Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengaktifan Tim Pemburu Koruptor, Urgensi Reformasi Kepolisian, dan Kaburnya Djoko Tjandra...

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz memberi keterangan kepada wartasan usai sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2019).
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai reformasi kepolisian lebih urgen dibandingkan mengaktifkan kembali Tim Pemburu Koruptor (TPK).

"Kami melihat justru lebih urgen pemerintah mereformasi kepolisian, bukan berarti tidak setuju," kata Donal saat dihubungi Kompas.com, Jumat (17/7/2020).

"Karena belajar dari persoalan kaya begini, ada persoalan serius di tubuh kepolisian, bahwa red notice dihapus, ada surat jalan, ini ada skandal besar di institusi kepolisian," sambungnya.

Baca juga: Rencana Akan Dihidupkan Lagi, Apa Itu Tim Pemburu Koruptor?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebagaimana diketahui, pemerintah akan mengaktifkan kembali Tim Pemburu Koruptor (TPK), yang salah satu tugasnya meringkus para buron terkait kasus korupsi, semisal Djoko Tjandra.

Menurut Donal, problem kuroptor yang lari merupakan masalah di tubuh penegak hukum, bukan problem eksternal.

Selain itu, reformasi institusi akan memiliki dampak yang lebih panjang dibandingkan sekedar membentuk tim taktis.

Terlebih, tim tersebut biasanya hanya bekerja di permukaan dan tak memiliki akses untuk mereformasi.

"Tim ad-hoc itu problem-nya selalu tidak akan bisa menembus reformasi, dia hanya bekerja di kulit," jelas dia.

Baca juga: Selain Jiwasraya, Berikut Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia

Masalah laten

Donal mengatakan, perburuan koruptor sebenarnya tugas penegak hukum. Namun, banyaknya korupsi di tubuh institusi itu berakibat pada tidak tercapaianya perburuan tersebut.

Karena sumber masalahnya berada di dalam, maka dia menyebut pembentukan TPK tak akan mampu berbuat lebih jauh.

"Jadi problem-nya adalah masalah laten dan obatnya bukan di tim seperti itu. Karena kalau tidak dibersihkan penegak hukumnya, tim ini tidak akan bekerja, karena dia juga yang menghalangi. Dibentuk tim ini, macetnya ya di sana juga," ucap Donal.

"Bahwa sebagai forum konsultasi silakan, forum cair saja, undang beberapa ahli beberapa pakar. Tapi masalahnya harus disasar, sumbernya dari mana," tambahnya.

Baca juga: Termasuk Harun Masiku, Mengapa Singapura Jadi Tujuan Favorit Buronan Indonesia?

Ibarat gunung es, Donal menyebut terungkapnya surat jalan Djoko Tjandra yang menyeret Brigjen Prasetijo Utomo hanya simpul kecil dari masalah lebih besar di tubuh kepolisian.

"Ini baru satu kasus. Berapa banyak buronan, berapa kasus pidung, berapa kasus pidsus, banyak sekali," tutupnya.

Sebagaimana diberitakan, Menko Polhukam) Mahfud MD akan mengaktifkan kembali Tim Pemburu Koruptor (TPK) untuk meringkus terpidana kasus Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra, yang kini masih buron.

"Kita itu punya Tim Pemburu Koruptor, ini mau kita aktifkan lagi," ujar Mahfud dalam keterangan persnya, Rabu (8/7/2020).

Baca juga: Selain Harun Masiku, Berikut Sejumlah Buronan Korupsi yang Kabur ke Luar Negeri

Mahfud menjelaskan, nantinya TPK akan beranggotakan pimpinan Kejagung dan Kemenkumham di bawah koordinasi Kemenko Polhukam.

Ia berharap upaya tersebut dapat menjadi solusi penangkapan Djoko Tjandra, termasuk buron lainnya.

"Nanti mungkin dalam waktu yang tak lama tim pemburu koruptor ini akan membawa orang, juga pada saatnya akan memburu Djoko Tjandra," kata dia.

Meski banyak mendapat kritikan, Mahfud menyebut pengaktifan kembali TPK akan tetap dikerjakan secara serius dengan memperhatikan saran dan masukan dari masyarakat.

Baca juga: Deretan Pernyataan Mahfud MD, dari Hak Veto hingga Hukum Arab

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 7 Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi