Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarif Tertinggi Rapid Test Rp 150.000, Mahal atau Murah?

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO
Petugas medis melakukan pemeriksaan cepat (rapid test) Covid-19 terhadap sejumlah pedagang di Pasar Botania 2, Batam, Kepulauan Riau (15/5/2020).
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menetapkan besaran batas atas biaya rapid test untuk virus corona tidak lebih dari Rp 150.000.

Penetapan tarif ini diputuskan karena bervariasinya harga rapid test di berbagai rumah sakit.

Keputusan Kemenkes soal penetapan tarif batas atas rapid test dimuat dalam Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Rapid Test Antibodi.

Berbagai komentar soal tarif rapid test ini sempat ramai di media sosial beberapa hari lalu.

Ada yang mengapresiasi, ada yang menyesalkan kenapa keputusan ini baru dikeluarkan sekarang, dan berbagai komentar lainnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, ada pula yang menganggap angka Rp 150.000 tidak realistis

"Kalau patokan dari harga kit rapid test yg tersedia di distributor sekarang, paling murah 150 rb, patokan harga maksimal pemeriksaan 150 rb tentu tidak realistis," tulis akun @aslandjie.

Sementara, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI) Tulus Abadi menilai, keputusan Kemenkes menetapkan batas atas tarif rapid test belum menyelesaikan masalah.

Menurut dia, Rp 150.000 masih terlalu mahal, terutama bagi kalangan ekonomi lemah.

Tarif Rp 150.000 untuk rapid test, sebenarnya murah atau mahal?

Baca juga: Anggota Komisi IX DPR: Gratiskan Rapid Test Covid-19 untuk Warga Tidak Mampu

Juru Bicara Satgas Covid-19 UNS dr. Tonang Dwi Ardyanto menilai, mahal atau tidaknya tarif tersebut sangat relatif.

Alasannya, test kit antibodi pada dasarnya sudah bervariasi.

"Mahal tidaknya sebenarnya relatif, karena harga kit tes antibodi sebelum ini memang sangat bervariasi," ujar dokter Tonang, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/7/2020).

Ia menilai, penyeragaman tarif ini sebenarnya merupakan langkah yang baik.

“Langkah ini baik, agar mutu pelayanan tes antibodi terjaga dan terjangkau biayanya, tidak terjadi variasi biaya secara lebar,” kata Tonang.

Tonang menjelaskan, sebenarnya tarif rapid test yang ditetapkan rumah sakit menghitung semua beban sejak dari pembelian kit atau alat yang digunakan untuk tes, serta bahan medis habis pakai (alat-alat yang dipakai saat proses pemeriksaan) serta berbagai komponen lain.

“Yang utama tentu komponen kit. Maka sebenarnya, besaran tarif tersebut mengikuti besaran harga kit rapid test itu sendiri,” ujar dia.

Oleh karena itu, menurut Tonang, untuk mencapai harapan Kemenkes, rumah sakit tidak bisa berdiri sendiri.

“Harus bersama-sama didukung oleh semua pihak. Termasuk dari penyedia/pemasar kit rapid test. Bahkan regulator (pemerintah) sendiri,” kata dia.

Baca juga: Indonesia Produksi Alat Rapid Test RI-GHA, Bagaimana Tingkat Akurasinya?

Jika tidak ada kebijakan dan pengendalian harga peralatan untuk rapid test, akan sulit bagi RS untuk dapat menurunkan besaran tarif pemeriksaan rapid test.

Ia berharap, dengan penetapan harga rapid test dari Kemenkes ini, rumah sakit tidak lagi dianggap cari untung.

“Karena RS tentu mengikuti besaran harga kit rapid test,” ujar dia.

Sementara itu, pada Jumat (10/7/2020), Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menegaskan, pemerintah akan memberi sanksi tegas kepada rumah sakit yang mematok tarif rapid test di atas Rp 150.000.

Sanksi yang diberikan bisa berbeda-beda, misalnya teguran, peringatan keras atau tindakan yang lebih tegas.

RS dan layanan kesehatan juga diminta menggunakan alat rapid test buatan dalam negeri. Menurut Muhadjir, alat rapid testbuata dalam negeri sudah teruji kualitasnya. Selain itu, harganya lebih terjangkau.

Baca juga: Menko PMK: Produsen Rapid Test Kit Dalam Negeri Jangan Terbuai Proteksi Pemerintah

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Rapid Test Covid-19

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi