Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akhir dari Perdebatan Panjang soal Penularan Virus Corona Melalui Udara

Baca di App
Lihat Foto
Carl Recine/pras/djo
Warga memakai masker saat berjalan dan melewati marka, ditengah wabah penyakit virus corona (COVID-19), di Leicester, Inggris, Senin (29/6/2020).
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Kamis (9/7/2020) menunjukkan bahwa virus corona dapat menyebar melalui udara.

Pernyataan tersebut didasari bukti bahwa inti tetesan (aerosol) yang keluar ketika menguap, bernapas, dan berbicara mengandung RNA SARS-CoV-2.

Tak hanya itu, aerosol juga dapat bertahan di udara dalam jangka waktu tertentu dan dapat menginfeksi orang lain.

Kemungkinan penyebaran Covid-19 melalui udara ini telah muncul sejak beberapa bulan yang lalu.

Baca juga: Kajian Terbaru WHO: Bukti-bukti yang Menunjukkan Transmisi Virus Corona Melalui Udara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan awal

Dilansir dari pemberitaan Kompas.com, 21 Februari 2020, Otoritas Tertinggi Kesehatan China secara resmi mengumumkan bahwa penyebaran virus corona dimungkinkan melalui aerosol.

Dalam pernyataannya, mereka menyebut adanya paparan pada tingkat konsentrasi tinggi cairan tubuh yang tertutup dengan waktu lama sebagai salah satu rute yang memungkinkan penularan.

Kendati belum diketahui secara jelas, beberapa pakar dan pemerintah lokal meyakini adanya kemungkinan itu.

Bahkan, Pemerintah Shanghai telah memasukkan aerosol sebagai salah satu rute transmisi virus corona.

Bantahan WHO

Pada akhir Maret 2020, WHO secara tegas membantah adanya kemungkinan itu.

Menurut WHO, Covid-19 menular melalui droplet atau percikan yang keluar saat seseorang batuk, bersin, atau berbicara.

Droplet tersebut terlalu berat untuk bisa bertahan di udara sehingga akan langsung jatuh ke lantai atau suatu permukaan.

"Kamu bisa saja tertular virus jika berada dalam rentang jarak 1 meter dari penderita Covid-19," demikian WHO, seperti diberitakan Kompas.com, 30 Maret 2020.

Bahkan, dalam pembaruan terbaru virus corona SARS-CoV-2 yang dirilis 29 Juni 2020, WHO mengatakan bahwa penularan virus melalui udara hanya mungkin terjadi dalam prosedur medis yang menghasilkan aerosol atau tetesan yang lebih kecil dari 5 mikron.

Baca juga: Update Proses Penularan Virus Corona dan Cara Pencegahannya dari WHO

Desakan Ahli dan Keraguan WHO

Beberapa waktu lalu, 239 pakar dari 32 negara memaparkan sejumlah bukti yang menunjukkan virus corona menyebar di udara dan dapat menular.

Dalam surat terbukanya kepada WHO, para pakar menyebut bahwa partikel yang lebih kecil dan ada di udara dapat menginfeksi manusia.

Mereka menilai, WHO selama ini sangat kaku, lambat, dan tidak mau mengambil risiko dalam memperbarui panduan terkait Covid-19.

"Saya benar-benar frustasi tentang masalah (virus corona) ada di aliran udara dan ukuran partikel (yang kecil)," kata Mary-Louise McLaws, anggota komite dan ahli epidemiologi Universitas New South Wales di Sydney.

"Jika kita meninjau kembali aliran udara, kita harus siap untuk mengubah banyak hal," kata Mary-Louise.

Mereka pun mendesak organisasi yang bermarkas di Jenewa itu untuk merevisi rekomendasi pencegahan virus corona.

Kendati demikian, WHO menganggap klaim itu tidak meyakinkan dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.

"Terutama dalam beberapa bulan terakhir, kami telah menyatakan beberapa kali bahwa kami menganggap penularan melalui udara sebagai hal yang mungkin tetapi tentu saja tidak didukung oleh bukti yang kuat atau bahkan jelas," kata pemimpin teknis untuk pencegahan dan pendalian infeksi WHO, dr Benedetta Allegranzi, dilansir dari Kompas.com, 7 Juli 2020.

Baca juga: Ada Bukti Virus Corona Menyebar di Udara, Ini yang Harus Kita Waspadai

WHO akhirnya akui bukti penularan virus corona melalui udara

Pada 7 Juli 2020, WHO mengakui bukti yang muncul terkait penyebaran virus corona melalui airbone atau udara.

