Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratusan Ahli Tuduh WHO Sangkal Fakta Virus Corona Bisa Tersebar di Udara

Baca di App
Lihat Foto
Kemenkes
Ilustrasi virus corona (COVID-19).
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Selama ini, virus corona penyebab Covid-19 diketahui menyebar lewat droplets atau tetesan cairan tubuh penderita yang bisa jadi langsung masuk kepada orang lain atau jatuh dan menempel di berbagai benda.

Setidaknya itulah yang disampaikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) sejak awal pandemi ini terjadi.

WHO juga Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) sejauh ini hanya menyampaikan virus ini bisa tertular dari dua hal: menghirup tetesan droplets orang yang terinfeksi dan menyentuh mata, mulut, atau hidung dengan tangan yang terkontaminasi virus.

Baca juga: WHO Tegaskan Vaksin Covid-19 Tak Akan Tersedia Sebelum Akhir 2021

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, para ahli menemukan bahwa virus sesungguhnya tidak hanya terdapat di percikan cairan tersebut kemudian jatuh ke permukaan benda, namun juga bisa melayang di udara.

Bahkan, virus di udara ini memiliki peran yang signifikan dalam menimbulkan jutaan kasus infeksi yang sejauh ini menyebabkan ratusan ribu jiwa melayang.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa partikel aerosol yang berasal dari cairan yang datang dari proses pernapasan, berbicara, batuk, dan bersin dapat menggantung di udara untuk waktu yang lama dan melayang sejauh puluhan meter dari tempat asalnya.

Baca juga: Virus Corona Dapat Bertahan di Plastik dan Stainless Steel hingga 3 Hari

Ini membuat penggunaan ruang yang tertutup menjadi berbahaya, meskipun satu sama lain sudah melakukan jaga jarak fisik sesuai yang dianjurkan.

"Kami 100 persen yakin tentang hal ini," kata profesor ilmu atmosfer dan teknik lingkungan dari Queensland University of Technology, Brisbane, Lidia Morawska.

Hal ini membuat ratusan ahli, bahkan disebutkan dalam SCMP, Minggu (5/7/2020), jumlahnya mencapai lebih dari 200 ahli yang menuduh WHO menyangkal adanya risiko penularan virus corona melalui udara atau aerosol

Baca juga: Ramai Flu Babi di China yang Berpotensi Pandemi, Ini Kata WHO

Badan PBB ini menyebut transmisi lewat udara bisa terjadi tapi biasanya hanya terjadi saat pelaksanaan prosedur medis, seperti intubasi yang dapat memuntahkan partikel mikroskopis dalam jumlah besar, tengah berlangsung.

Morawska membuat sebuah surat terbuka kepada WHO yang menuduh mereka gagal mengeluarkan peringatan yang sesuai terkait risiko penularan melalui udara ini.

Dalam sebuah riset dari New England Journal of Medicine disebutkan, virus yang tengah diteliti dalam laboratorium dapat bertahan hidup selama 3 jam, itu setara dengan 30 menit di lingkungan sesungguhnya.

Sementara itu, para peneliti di China menemukan bukti adanya aerosol yang mengandung virus corona di dua rumah sakit yang terletak di Wuhan, kota pertama transmisi virus diketahui terjadi.

 Baca juga: Berkaca dari Kasus Covid-19 di Pabrik Unilever, Apa Saja yang Perlu Diperhatikan?

Total terdapat 239 peneliti dari 32 negara bersatu menandatangani surat itu dan hasil penelitian yang mereka lakukan akan diterbitkan minggu ini dalam sebuah jurnal ilmiah.

Para peneliti ini begitu meyakini transmisi melalui udara ini menjadi satu-satunya penyebab paling masuk akal mengapa bisa terjadi penyebaran besar-besaran di sejumlah wilayah dunia.

Namun demikian, ahli dari WHO, dr. Benedetta Allegranzi justru menyebut apa yang disampaikan Morawska dan kelompoknya hanya mempresentasikan teori berdasar uji coba laboratorium, bukan bukti di lapangan.

"Kami menghargai dan menghormati pendapat dan kontribusi mereka dalam debat ini," kata Allegranzi.

Baca juga: Mengenal Hokkaido, Provinsi Bersalju yang Menjadi Sarang Virus Corona di Jepang

Para peneliti yang melayangkan surat terbuka kemudian menyajikan fakta adanya kematian akibat virus corona pada dua anggota paduan suara di Washington padahal mereka sudah menggunakan hand sanitizer dan menghindari kontak fisik.

Bahkan dari 61 orang yang terlibat, hanya 8 di antaranya yang tidak terinfeksi virus.

Jika ditilik ke belakang, WHO dan CDC sempat memberikan anjuran yang berubah-ubah terkait penggunaan masker untuk mencegah transmisi virus.

Pertama, masker dianggap berlebihan jika dikenakan oleh orang sehat, lalu mereka merekomendasikan masker dipakai hanya oleh mereka yang sakit dan petugas medis.

Tak lama berselang, mereka merekomendasikan masker hanya penting digunakan oleh mereka yang bergejala Covid-19.

Dan saat ini, semua orang baik sakit, sehat, petugas medis maupun non-medis, diharuskan mengenakan masker ketika keluar rumah.

Baca juga: Berikut 5 Gejala Virus Corona Ringan yang Tak Boleh Diabaikan

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Manfaat Eucalyptus yang Diklaim Bisa jadi Antivirus Corona

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi