KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo pada 25 Juni 2020 "mengultimatum" Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mengendalikan kurva kasus infeksi virus corona di provinsi itu dalam waktu 2 minggu.
Hal itu disampaikan Jokowi dalam kunjungannya ke Jawa Timur.
"Saya minta dalam waktu dua minggu ini pengendaliannya betul-betul kita lakukan bersama-sama dan terintegrasi dari semua unit organisasi yang kita miliki di sini," kata Jokowi kala itu.
Jokowi meminta gugus tugas baik provinsi maupun kota dan kabupaten hingga rumah sakit bersama-sama melakukan manajemen krisis.
Harapannya, kata Jokowi, akan mengatasi dan menurunkan angka kasus positif Covid-19 di provinsi tersebut.
Pasalnya, kasus infeksi harian Jawa Timur selalu menjadi yang tertinggi dalam beberapa minggu terakhir.
Setelah dua minggu berlalu, kasus virus corona di Jatim belum juga melandai. Bahkan, pada Kamis (9/7/2020), Jawa Timur melaporkan 517 kasus baru.
Hingga hari ini, Jumat (10/7/2020), Jawa Timur mencatatkan kasus Covid-19 paling tinggi di Indonesia. Tercatat ada 15.730 orang terinfeksi, 1.152 orang meninggal dunia, dan 5.816 orang sembuh.
Baca juga: Upaya Jawa Timur Turunkan Kasus Covid-19 Sesuai Permintaan Jokowi...
Bagaimana situasi kasus Covid-19 di Jawa Timur? Apa yang menyebabkan sulitnya mengendalikan angka kasus di provinsi ini?
Tantangan Jawa Timur
Menurut dia, ada beberapa faktor yang memengaruhi hal itu. Pertama, densitas atau kepadatan penduduk.
"Makin padat penduduk suatu wilayah, makin tinggi risikonya untuk terjadi penularan di kalangan penduduknya, berarti attack rate makin tinggi," kata Windhu saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/7/2020).
"Surabaya yang menyumbang 46 persen kasus di Jatim adalah salah satu kota besar yg densitas penduduknya tinggi," tambah dia.
Kedua, kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan juga sangat diperlukan untuk menekan penularan.
Baca juga: Sebaran Kasus Covid-19 di Indonesia Per 7 Juli: Jawa Timur Tertinggi
Pada kenyataannya, Windu menilai, kedisiplinan warga Jatim, khususnya Surabaya masih menjadi tantangan tersendiri.
"Kedisplinan dipengaruhi kultur masyarakatnya. Kultur yang favourable dalam hal kepatuhan akan membuat risiko penularan makin rendah," jelas dia.
Selain itu, pengawasan pemerintah juga akan berpengaruh kepada tingkat kedisiplinan warga.
Pengawasan tersebut bisa dilakukan melalui law enforcement dengan menuangkan pasal-pasal yang berisi sanksi administratif dan denda, sehingga warga akan berpikir ulang jika tidak mematuhinya.
Menurut Windhu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur akan segera menginisiasi peraturan daerah (Perda) yang salah satu pasalnya berkaitan dengan pengendalian kedisiplinan warga.
"Sebetulnya itu terlambat, mengapa bukan sejak 2 bulan yang lalu saat menjelang PSBB?" kata dia.
"Tapi tetap harus diapresiasi keinginan penambahan dan pembuatan peraturan itu, meski terlambat. Katanya tidak ada kata terlambat kan," lanjut Windhu.
Ketiga, penularan virus corona akan bisa ditekan jika kebijakan pemerintah pusat dan daerah tetap membatasi pergerakan masyarakat antar wilayah.
Baca juga: Virus Corona Menular Lewat Droplet dan Airborne, Apa Bedanya?