Pemimpin Teknis Pandemi Covid-19 WHO Maria Van Kerkhove mengatakan, pihaknya telah membicarakan kemungkinan itu sebagai salah satu bentuk transmisi virus corona.

Sementara itu, Allegranzi menjelaskan adanya bukti yang muncul tentang transmisi virus corona lewat udara, meski tidak definitif.

"Kemungkinan akan adanya transmisi lewat udara di lingkungan publik - khususnya di kondisi yang sangat spesifik, padat, tertutup dan berventilasi buruk telah dideskripsikan, (dan) tidak bisa dikesampingkan," kata dia.

Pernyataan resmi WHO

Dua hari kemudian, Kamis (9/7/2020), WHO secara resmi mengeluarkan pernyataan bahwa virus corona dapat bertahan lama di udara dalam ruang tertutup.

Pernyataan itu dipublikasi melalui laman resmi WHO.

Dalam pernyataan itu, disebutkan pula virus yang bertahan di udara dapat menyebar dari satu orang ke orang lain.

WHO bersama para ilmuwan telah mendiskusikan dan mengevaluasi apakah SARS-CoV-2 juga dapat menyebar melalui erosol tanpa adanya prosedur yang menghasilkan aerosol, terutama dalam ruangan berventilasi buruk.

Menurut WHO, udara yang diembuskan oleh penderita Covid-19 memungkinkan transmisi virus melalui aerosol.

Teori tersebut menunjukkan bahwa sejumlah tetesan pernapasan menghasilkan aerosol mikroskopis ketika menguap, bernapas, dan berbicara.

"Dengan demikian, seseorang dapat terinfeksi virus ketika menghirup aerosol yang memiliki proporsi cukup untuk menyebabkan infeksi," demikian pernyataan WHO, seperti dikutip Kompas.com dari laman resmi WHO, Jumat (10/7/2020).

Dalam sebuah studi eksperimental, ditemukan bahwa orang yang sehat dapat menghasilkan aerosol melalui batuk dan berbicara.

Penelitian itu mengukur jumlah tetesan berbagai ukuran yang tetap berada di udara selama berbicara normal. Namun, penulis studi tersebut mengakui bahwa kajian itu belum divalidasi untuk manusia dan SARS-CoV-2.

Model lain menunjukkan adanya kecenderungan kuat antara partikel yang dihasilkan selama berbicara dengan gelombang bunyi ketika bersuara.

Kendati demikian, rute transmisi SARS-CoV-2 melalui udara ini masih membutuhkan lebih banyak penilitian lebih lanjut.

Dalam studi eksperimental lainnya, WHO mengatakan bahwa RNA virus SARS-CoV-2 dalam aerosol dapat bertahan di udara hingga 3 jam.

Studi lain bahkan menyebutkan waktu yang lebih lama, yaitu 16 jam dan menemukan adanya virus potensial yang mampu bereplikasi.

Beberapa penelitian yang dilakukan pada ruang tempat pasien Covid-19 bergejala dirawat, melaporkan adanya RNA SARS-CoV-2 dalam sampel udara.

Sementara, penelitian serupa lainnya yang dilakukan pada ruang perawatan kesehatan dan non-kesehatan tidak menemukan adanya RNA SARS-CoV-2.

Dalam sampel tempat RNA SARS-CoV-2, ditemukan jumlah RNA sangat rendah dalam volume udara yang besar.

Di luar fasilitas medis, beberapa laporan Covid-19 yang terkait dengan kerumunan di dalam ruangan telah menemukan potensi penularan virus melalui aerosol dan dikombinasikan dengan droplet, misalnya ketika latihan paduan suara, restoran, atau gym.

Jika aktivitas itu dilakukan dalam ruangan tertutup dan berventilasi buruk, maka transmisi aerosol bisa berlangsung selama periode waktu yang lama dan sangat berisiko terjadinya infeksi.

Baca juga: Virus Corona Bisa Menyebar Lewat Udara, Lakukan 6 Hal Ini untuk Lindungi Diri 

Sumber: Kompas.com (Gloria Setyvani Putri/Virdita Rizki Ratriani/Ardi Priyatno Utomo/Miranti Kencana Wirawan) 

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Panduan pencegahan virus corona di tempat kerja

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi