KOMPAS.com - Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengeluarkan sejumlah imbauan merespons pernyataan resmi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengakui bahwa virus corona SARS-CoV-2 memiliki potensi untuk menular melalui udara.
PDPI mengimbau agar masyarakat semakin waspada.
Imbauan tersebut juga dipublikasikan melalui akun Twitter resmi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada Senin (13/7/2020).
PHPI menyebutkan, berdasarkan panduan WHO, virus corona dimungkinkan untuk menular melalui udara atau airborne.
Sebelumnya, diketahui bahwa virus corona menular melalui droplet atau percikan orang yang terinfeksi dan dapat menempel pada permukaan kulit serta benda mati.
Ada perbedaan signifikan antara penularan airborne dan penularan droplet.
Perbedaannya, penularan melalui udara dapat terjadi pada jarak lebih dari satu meter, sedangkan penularan melalui percikan dapat terjadi pada jarak kurang dari satu meter.
Selain itu, airborne bertahan lama di udara, sedangkan droplet tidak bertahan lama di udara. Perbedaan signifikan tersebut membawa implikasi yang berbeda terhadap cara pencegahan dan pengendalian Covid-19.
Baca juga: Virus Corona Disebut Menyebar Melalui Udara, Amankah Beraktivitas Outdoor?
Hanya terjadi dalam situasi tertentu
Saat dikonfirmasi, Ketua Umum PDPI DR. Dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FISR, FAPSR, mengatakan, kemungkinan penularan melalui udara bisa terjadi, terutama pada suatu ruangan yang tertutup, dan juga pada ruangan yang ventilasinya kurang baik.
"Ada beberapa laporan itu bisa terjadi, seperti di restoran, kemudian saat kegiatan paduan suara, bisa juga pada ruangan tertutup yang lain, misalnya rapat. Beberapa riset yang ada memberi gambaran itu," kata Agus saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/7/2020).
Namun, ia mengingatkan, hingga sampai saat ini belum ada statement yang menyatakan bahwa penularan airborne bisa terjadi di semua tempat.
Artinya, penularan airborne sejauh ini dimungkinkan terjadi pada ruangan tertutup, dan pada ruangan dengan ventilasi kurang baik.
"Risiko terjadinya penyebaran lewat udara, hanya dimungkinkan pada kondisi-kondisi tertentu tadi, tapi tiidak bersifat general. Tidak pada semua tempat," kata Agus.
Bahaya dari kemungkinan penularan airborne, menurut Agus, adalah meningkatnya risiko infeksi pada tempat-tempat yang telah disebutkan tadi.
Alasannya, karena jangkauan penyebaran virus menjadi lebih luas, lebih dari satu atau dua meter.
"Jadi orang-orang yang berada di daerah tertutup dengan ventilasi yang tidak baik, saat ada satu orang yang positif, maka orang lain di area terdekat itu, dalam jarak lebih dari satu dua meter, punya risiko terinfeksi. Apalagi, kalau dia tidak menerapkan protokol kesehatan," kata Agus.
Baca juga: Kilas Balik Pernyataan WHO soal Penyebaran Virus Corona di Udara: Dulu Dibantah, Kini Diakui
Patuhi protokol kesehatan
"Pertama, tetap menggunakan masker, meskipun di dalam perkantoran. Karena masker merupakan salah satu upaya untuk mencegah agar virus tidak masuk. Kedua, tetap menjaga jarak. Ketiga harus rajin mencuci tangan, karena tangan kita juga media penularan," kata Agus.
Selain itu, hindari terjadinya kerumunan, misal rapat. Ia menyarankan agar kegiatan rapat dilaksanakan secara daring untuk mencegah terjadinya penularan dalam ruang rapat yang kecil.
Menurut Agus, seharusnya perkantoran juga tempat-tempat lain, misalnya restoran, mulai memikirkan bagaimana membuat sirkulasi udara di dalam ruangan baik.
Tujuannya, agar terjadi pertukaran udara bebas dari luar dengan udara di dalam ruangan.
"Penggunaan AC itu kan menggunakan udara dalam ruangan, jadi sebenarnya kondisi itu tidak bagus, karena udara dalam ruangan hanya berputar saja di situ, sehingga microdroplet itu bisa melayang-layang," kata Agus.
Alternatifnya, ia menyarankan pada kantor-kantor yang memiliki jendela untuk lebih memaksimalkan penggunaan jendela.
Bisa juga dengan menggunakan exhaust fan sehingga udara di dalam bisa dibuang ke luar.
"Jadi ada suatu aliran udara, sehingga kondisi udara dalam ruangan itu terjaga sirkulasinya dan bisa mendispersi mikro-droplet keluar, intinya begitu," kata Agus.
Baca juga: Yang Perlu Dipahami soal Penularan Virus Corona Melalui Udara
Risiko di angkutan umum
Angkutan umum biasanya tertutup dan kapasitas ruangnya sempit, terutama yang menggunakan AC.
Agus mengatakan, di mikrolet kemungkinan penyebaran secara airborne lebih minimal karena jendela terbuka dan sirkulasi udara lebih lancar. Namun, potensi penularan secara droplet dan kontak erat masih ada karena jarak antar penumpang relatif dekat.
Ia menyarankan kepada pegiat transportasi agar mulai memikirkan tentang risiko airborne tersebut.
Salah satu yang bisa digunakan untuk menurunkan risiko adalah memasang pembersih ruangan yang dilengkapi HEPA Filter.
"Meskipun begitu, bukan berarti kalau sudah pasang ini pasang itu kemudian menjamin, nggak. Harus menjalankan protokol kesehatan," kata Agus.
Bagaimana jika naik motor? Apakah jika ada pengendara motor bersin, maka percikannya bisa berisiko menularkan?
"Kalau kita masih menggunakan APD, masih menggunakan masker, masih bisa terfiltrasi oleh maskernya. Kemudian, kita juga masih memakai kacamata kan? Saat kita naik motor sebaiknya helm yang ada kacanya kan. Kalau pun ada microdroplet, itu akan menempel di kaca helm. Jadi di dalam menggunakan angkutan sepeda motor, helm itu juga bisa berfungsi menjadi face shield, itu barrier pertama terhadap droplet yang muncrat-muncrat itu," kata Agus.
Menurut dia, helm dan masker sudah cukup memadai sebagai proteksi terhadap droplet ketika sedang berkendara dengan menggunakan sepeda motor.
Namun, jika keduanya tidak dipakai, bisa saja droplet ikut terhirup.
Baca juga: INFOGRAFIK: Penyebaran Virus Corona Melalui Udara