Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berikut Analisis Lapan soal Banjir di Luwu Utara

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/AMRAN AMIR
Banjir yang merendam Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, sejumlah warga memilih mencari tempat yang aman karena khawatir banjir susulan akan kembali terjadi, Sabtu (8/6/2019).
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Banjir bandang sempat menerjang Masamba, di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan pada Senin (13/7/2020).

Diberitakan KOMPAS.com (14/7/2020), banjir disebabkan lantaran meluapnya sungai yang membuat akses jalan tertutup lumpur dengan ketinggian beragam.

Banjir di Luwu Utara sempat mengundang keprihatinan banyak pihak bahkan memunculkan trending tagar #prayformasamba dan #banjirluwuutara di Twitter.

Baca juga: Viral hingga Trending, Ini Cerita di Balik Video Dirut KAI Naik Rakit Saat Tinjau Banjir

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejauh ini, setidaknya 19 orang telah meninggal dunia akibat banjir tersebut.

Sementara itu, menurut Kepala Pelaksana BPBD Luwu Utara Muslim Muchtar terdapat 15.000 jiwa yang mengungsi akibat banjir bandang tersebut.

Banjir bandang tersebut, menuut BMKG diakibatkan oleh hujan lebat yang dipengaruhi suhu muka laut di Teluk Bone.

Selain BMKG, Lapan juga menganalisis banjir yang terjadi di Kabupaten Luwu Utara Sulawesi Selatan tersebut.

Baca juga: Belajar dari Jepang yang Punya Sejarah Panjang soal Banjir...

Perubahan penutup lahan

Salah satunya yakni analisis terkait kemungkinan perubahan penutup lahan sebagai penyebab banjir.

“Hasil analisa penutup lahan tersebut menunjukkan tidak ada perubahan yang cukup signifikan baik untuk penutup lahan hutan, pertanian, maupun lainnya,” ujar Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Dr M. Rokhis Khomarudin kepada Kompas.com, Jumat (17/7/2020).

Baca juga: Banjir dari Jabodetabek hingga Surabaya, Kenapa Bisa Terjadi?

Artinya, dari analisis yang dilakukan Lapan melalui tim Deputi Bidang Penginderaan Jauh menunjukkan kajian awal, banjir bukan diakibatkan dari alih fungsi lahan.

“Maksudnya tidak ada alih fungsi lahan yang signifikan. Tidak banyak perubahan area hutan menjadi area lainnya,” ujar Rokhis.

Analisis tersebut dilakukan menggunakan data satelit Landsar.

Meski demikian pihaknya menyampaikan hasil analisis tersebut masih perlu dikaji lebih mendalam karena ada beberapa spot pembukaan lahan yang belum terlihat jelas dari citra satelit yang digunakan.

"Masih diperlukan satelit dengan resolusi lebih tinggi untuk analisis lebih lanjut," katanya lagi.

Baca juga: Mencairnya Es di Greenland dan Risiko Banjir Tahunan...

Analisis curah hujan

Selain penutup lahan, Lapan juga menganalisis curah hujan yang terjadi pada 11-13 Juli 2020.

Pengamatan dengan satelit Himawari-8 menunjukkan memang terjadi hujan dengan intensitas tinggi pada 12 Juli 2020 pukul 22.00 WITA hingga pukul 06.00 WITA pada 13 Juli 2020.

Selanjutnya pada siang hari pada pukul 13.00 WITA hujan kembali terjadi dengan intensitas lama hingga malam hari saat banjir bandang terjadi.

“Curah hujan membawa pengaruh yang signifikan sebagai pembawa material lumpur dan ranting pohon dari wilayah hulu sungai,” terang Rokhis.

Baca juga: Benarkan Gerhana Bulan Sebabkan Banjir Rob, Ini Penjelasan BMKG

Sementara itu, Tim Lapan juga menganalisis struktur geomorfologi dan geologi di Kabupaten Luwu Utara yang memperlihatkan bahwa wilayah hulu sungai Sabbang, Sungai Radda dan Sungai Masamba adalah perbukitan sangat terjal dan kasar yang dibentuk dari patahan-patahan tektonik masa lampau.

Banyaknya patahan yang ada di wilayah ini menyebabkan struktur batuan atau tanah tak cukup mempertahankan posisinya.

“Hal ini menyebabkan mudah terjadi longsor yang apabila terakumulasi dapat terjadi banjir bandang,” ujarnya.

Ia menyampaikan saat ini Tim Lapan bersama dengan tim dari Center of Remote Sensing ITB, Universitas Hasanudin, dan Asian Institute of Technology (AIT) masih terus bekerja untuk menganalisis daerah yang rusak akibat banjir bandang di kota Masamba.

“Masih terus dikaji lagi. Itu hasil awal,” pungkasnya.

Baca juga: Perhatikan Ini Saat Sumbang Makanan bagi Korban Banjir...

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi