Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pemimpin Redaksi Kompas.com
Bergabung sejak: 21 Mar 2016

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Pesan Mujenih untuk Pandemi di Indonesia yang Masih Jauh dari Akhir

Baca di App
Lihat Foto
Biro Pers Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Kalimantan Tengah, Kamis (9/7/2020) pagi. Tiba pada pukul 08.45 WIB di Bandar Udara Tjilik Riwut, Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah, Presiden Jokowi langsung menuju Helikopter Super Puma TNI AU menuju Kabupaten Kapuas.
Editor: Amir Sodikin

KOMPAS.com - Hai, apa kabarmu? Semoga sehat selalu dan diberikan kecukupan berkat untuk menjalani hari-hari yang tidak mudah karena pandemi.

Pekan ini, pasti kamu sibuk dengan tahun ajaran baru 2020-2021. Entah anak-anakmu, adikmu, atau kamu sendiri. Ya, tahun ajaran baru telah dimulai pada Senin, 13 Juli 2020. 

Betul-betul baru tahun ajaran ini. Tidak hanya karena waktu, tetapi karena protokol untuk dimulainya tahun ajaran baru ini benar-benar baru.

Pandemi membuat kita mengubah banyak hal termasuk dalam proses pembelajaran untuk anak-anak kita, adik kita, atau kamu sendiri.

Sebagai orangtua, apalagi yang memiliki anak usia sekolah lebih dari satu, penyesuaian untuk banyak hal pasti dilakukan. Peralatan untuk sekolah atau pelajaran jarak jauh seperti laptop atau gawai salah satunya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terbayang kerepotanannya jika anak tiga usia sekolah semua. Selain peralatan, pembagian ruang di rumah pasti tidak kalah repot atau mungkin seru juga untuk kebiasaan baru ini.

Karena bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah di rumah, masing-masing anggota keluarga pasti sudah memilih posisi terbaik untuk aktivitasnya. Karena serba terbatas, kreativitas kerap ditemukan untuk upaya-upaya baik merespons perubahan ini.

Sudut-sudut ruangan di rumah yang semula terabaikan, kini kerap diperhatikan. Halaman rumah atau teras jadi lokasi lumrah aktivitas bekerja atau belajar dari rumah selain kamar tentunya.

Respons akan perubahan terus kita lakukan sebagai upaya-upaya baik menghadapi pandemi Covid-19. Sudah satu semester kita melewati masa-masa penuh ketidakpastian yang menuntut banyak perubahan ini.

Kapan pandemi berakhir?

Pertanyaannya, kapan pandemi berakhir? Kapan kita bisa hidup "normal" lagi?

Pertanyaan yang wajar diajukan meskipun sebenarnya kita sudah terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan baru yang dituntut pandemi.

Menjawab petanyaan ini tidak mudah karena belum ada orang yang datang dari masa depan yang bisa kita konfirmasi. Jawaban atas pertanyaan sulit itu umumnya berupa prediksi, perkiraan dengan dasar yang tidak cukup pasti.

Jawaban atas pertanyaan itu makin sulit ketika World Health Organisation (WHO) mengkonfirmasi bukti awal bahwa Covid-19 menyebar lewat udara.

Betul, bukti awal yang dikonfirmasi WHO ini membutuhkan penilaian dan penelitian lebih lanjut. Konfirmasi WHO ini membuat prediksi kapan akhir pandemi makin sulit.

WHO sendiri memperingatkan, pandemi yang mengubah dunia di awal 2020 ini jauh dari "akhir". Meningkatkan kewaspadaan dan disiplin menerapkan protokol kesehatan agar tidak tertular adalah cara paling minimal yang bisa kita lakukan masing-masing.

Kembali ke pertanyaan kapan pandemi berakhir? Tiga anak saya bergantian bertanya hal ini pekan-pekan ini. Pertanyaan diajukan karena di berbagai tempat, aktivitas di luar rumah sudah mulai marak dilakukan.

Atas pertanyaan ini, saya merujuk penjelasan epidemiolog yang membuat prediksi berdasarkan alasan yang bisa diterima. Salah satu epidemiolog yang saya rujuk untuk menjawab ini adalah Dicky Budiman dari Universitas Griffith.

Meskipun tidak bisa memprediksi secara pasti kapan pandemi akan berakhir, Dicky menyebut tiga hal yang menjadi tanda kapan pandemi mereda.

Pertama, saat ditemukannya obat definitif yang efektif menyembuhkan penyakit Covid-19 atau setidaknya mencegah terjadinya infeksi (profilaksis atau PreP).

Kedua, saat ditemukannya vaksin yang dapat memberikan kekebalan efektif terhadap serangan virus SARS-CoV-2.

Ketiga, saat terjadinya kekebalan alamiah yang timbul setelah sebagian besar manusia terinfeksi Covid-19.

Pertanyaan lanjutannya, kapan saat itu tiba? Untuk obat Covid-19, sejumlah pihak optimistis akan ditemukan di akhir tahun 2020. Sementara untuk vaksin, paling cepat pertengahan atau akhir tahun 2021 ditemukan.

Selama rentang waktu sampai setahun ke depan, bagaimana kita harus berperilaku? Untuk menjaga diri atau meminimalkan potensi tertular Covid-19, penggunaan masker perlu diperluas dan pedoman menjaga jarak perlu diperketat. 

Setelah sebulan pemerintah memberikan pelonggaran untuk sejumlah aktivitas ekonomi dan tampaknya akan dilanjutkan, Dicky menyebut, Indonesia memasuki fase rawan yang berbahaya di bulan Juli-September 2020.

Pilihan tidak mudah

Pilihan memang tidak mudah. Bukan lagi antara menjaga kesehatan atau melangsungkan kegiatan ekonomi. Karena pilihannya bukan pilihan "atau ini atau atau", pemerintah sejak awal sudah menegaskan posisi untuk "berdamai" dengan Covid-19.

Sayangnya, pelonggaran aktivitas ekonomi sebagai bentuk "berdamai" dengan Covid-19 tidak disertai pengetatan disiplin akan protokol kesehatan.

Di beberapa tempat keramaian seperti di pasar, pelonggaran aktivitas ekonomi diikuti juga dengan pelonggaran disiplin protokol kesehatan. Ada petugas, tetapi penegakan disiplinnya tidak diterapkan alias dibiarkan begitu saja.

Mungkin kita semua lelah. Tapi, tidak ada cara lain untuk mencegah dari diri upaya kita sendiri. Sebagai acuan, 3M dan 3R ini perlu kita terapkan tanpa kenal lelah juga saat lelah datang dan datang.

3M itu meliputi mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak. Sementara 3R adalah upaya kita menghindari yang ramai, ruangan, dan rapat (jaga jarak) agar aman.

Ini perlu diingatkan lagi karena jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia bukan turun tetapi terus mencatatkana rekor penambahan tertinggi dari waktu ke waktu.

Sudah lebih dari 70.000 pasien Covid-19 di Indonesia dan jumlahnya terus bertambah lebih dari 1.000 per hari. Kasus mencengangkan terjadi di Secapa TNI AD di Bandung, dimana 1.280 siswa positif Covid-19 dan menjadi kluster baru di Jawa Barat.

Dengan pelonggaran aktivitas ekonomi yang tidak selalu dibarengi pengetatan disiplin akan protokol kesehatan, bukan tidak mungkin lonjakan kasus akan terus terjadi. Kalau ini terjadi tanpa kita memperbaiki diri, pandemi akan jauh dari kata "akhir" di Indonesia.

Tulus dan Jujur

Oya, bericara soal akhir, pekan lalu, tepatnya Senin (6/7/2020), ada kisah yang membesarkan hati kita tentang kejujuran dari orang-orang kecil.

Namanua Mujenih. Usianya 30 tahun. Pekerjaannya membersihkan gerbong kereta api dari sampah atau on train cleaning.

Di akhir pertajalanan Kereta Rel Listrik (KRL) di Stasiun Bojonggede,  Mujenih mendapati plastik hitam di bawah kursi penumpang prioritas (lanjut usia, perempuan dengan anak, atau perempuan hamil). 

Respons pertama sebagai pembersih gerbong, Mujenih menghampiri plastik hitam yang dikiranya sampah. Setelah dilihat, ternyata didapati tumpukan lembaran-lembaran uang Rp 100.000 terbungkus kertas koran. Diketahui kemudian jumlahnya Rp 500 juta.

Mujenih langsung melaporkan temuannya itu kepada petugas passenger service (PS) di stasiun berikutnya yaitu Stasiun Bogor.

Petugas di Stasiun Bogor kemudian mengumumkan kepada pengguna KRL yang merasa kehilangan barang untuk datang ke ruang informasi.

Tak lama berselang, seorang laki-laki lanjut usia yang duduk di kursi prioritas mengaku kehilangan barang berupa kantong plastik hitam berisi uang.

Setelah melalui beberapa proses untuk memastikan uang tersebut milik laki-laki lanjut usia itu, petugas kemudian menyerahkan seluruh uang yang ditemukan Mujenih kepadanya dengan tanda terima.

Dari obrolan singkat selama serah terima, uang Rp 500 juta yang ditemukan Mujenih adalah uang gaji karyawan.

Setelah serah terima, Mujenih bekerja lagi untuk menjaga kebersihan gerbong KRL. Kerja Mujenih pasti lebih keras karena tuntutan kebersihan yang tinggi lantaran pandemi.

Sebagai pekerja di titik risiko tertular paling tinggi (ramai, di dalam ruangan minim ventilasi, dan rapat posisinya), Mujenih disiplin dengan protokol kesehatan.

Ketulusan dan kejujurannya dalam bekerja menumbuhkan harapan akan perbaikan.

Untuk mengatasi pandemi, ketulusan kerja Mujenih yang bekerja di titik penuh risiko bisa jadi pijakan semua pihak yang berupaya baik.

Kejujuran Mujenih soal temuan yang tidak terduga semoga juga jadi acuan pemegang data terkait Covid-19. Jujur soal data akan jadi pijakan baik untuk upaya-upaya baik berikutnya.

Panjang umur upaya-upaya baik.

Salam jujur,

Wisnu Nugroho   

 

 

 

 

 

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi