Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Klaim Kalung Antivirus Corona, Jangan Sampai Kewaspadaan Masyarakat Menurun

Baca di App
Lihat Foto
DOK. Humas Kementerian Pertanian
Kementan akan memproduksi kalung dari tanaman eucalyptus yang diklaim mampu membunuh virus.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Dosen Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, Dr. Berry Juliandi, mengatakan, permasalahan utama dalam kontroversi kalung antivirus corona produksi Kementerian Pertanian adalah soal komunikasi kepada publik soal kalung itu.

Menurut dia, istilah kalung antivirus corona yang digunakan Kementan berpotensi menurunkan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya penularan virus corona jenis baru. 

"Permasalahan utama dalam kasus kalung antivirus produksi Kementan adalah dalam komunikasi kepada publik bahwa kalung ini disebut sebagai kalung antivirus corona. Hal ini dapat menurunkan kewaspadaan masyarakat yang menganggap bahwa dengan memakai kalung ini saja, maka mereka dapat sembuh atau tidak tertular dari virus SARS-CoV-2," kata Berry, saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/7/2020) pagi.

Seperti diketahui, beberapa hari terakhir, kalung antivirus corona yang akan diproduksi massal oleh Kementerian Pertanian menjadi perbincangan publik.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di media sosial Twitter, kalung dengan senyawa eucalyptol yang berasal dari tumbuhan eucalyptus itu dikritik.

Baca juga: Kontroversi Kalung Antivirus Corona: Jangan Asal Klaim karena Butuh Riset Panjang

Berry, yang juga Sekretaris Umum Akademi Ilmuwan Muda Indonesia, menyebutkan, klaim kalung antivirus yang disampaikan Kementan tak diikuti uji klinis pada manusia. Hal ini dinilainya kurang tepat.

Penelitian yang dilakukan hanya meggunakan virus corona jenis lain dan bukan virus corona penyebab Covid-19.

"Hal ini, walau pun kemudian dikoreksi oleh peneliti Kementan bahwa ini bukan obat tapi jamu, akan sangat berbahaya bagi masyarakat," kata Berry.

Keterangan Kementan yang tak menyeluruh dianggap berbahaya jika masyarakat menyerap informasi itu hanya terbatas soal produk itu, menggunakannya, dan merasa dirinya sudah kebal dari virus tanpa harus mengikuti protokol kesehatan yang lain. 

"Semestinya sejak awal dikomunikasikan tahapan penelitian dan hasilnya apa saja yang sudah dilakukan sehingga masyarakat dapat menilai apakah penelitian sudah dilakukan dengan benar," ujar Berry.

Baca juga: Kontroversi Kalung Antivirus Corona, Cukuplah Disebut Kalung Kayu Putih...

Ia menyarankan, dalam mengomunikasikan produk ini kepada publik, Kementan menggunakan istilah yang tepat dan tidak dengan mudah melakukan klaim. 

"Lalu menggunakan terminologi yang sesuai dengan tahapan yang baru dicapai dan dengan data yang ada.  Misalnya, jika belum ada uji klinis maka jangan menyebutkan ini sebagai obat tapi lebih tepat kalau disebut sebagai suplemen atau jamu. Maka masyarakat tidak akan salah kaprah," jelas Berry.

Sebelumnya, seperti diberitakan Kompas.com, 4 Juli 2020, Kepala Badan Litbang Pertanian, Fadjry Djufry menyebutkan, kandungan eucalyptus pada produk Kementan mampu mengikat protein Mpro yang bisa menghambat proses replikasi virus.

"Manfaat tersebut dapat terjadi karena 1,8 cineol dari eucalyptus disebut eucalyptol dapat berinteraksi dengan transient receptor potential ion chanel yang terletak di saluran pernapasan,” kata Fadjry.

Menanggapi berbagai respons yang muncul atas rencana produksi kalung ini, Fadjry mengatakan, hal itu tergantung pada persepsi masing-masing.

Namun, ia menekankan, meski nantinya menggunakan kalung antivirus ini, masyarakat diharapkan tetap patuh terhadap protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

“Tetap harus pakai masker dan menjalankan protokoler Covid-19,” kata Fadjry.

Baca juga: [POPULER TREN] Tagihan Listrik Naik | Kata Kementan tentang Kalung Antivirus Corona

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Manfaat Eucalyptus yang Diklaim Bisa jadi Antivirus Corona

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi