KOMPAS.com – Banjir yang terjadi di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Senin (13/7/2020), telah mengakibatkan 3.627 kepala keluarga atau 14.483 jiwa yang berasal dari tiga kecamatan harus mengungsi.
Para pengungsi itu tersebar di Kecamatan Sabbang, Baebunta, dan Masamba.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) memantau kerusakan yang terjadi akibat banjir melalui satelit SPOT-6 dan Pleiades pada Jumat (17/7/2020), yang diterima oleh Stasiun Bumi Penginderaan Jauh Lapan di Parepare.
Data tersebut selanjutnya diolah oleh tim Lapan di Jakarta dan dibandingkan dengan data satelit SPOT-7 sebelum kejadian pada 4 Oktober 2019.
“Hasil menunjukkan banjir bandang ini melalui Kecamatan Sabbang, Masamba, Baebunta, Malangke, dan Malangke Barat,” ujar Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Dr M. Rokhis Khomarudin, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (18/7/2020).
Baca juga: Saat Bupati Luwu Utara Jadi Korban Banjir dan Mengungsi Bersama Warga
Berikut ini hasil potret satelit Lapan terkait banjir di Luwu Utara:
Dari hasil tangkapan citra satelit tersebut, terlihat bahwa pada wilayah terdampak banyak bangunan di area pemukiman yang dilalui oleh banjir.
Selain itu, area persawahan dan perkebunan juga banyak yang rusak akibat terendam lumpur.
“Pada citra satelit, wilayah yang dilalui banjir bandang ini berwarna coklat karena keberadaan lumpur atau tanah yang mengering setelah 4 hari kejadian bencana,” kata Rokhis.
Data satelit juga menunjukkan adanya titik-titik longsor yang cukup banyak di wilayah hulu Sungai Sabbang, Sungai Radda, dan Sungai Masamba.
“Kondisi ini perlu diwaspadai untuk antisipasi kejadian bencana berikutnya,” ujar dia.
Baca juga: Banjir Bandang Landa Luwu Utara, Hutama Karya Terjunkan Alat Berat
Sebelumnya, Deputi Penginderaan Jauh Lapan juga menganalisis kemungkinan penyebab banjir Luwu Utara menggunakan citra satelit.
Dari kajian awal yang dilakukan, banjir kemungkinan tidak terkait dengan perubahan penutup lahan.
“Hasil analisa penutup lahan tersebut menunjukkan tidak ada perubahan yang cukup signifikan baik untuk penutup lahan hutan, pertanian, maupun lainnya,” ujar Rokhis, Jumat (17/7/2020).
Sementara itu, Lapan juga melakukan analisa curah hujan yang terjadi di Luwu Utara pada 11-13 Juli 2020.
Dari pengamatan satelit Himawari-8, hujan dengan intensitas tinggi terjadi pada 12 Juli 2020 pukul 22.00 WITA hingga 06.00 WITA.
Pada pukul 13.00 WITA, hujan juga kembali terjadi dengan intensitas lama hingga malam hari saat banjir terjadi.
Curah hujan ini berpengaruh signifikan membawa material lumpur dan ranting pohon di wilayah hulu sungai.
Selain itu, analisis struktur geomorfologi dan geologi juga memperlihatkan wilayah hulu sungai Sabbang, Sungai Radda dan Sungai Masamba adalah perbukitan sangat terjal dan kasar yang dibentuk dari patahan-patahan tektonik masa lampau.
Banyaknya patahan yang ada di wilayah ini juga dinilai menyebabkan struktur batuan atau tanah tak cukup mempertahankan posisinya sehingga besar kemungkinan untuk terjadi longsor.
Baca juga: Rumah Jabatan Terendam Lumpur 2 Meter, Bupati Luwu Utara Mengungsi Bersama Warga
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.