Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lika-liku Perjalanan Kasus Djoko Tjandra, Si "Joker" Buronan Kelas Kakap

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/DANU KUSWORO
Terdakwa dalam kasus cessie Bank Bali, Djoko S Tjandra, saat tuntutan pidana dibacakan jaksa penuntut umum Antazari Ashar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 31 Juli 2008.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Nama Djoko Tjandra kembali ramai diperbincangkan setelah diketahui sudah berada di Indonesia sejak tiga bulan lalu.

Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parelemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/6/2020)

"Informasinya lagi yang menyakitkan hati saya adalah katanya tiga bulanan dia ada di sini. Baru sekarang terbukanya," kata dia.

Baca juga: Daftar 23 Buronan Korupsi yang Pernah Melarikan Diri ke Singapura

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengetahui hal itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pun meminta Jaksa Agung untuk segera menangkap buronan kelas kakap itu.

Lantas bagaimana perjalanan kasus Djoko Tjandra?

Djoko Tjandra merupakan satu dari sejumlah nama besar yang terlibat dalam kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.

Harian Kompas, 24 Februari 2000 memberitakan, Direktur PT Era Giat Prima itu dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat.

Baca juga: Termasuk Harun Masiku, Mengapa Singapura Jadi Tujuan Favorit Buronan Indonesia?

Dalam dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp 940 miliar.

Jaksa Ridwan Moekiat juga menyebutkan soal adanya pertemuan 11 Februari 1999 di Hotel Mulia yang dipimpin AA Baramuli yang membicarakan soal klaim Bank Bali.

Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketui oleh R Soenarto memutuskan untuk tidak menerima dakwaan jaksa itu.

Alasannya, soal cessie bukan perbuatan pidana melainkan masalah perdata, seperti diberitakan Harian Kompas, 7 Maret 2000.

Dengan demikian, Djoko yang akhirnya terbebas dari dakwaan telah melakukan tindak pidana korupsi ini tidak bisa lagi dikenai tahanan kota.

Baca juga: Trending Topic Taufik Hidayat dan Lingkaran Korupsi di Kemenpora...

Diadili dan kembali lolos

Atas putusan itu, JPU Moekiat mengajukan perlawanan (verset) ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

Menurut Panitera PN Jakarta Selatan M Jusuf, PT DKI Jakarta tanggal 31 Maret 2000 memutuskan, dakwaan JPU dibenarkan dan pemeriksaan perkara Joko Tjandra dilanjutkan.

Oleh karena itu, pemeriksaan perkara dilanjutkan kembali dengan acara pemeriksaan saksi pada 1 Mei 2000, seperti dibertiakan Harian Kompas, 2 Mei 2000.

Dalam sidang itu, JPU Moekiat menghadirkan empat saksi, yaitu dua Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Iwan Ridwan Prawiranata dan Subarjo Joyosumarto serta dua staf BI, Dragon Lisan dan Adnan Djuanda.

Namun, Djoko kembali lolos dari jerat hukum.

Majelis hakim menilai kasus Bank Bali dengan terdakwa Djoko Tjandra bukan merupakan kasus pidana melainkan perdata.

Baca juga: Selain Harun Masiku, Berikut Sejumlah Buronan Korupsi yang Kabur ke Luar Negeri

Dalam putusan itu, disebutkan bahwa dakwaan JPU yang menyatakan bahwa Djoko telah mempengaruhi para pejabat otoritas moneter guna memperlancar pencairan klaim Bank Bali pada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), sama sekali tidak terbukti.

Berdasar keterangan para saksi dari kalangan otoritas moneter, dalam hal ini BI dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) di persidangan, tidak ada satu pun yang menyatakan telah dipengaruhi oleh Djoko.

Sementara mengenai pertemuan tanggal 11 Februari 1999 di Hotel Mulia, yang disebut adanya usaha Djoko untuk memperlancar pencairan klaim Bank Bali, tidak terbukti mengingat hanya satu orang saksi, yaitu Firman Soetjahya, dikutip dari Harian Kompas, 19 Agustus 2000.

Baca juga: Pusaran Kasus Korupsi Jiwasraya dan Dugaan Korupsi di PT Asabri

Atas putusan itu, Jaksa Agung Marzuki Darusman menyatakan, dirinya tidak menduga Djoko akhirnya dinyatakan bebas dari tuntutan hukum.

"Putusan itu di luar dugaan. Sama sekali di luar dugaan. Tetapi ini tak menghentikan proses hukum, karena belum selesai. Karena itu, Kejaksaan akan melanjutkannya dengan kasasi," ujar Marzuki.

Dalam kasasi itu, jaksa juga menguraikan kelemahan putusan majelis hakim yang menilai perjanjian cessei yang dituduhkan kepada Djoko adalah murni perdata.

Namun, lagi-lagi majelis hakim menolak kasasi yang diajukan oleh Kejaksaan Agung itu.

Baca juga: Selain Jiwasraya, Berikut Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia

Divonis 2 tahun penjara

Pada 15 Oktober 2008, jaksa mengajukan PK terhadap putusan kasasi MA terkait dengan terdakwa Djoko yang dinilai memperlihatkan kekeliruan yang nyata.

Menurut jaksa, putusan majelis kasasi MA terhadap Djoko, Pande, dan Syahril berbeda-beda. Padahal, ketiganya diadili untuk perkara yang sama, dalam berkas terpisah.

Harian Kompas, 12 Juni 2009 memberitakan, Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman terhadap Djoko dan mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, masing-masing dengan pidana penjara selama dua tahun.

Baca juga: Mengenal Asabri, Perusahaan BUMN yang Diduga Terindikasi Korupsi oleh Mahfud MD

Mereka terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara pengalihan hak tagih piutang (cessie) Bank Bali.

"MA juga memerintahkan dana yang disimpan dalam rekening dana penampungan atau Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Nurhadi.

Putusan dijatuhkan majelis peninjauan kembali yang diketuai Djoko Sarwoko, dengan anggota Komariah E Sapardjaja, Mansyur Kertayasa, I Made Tara, dan Suwardi.

MA juga memerintahkan agar dana yang disimpan di rekening dana penampungan atau Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dikembalikan kepada negara.

Baca juga: Dugaan Korupsi di Asabri: Kecurigaan Mahfud MD, Bungkamnya Erick Thohir dan Tanggapan Polri

Kabur ke luar negeri

Akan tetapi, Djoko diketahui telah melarikan diri ke Papua Nugini sebelum dieksekusi.

Harian Kompas, 20 Juni 2009 memberitakan, kaburnya Djoko diduga karena bocornya putusan peninjauan kembali oleh MA.

Ketua MA Harifin A Tumpa mengakui kemungkinan bocornya informasi putusan. Namun, informasi yang dibocorkan belum tentu akurat.

Harifin menyatakan, tidak mungkin bocoran informasi itu berasal dari majelis hakim yang menangani peninjauan kembali Joko Tjandra.

Pada 2012, Djoko diketahui telah berpindah kewarganegaraan menjadi warga Papua Nugini.

"Yang bersangkutan (Djoko S Tjandra) berada di luar negeri dan pindah kewarganegaraan. Tentu akan ditindaklanjuti proses meminta pertanggungjawaban yang bersangkutan terkait dengan kasus yang sekarang dihadapinya," ujar Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha, dilansir dari pemberitaan Harian Kompas, 19 Juli 2012.

Baca juga: Dugaan Korupsi di Asabri, Ini Deretan Kasus Asuransi Bermasalah di Indonesia

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 7 Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi