Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akankah Kasus Covid-19 di Indonesia Melampaui China di Akhir Juli?

Baca di App
Lihat Foto
screenshoot
Tangkapan layar web Worldometers, 6 Juli 2020 untuk membandingkan kasus Covid-19 di China dan Indonesia
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

 

KOMPAS.com - Indonesia sampai saat ini telah melaporkan kasus virus corona sebanyak 64.958 kasus infeksi dengan 3.241 kematian dan 29.919 pasien sembuh.

Jumlah itu termasuk laporan kasus baru harian pada Senin (6/7/2020) sebanyak 1.209 kasus infeksi dan tambahan 70 pasien meninggal dunia.

Dengan demikian, Indonesia telah melaporkan 10.948 kasus infeksi dalam delapan hari terakhir atau rata-rata 1.368 kasus per hari.

Jawa Timur masih menyumbang angka tertinggi dengan 14.013 kasus, disusul DKI Jakarta 12.435 kasus, dan Sulawesi Selatan 5.890 kasus.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Satria Wiratama mengatakan, melihat tren kasus infeksi di Indonesia beberapa hari terakhir, tidak menutup kemungkinan kasus di Indonesia bisa melampaui China.

"Kalau China dengan 83.557 kasus, ada kemungkinan bisa," kata Bayu saat dihubungi Kompas.com, Senin (6/7/2020).

Baca juga: Lebih dari 60.000 Kasus Covid-19, Apakah Indonesia Sudah Mencapai Puncaknya?

Apabila melihat rata-rata kasus harian di atas, diperkirakan kasus infeksi di Indonesia akan melampaui China bahkan sebelum akhir Juli 2020 nanti.

Sampai saat ini, China telah melaporkan 83.557 kasus infeksi dengan 4.634 kematian dan 78.518 pasien sembuh.

Negeri Tirai Bambu itu disebut tengah menghadapi kasus Covid-19 gelombang kedua setelah laporan kasus baru di Beijing sejak pertengahan Juni 2020 lalu.

Dalam empat hari terakhir, China melaporkan kasus infeksi virus corona di bawah 10. Terbaru, ada 4 tambahan kasus baru dikonfirmasi pada Senin (6/7/2020).

China, negara yang pertama kali melaporkan adanya virus corona Covid-19 pada akhir Desember 2019 lalu. 

Negara tersebut pernah mencatatkan kasus harian tertinggi yaitu sebanyak 14.108 kasus pada 12 Februari. 

Kemudian tertinggi kedua adalah 5.090 pada 13 Februari. Namun berikutnya, kasus infeksi harian di China berangsur-angsur menurun. 

Memasuki bulan Maret, kasus-kasus infeksi harian di China mulai menurun drastis. Sementara sebaliknya, Indonesia baru memulai masa pandemi corona sejak awal Maret. 

Meski demikian, Bayu belum bisa mengatakan bahwa Indonesia saat ini sedang berada pada puncak pandemi Covid-19.

"Belum bisa bilang puncak selama kita ndak bisa tahu kurva epidemi yang sebenarnya dan sebaiknya dipisah per daerah," jelas dia.

Baca juga: WHO Soroti Waktu Pelaporan Tes dan Data Kematian Terkait Covid-19 di Indonesia

Menurut Bayu, puncak pandemi bisa dilihat ketika telah terjadi penurunan tren yang bermakna usai mencapai mencapai titik tertinggi.

Namun, dia mengingatkan bahwa Covid-19 merupakan tipikal penyakit yang bisa mengalami puncak pandemi lebih dari satu atau sering disebut second wave atau gelombang kedua.

Sementara itu, ujung gelombang pertama kasus Covid-19 di Indonesia sampai saat ini belum terlihat.

"Di Indonesia kita belum melihat ujung wave (gelombang) pertama, bahkan sebagian besar daerah belum. Karena surveilans monitoring yang tidak bagus membuat kurvanya jadi tidak presisi," kata Bayu.

Bayu berharap kasus infeksi Covid-19 di Indonesia tidak terus semakin menanjak dan bisa segera menurun grafiknya.

Sehingga dia menyarankan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak dan rajin mencuci tangan agar selalu dilakukan. 

Di samping juga strategi menekan penyebaran virus dengan memperbanyak test, tracing, isolate dan treatmen. 

"Sarannya selalu sama, perkuat testing, perketat perbatasan antar daerah atau surveilans migrasi. Perkuat pengawasan isolasi mandiri di setiap daerah, contact tracing dipekertat, stop mengeluarkan indeks yang membuat bingung," tutur dia. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi