Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: Covid-19 Dapat Menyebabkan Sindrom Kelelahan Jangka Panjang

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
ilustrasi kelelahan bekerja
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Pakar penyakit menular di Amerika Serikat (AS) Dr Anthony Fauci menyebut bahwa ada bukti beberapa orang yang positif Covid-19 mengalami sindrom kelelahan jangka panjang setelahnya.

Mengutip CNN, Fauci mengatakan hal tersebut dalam konferensi pers yang diselenggarakan oleh International AIDS Society, Kamis (9/7/2020).

Kelompok International AIDS Society tersebut mengadakan konferensi Covid-19 sebagai tambahan dalam pertemuan AIDS setiap tahun.

"Mungkin ada sindrom pasca-virus yang terkait dengan Covid-19," kata Fauci.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Virus Corona Menular Lewat Droplet dan Airborne, Apa Bedanya?

Adapun gejalanya, kata Fauci, terlihat menyerupai seperti yang terlihat pada pasien myalgic encephalomyelitis, atau ME, yang dulu dikenal sebagai sindrom kelelahan kronis.

"Jika Anda melihat secara anekdot, tidak ada pertanyaan bahwa ada sejumlah besar orang yang memiliki sindrom pasca-virus," jelas Fauci

"Yang dalam banyak hal melumpuhkan mereka selama berminggu-minggu dan beberapa minggu setelah apa yang disebut pemulihan," imbuh Fauci.

Baca juga: Pecahkan Rekor Baru Kasus Covid-19, Berikut 3 Penyebab Utamanya...

Fauci mengungkapkan, dalam aplikasi Covid Symptom Tracker dan beberapa aplikasi lainnya, terdapat orang-orang yang menceritakan dapat pulih tetapi tidak kembali normal seperti biasanya.

Mereka melaporkan gejala-gejala seperti kabut otak, kesulitan berkonsentrasi dan kelelahan yang menyerupai gejala-gejala ME tadi.

Baca juga: Ahli Sebut CT Scan Lebih Efektif untuk Diagnosis Virus Corona daripada Tes Swab

Kerusakan otak

Selain kelelahan, para ilmuwan memperingatkan tentang kemungkinan gelombang kerusakan otak akibat Covid-19.

Dikutip dari Reuters, Rabu (8/7/2020), memungkinkan Covid-19 dapat menyebabkan komplikasi neurologis yang parah, termasuk peradangan, psikosis dan delirium.

Sebuah studi oleh para peneliti di University College London (UCL) menggambarkan 43 kasus pasien Covid-19 yang menderita disfungsi otak sementara, stroke, kerusakan saraf atau efek otak serius lainnya.

Para peneliti menambahkan bahwa studi terbaru juga menemukan penyakit ini dapat merusak otak.

"Apakah kita akan melihat kerusakan otak skala besar terkait dengan pandemi, mungkin mirip dengan wabah ensefalitis lethargica pada 1920-an dan 1930-an setelah pandemi influenza 1918. Masih harus dilihat," kata Michael Zandi, dari Institute Neurologi UCL, yang ikut memimpin penelitian.

Baca juga: Viral Unggahan soal Tanda-tanda Stroke Dikira Kesurupan, Ini Penjelasan Dokter...

Covid-19, penyakit yang disebabkan oleh virus corona jenis baru ini, sebagian besar adalah penyakit pernapasan yang mempengaruhi paru-paru.

Namun, ahli saraf dan dokter spesialis otak mengatakan bukti yang muncul tentang dampaknya pada otak sangat memprihatinkan.

Ahli saraf sekaligus dokter spesialis otak itu mengkhawatirkan dampak ke pekerjaan dan aktivitas normal lainnya yang bisa saja terganggu karena fungsi kerja otak yang terganggu.

"Dan jika dalam waktu satu tahun kita memiliki 10 juta orang yang pulih, dan orang-orang itu memiliki defisit kognitif, maka hal itu akan mempengaruhi kemampuan mereka untuk bekerja dan kemampuan mereka untuk beraktivitas sehari-hari," kata Ahli Saraf, Adrian Owen dari Western University di Canada.

Baca juga: 8 Makanan yang Baik untuk Penderita Diabetes

Kerusakan jangka panjang

Dalam studi UCL yang diterbitkan dalam jurnal Brain, menyebutkan bahwa 9 pasien yang mengalami peradangan otak didiagnosis dengan kondisi langka yang disebut acute disseminated encephalomyelitis (ADEM) yang lebih sering terjadi pada anak-anak dan dapat dipicu oleh infeksi virus.

Tim peneliti UCL menyebutkan bahwa biasanya akan ada satu pasien dewasa dengan ADEM per bulan di klinik spesialis mereka di London.

Tetapi, jumlahnya telah meningkat setidaknya satu minggu selama masa studi, sesuatu yang mereka gambarkan sebagai "peningkatan yang mengkhawatirkan".

Baca juga: Mengintip Masker Pintar Buatan Jepang yang Mendukung Panggilan Telepon

Owen mengatakan bukti yang muncul memerlukan penelitian besar dan terperinci serta pengumpulan data global untuk menilai seberapa umum komplikasi neurologis dan psikiatrik tersebut.

Mengingat bahwa Covid-19 masih diteliti selama beberapa bulan, salah satu pemimpin penelitian UCL, Ross Paterson, mengatakan bahwa pihaknya belum tahu kerusakan jangka panjang apa yang dapat disebabkan Covid-19.

"Dokter perlu mewaspadai kemungkinan efek neurologis, karena diagnosis dini dapat mempengaruhi pasien," kata Paterson.

Baca juga: Cara Baru Korea Selatan Tes Corona, Gunakan Bilik Telepon

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Beda sakit kepala karena migrain dan Covid-19

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: Reuters, CNN
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi