapaian serta dihubungkan dengan perfeksionisme dan konteks sosial. 

Baca juga: Waspadai Sindrom Inflamasi Multisistem pada Anak Terkait Covid-19, Apa Itu?

Faktor penyebab

Tidak ada penyebab tunggal yang menjadi alasan munculnya gangguan cemas tersebut.

Namun, menurut Kasandra, ada sejumlah faktor yang dapat menjadi penyebab dari gangguan cemas ini, mulai dari genetik, pola asuh, proses belajar, dan lingkungan.

Sementara itu, faktor pemicunya antara lain adalah situasi kondisi, tekanan, dan interaksi.

"Ketika gangguan cemas semakin membebani, lalu bertambah dengan gangguan depresi, yang muncul dalam bentuk pikiran negatif, merasa tidak layak, tidak berguna, dan sebagainya," jelas dia.

"Jadi, diagnosis klinisnya adalah gangguan cemas dan depresi," sambung Kasandra.

Ia mengungkapkan bahwa sindrom ini juga memiliki kaitan dengan ketidakseimbangan neurotransmiter otak, terutama serotonin, dopamin, dan adrenalin.

Baca juga: Virus Corona, Sejumlah Anak Mengidap Sindrom Peradangan Sangat Langka

Penanganan

Untuk mengetahui faktor penyebab dan pemicu pasti serta cara penanganan yang tepat, Kasandra mengimbau agar orang-orang tidak melakukan self diagnose.

"Harus ada pemeriksaan psikologis, jangan self diagnose," imbau dia.

Sementara itu, menurut ahli sindrom imposter, Valeria Young, ada tiga langkah penting yang disarankan untuk menangani sindrom imposter ini.

Pertama, penting untuk menormalkan perasaan tidak percaya diri.

"Saat anda merasa takut dan ragu, itu normal. Anda dapat mencoba menghilangkan rasa tidak percaya diri dan fokus berbicara pada diri sendiri," jelas Young.

Kedua, mengubah kerangka pemikiran.

"Daripada berpikir tentang apa yang akan dilakukan saat memperoleh suatu proyke besar, berpikirlah bahwa Anda akan benar-benar belajar," ujar dia. 

Ketiga, mengubah persepsi dari awal.

"Pada akhirnya, satu-satunya cara untuk berhenti merasa seperti seorang penipu adalah berhenti berpikir seperti seorang penipu," sambung Young.

Baca juga: Mengenal Sindrom Peter Pan yang Bikin Orang Dewasa Jauh dari Sukses

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi