Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Ditenggelamkan, Menteri Edhy Sebut Kapal Asing Lebih Baik Dimanfaatkan

Baca di App
Lihat Foto
Dok. KKP
Menteri Kelautan dan Perikanan Periode 2019-2024, Edhy Prabowo
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo mengeluarkan pernyataan soal penanganan kapal asing pencuri ikan yang berhasil ditangkap oleh pihak Indonesia.

Jika menteri sebelumnya, Susi Pujiastuti terkenal dengan salah satu gebrakannya yang tidak ragu menenggelamkan kapal asing sebagai bentuk sanksi terhadap pihak asing agar tidak bermain-main dengan Indonesia dan wilayah perairannya, maka Edhy mengambil langkah sebaliknya.

Dalam salah satu unggahan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Twitter @kkpgoid, disebutkan salah satu pernyataan Edhy soal kapal asing yang berhasil ditangkap oleh Indonesia lebih baik untuk tidak ditenggelamkan.

Edhy beralasan, kapal itu masih bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembelajaran maupun alat untuk melaut.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Daripada ditenggelamkan, kapal hasil tangkapan lebih baik diberikan kepada kelompok nelayan dan menjadi bahan belajar untuk anak-anak sekolah perikanan," kata Edhy sebagaimana dikutip oleh Twitter @kkpgoid dalam sebuah poster yang diunggah Jumat (3/7/2020).

Baca juga: 2 Warga Ambon Tewas di Kapal Ikan Thailand, Polisi: Bukan Korban Pembunuhan

Unggahan ini mendapat respons beragam dari warganet lantaran mereka menilai bertentangan dengan apa yang sebelumnya sudah dilakukan oleh Susi Pudjiastuti.

Berdasarkan pantauan Kompas.com pada Sabtu pukul 17.45 WIB, poster dengan pernyataan sang Menteri mendapat lebih dari 1,2 ribu komentar. 

Hampir sebagian besar komentar menunjukkan ketidaksetujuannya, karena dianggap menjadi ladang potensial korupsi, menghamburkan anggaran, dan menjatuhkan harga diri bangsa.

Salah satunya sebagaimana ditulis oleh akun @callmerisna.

"Negara asing mengambil ikan Indonesia, Indonesia ambil kapal negara asing. Jadikan sama saja mengambil yang bukan haknya. Klau kapal kita tenggelamkan itu bukti bahwa kita menentang dan menolak perlakuan negara asing yang mengambil ikan kita," tulisnya.

Baca juga: Dua Warga Ambon Ditemukan Tewas di Kapal Ikan Thailand

Di antara ribuan komentar yang masuk, bahkan salah satu di antaranya datang dari Susi Pudjiastuti.

Ia tidak memberikan pernyataan apapun selain 10 emoji tepuk tangan. 

Masih berdasarkan informasi yang diunggah Twitter @kkpgoid, disebutkan selama periode Oktober 2019-Juni 2020, Indonesia berhasil menangkap 44 kapal asing tak berizin di perairan Indonesia.

"Pada periode Oktober 2019 s.d Juni 2020, kapal ikan asing yang berhasil ditangkap tim
@ditjenpsdkp di bawah komando Menteri @Edhy_Prabowo sebanyak 44 kapal. Bagaimana proses hukumnya? Simak yuk melalui infografis di bawah ini," tulisnya.

Baca juga: Pemerintah Diminta Benahi Tata Kelola Penempatan ABK WNI di Kapal Asing

Tidak hanya sekali

Bukan hanya kali ini saja Menteri Edhy bersikap atau mengambil kebijakan yang berlawanan dengan apa yang diperjuangkan Susi sebelumnya.

Contoh lain adalah ketika Edhy mengizinkan pengambilan benih lobster dengan kuota tertentu, bahkan saat ini benih-benih tersebut diizinkan untuk diekspor ke luar negeri.

Padahal sebelumnya Susi sangat menentang penangkapan ikan atau biota laut lain yang masih berupa benih dan dalam keadaan bertelur.

Semua itu digaungkan Susi dengan alasan menjaga ekosistem laut demi hasil laut yang lebih melimpah di kemudian hari.

Melihat hal ini, Direktur Eksekutif Center for Social, Political, Economic and Law Studies (CESPELS) Ubedilah Badrun menyebut sebagai ketidakberesan eksekutif, yakni Presiden.

Baca juga: Kasus Kapal Long Xing 629 yang Menguak Masalah Perlindungan ABK WNI di Kapal Asing

"Tidak mungkin seorang Menteri buat kebijakan tanpa persetujuan Presiden. Tentang keputusan strategis menyangkut kebijakan Menteri yang berdampak besar maupun berdampak langsung dengan negara lain harus (melalui) persetujuan Presiden," kata Ubed saat dihubungi, Sabtu (3/7/2020) siang.

Meskipun untuk urusan teknis di lapangan, Presiden memberikan otoritas penuh dan  diserahkan pada masing-masing Menteri yang menjabat dengan harus tetap  berkoordinasi dengan Presiden selaku pemimpin tertinggi pemerintahan.

Ini berarti kebijakan di masa Susi dan Edhy yang terdengar bertentangan disetujui oleh satu Presiden yang sama, Joko Widodo. 

Menurut Ubed, apa yang terjadi saat ini mulai dari pencopotan Susi dari pos KKP, dan segala kebijakan yang ditempuh kini, merupakan bentuk ketidakberdayaan Jokowi dalam menghadapi tekanan para mafia ikan.

"Tapi lama-lama Presiden juga ditekan mafia ikan, itulah sebabnya Susi Pujiastuti tidak diangkat lagi jadi Menteri KKP. Jadi problemnya ada di Jokowi. Jokowi dalam tekanan dan ia tidak mampu bersikap tegas pada mafia, oligarki ekonomi, dan oligarki politik," jelas dia. 

Baca juga: Kemenlu Harap Ego Sektoral Hilang untuk Bahas Penempatan ABK di Kapal Asing

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi