Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menimbang Untung Rugi Kebijakan Ekspor Benih Lobster

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM / RAJA UMAR
Fajar, sedang menangkap lobster hasil budidaya di karamba miliknya yang berada di kawasan pantai Ulele, Banda Aceh, Jumat (26/1/2018). Lobster jenis mutiara, batu, dan bambu ini dijual ke sejumlah rumah makan dan restoran, baik yang ada di Aceh maupun di luar daerah dengan harga sekitar Rp 400.000 per kilogram.
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com - Polemik kebijakan ekspor benih lobster masih menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Sebagian pihak menilai kebijakan ini kontraproduktif, baik secara ekonomi maupun secara ekologis.

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang didapat dari ekspor benih lobster dianggap terlalu kecil bila dibandingkan dengan potensi keuntungan yang bisa diperoleh bila benih lobster dibudidayakan di dalam negeri, dan baru diekspor setelah layak konsumsi.

Ada pula kekhawatiran bahwa ekspor benih lobster juga dapat mengganggu kelestarian atau mengakibatkan kepunahan lobster di Tanah Air.

Ekspor benih lobster awalnya dilarang oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Menteri KP dijabat Susi Pudjiastuti, terbit Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 56 Tahun 2016, tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari wilayah Indonesia.

Peraturan itu mensyaratkan lobster boleh diperdagangkan dengan berat di atas 200 gram. Pertimbangannya, setidaknya lobster tersebut sudah pernah bertelur sekali.

Persyaratan lain, lobster yang diperdagangkan tidak sedang bertelur.

Aturan-aturan tersebut kemudian direvisi oleh Menteri KP yang sekarang menjabat, Edhy Prabowo, melalui Permen KKP Nomor 12 Tahun 2020.

Edhy beralasan bahwa ekspor benih lobster diizinkan untuk membantu belasan ribu nelayan kecil yang kehilangan mata pencarian akibat dilarangnya ekspor benih lobster.

Baca juga: Nelayan Minta Eksportir Benih Lobster Diawasi, Ini Alasannya

Penurunan populasi lobster

Menurut Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (Undip) Dr. Ir. Suminto, M.Sc, sebelum ada aturan yang diterbitkan Susi Pudjiastuti, memang penurunan populasi lobster sempat terjadi.

"Kenyataan secara alam, di laut, lobster yang ditetaskan oleh induknya peluang hidupnya kurang dari satu persen, mungkin nol koma sekian persen," kata Suminto saat dihubungi Kompas.com (7/7/2020).

Suminto juga menjelaskan bahwa pelarangan ekspor benih lobster juga dilakukan karena adanya ekspor ilegal benih lobster ke negara tetangga, seperti Vietnam dan Thailand.

"Di sana memang sudah siap membudidayakan lobster," kata Suminto.

Pada saat itu, menurut Suminto, Indonesia masih belum memikirkan tentang budidaya lobster, tetapi budidaya udang melalui tambak di laut.

"Masyarakat pembudidaya udang di Indonesia, pada waktu itu konsentrasinya di tambak. Tidak berpikir masalah lobster, karena lobster itu ya ditangkap kemudian dijual," kata Suminto.

Baca juga: Terkesan Mewah, Kenapa Harga Lobster Mahal?

Pemanfaatan kekayaan laut

Meski demikian, dengan adanya peraturan yang melarang penangkapan dan ekspor benih lobster, Suminto berpendapat bahwa potensi kekayaan lautan gagal dimaksimalkan.

Karena hal tersebut, Suminto menyebut bahwa peraturan yang sebelumnya berlaku akhirnya direvisi oleh Menteri KP Edhy Prabowo.

"Sampai 2019, nelayan kan bingung, sebelumnya pekerjaannya itu (menangkap lobster) akhirnya tidak ada pekerjaan tetap. Dengan Permen KP yang sekarang ini sudah bagus, cuma harus ditegakkan," kata Suminto.

Penegakan yang dimaksud Suminto adalah ketegasan dalam menjalankan peraturan yang tertuang dalam Permen KP terbaru ini.

Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh eksportir benih lobster adalah harus memiliki kegiatan budidaya lobster. Tidak hanya itu eksportir juga disyaratkan sudah berhasil melakukan kegiatan budidaya lobster di dalam negeri, dan sudah panen secara berkelanjutan.

"Kalau berbicara penegakan hukum, yang ekspor sekarang ini sudah memenuhi ketentuan itu belum? Itu yang harus dikontrol oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan," kata Suminto.

Baca juga: Sukses Ekspor Lidi Nipah dan Lada Putih, Babel Diapresiasi Menteri Koperasi dan UMKM

Siapkan budidaya di Indonesia

Menurut Suminto, polemik ini jangan hanya berhenti pada masalah eksportir maupun ekspor benih lobster. Namun, yang lebih penting lagi adalah melihat perlu adanya pembinaan di sektor nelayan maupun budidaya lobster di Indonesia.

"Bagaimana menyiapkan para pembudidaya Indonesia agar siap untuk melakukan pembudidayaan lobster, seperti halnya di tambak-tambak udang," kata Suminto.

Ia menyebut bahwa Kementerian KP harus memfasilitasi sarana dan pra-sarana, baik bagi nelayan maupun pembudidaya.

"Saya setuju (ekspor), tetapi Permen KP No. 12/2020 ini harus ditegakkan secara lurus. Ini sudah dikaji secara akademis dan sudah bagus, tapi pelaksanaannya itu yang menjadi persoalan," kata Suminto.

Jika budidaya berhasil, maka Suminto menyebut bahwa ekspor benih lobster tidak lagi diperlukan.

"Karena nilai tambah, marginnya itu lebih tinggi. Misal, harga benih 5.000 satu ekor atau 10.000, kemudian dipelihara dalam waktu tertentu menjadi setengah sampai satu kilogram besarnya. Satu kilo itu harganya 300.000-400.000, nilai tambahnya kan jauh," kata Suminto.

Baca juga: Polemik Kader Gerindra di Pusaran Ekspor Benih Lobster

Jika hal tersebut bisa dikerjakan oleh masyarakat pembudidaya dan nelayan lobster di Indonesia, maka akan menghasilkan keuntungan triliunan rupiah.

"Karena ini prospektif. Ekspor benih kalau dilaksanakan dengan masif, hitungan kasarnya bisa mencapai satu triliun dari pajaknya. Apalagi kalau ada nilai tambah, devisa dari lobster saja mungkin sudah ratusan triliun," kata Suminto.

Ia mengatakan bahwa orang Indonesia bukannya tidak bisa membudidayakan lobster. Menurutnya banyak ilmuwan yang mampu, dan harus diberi kesempatan untuk melakukan riset terapan di bidang budidaya lobster.

Lebih lanjut, Suminto menyebut bahwa izin ekspor benih lobster ini bukanlah sesuatu yang seharusnya bersifat permanen, melainkan keberadaannya bisa dikaji dan dievaluasi berdasarkan situasi yang terjadi di lapangan.

"Saya belum baca sampai habis (Permen KP terbaru), tapi saya kira harusnya ada satu pasal yang mengatur bahwa apabila masyarakat Indonesia dirasa sudah mampu membudidayakan lobster, maka stop itu ekspor benih," pungkas Suminto.

Baca juga: Menteri Edhy: Potensi Lobster Punah Itu Tidak Ada!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi