Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pemimpin Redaksi Kompas.com
Bergabung sejak: 21 Mar 2016

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Tak Perlu Kerja Keras untuk Indonesia Kalahkan China Perihal Covid-19

Baca di App
Lihat Foto
AFP/NICOLAS ASFOURI
Petugas laboratorium memperlihatkan model virus Covid-19 di Quality Control Laboratory Sinovac Biotech, Beijing, China. Gambar diambil pada 29 April 2020.
Editor: Amir Sodikin

KOMPAS.com - Apa kabarmu pekan ini? Mendapati kabar baik dari orang-orang dekat atau sahabat adalah kegembiraan kita akhir-akhir ini.

Tidak heran, pertanyaan "apa kabar" yang sebelum pandemi seperti basa-basi, terasa punya energi selama pandemi.

Di tengah ketidakpastian situasi karena pandemi yang bisa mengganggu kesehatan, mendapati baiknya kondisi kesehatan kita, orang-orang dekat dan sahabat membuncahkan rasa syukur.

Rasa syukur baik juga untuk kesehatan mental kita. Di tengah situasi yang membuat kita bisa saja membuat daftar keluhan dan kekecewaan, memiliki rasa syukur juga mendewasakan.

Simbah atau kakek saya di Klaten, Jawa Tengah kerap berujar, doa terbaik adalah bersyukur atas situasi apa pun. Untuk bisa melakukan ini, saya merasa butuh waktu untuk didewasakan bahkan hingga hari-hari ini.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kita memang lebih cepat dan mudah membuat daftar permintaan atau keluhan atas kekecewaan daripada membuat daftar syukur atas apa yang sudah kita jalani dan dapati. Wajar. Kita masih perlu sama-sama belajar dan didewasakan.

Balik ke kabarmu pekan lalu yang semoga sehat selalu, saya hendak menyampaikan kabar yang membuat perasaan saya campur aduk juga antara kecewa dan bersyukur.

Sabtu, 18 Juli 2020, Indonesia mengalahkan China dalam jumlah kasus positif Covid-19. Tanpa kerja keras, Indonesia menggeser posisi China dari urutan 25. 

Berdasarkan data yang dihimpun Worldometers, Sabtu (18/7/2020), total kasus positif di Indonesia tercatat 84.882 berada di atas China yang mencatatkan 83.644 kasus.

Minggu (19/7/2020), Indonesia melaporkan tambahan 1.639 kasus baru. Pada hari yang sama, China melaporkan tambahan 16 kasus baru.

Satu catatan data dari satu lembaga kurang sahih untuk sebuah klaim kemenangan itu. Data John Hopkins University memperkuat klaim kemenangan itu. Minggu, 18 Juli 2020, Indonesia mencatatkan 86.521 kasus, sementara China 85.314 kasus.

Jujur, capaian ini membuat perasaan saya campur aduk antara kecewa dan bersyukur.

Kecewa karena penularan masih terjadi dengan angka yang sangat tinggi. Kecewa juga karena kita ternyata tidak perlu bekerja keras untuk mengalahkan China dalam kasus ini.

Lalu apa yang membuat kita bersyukur? Bersyukur karena fakta kita belum bekerja keras. Dengan bekerja lebih keras, kita akan bisa mengalahkan diri sendiri untuk menurunkan jumlah kasus positif Covid-19 setiap hari.

Apakah itu bisa? Pertanyaan ini tidak mudah dijawab karena jawaban pastinya tersedia bulan Agustus 2020. 

Namun, merujuk pada penjelasan para epidemiolog seperti Dicky Budiman dari Griffith University dan Pandu Riono dari Universitas Indonesia, sejumlah upaya masih bisa kita lakukan bersama-sama untuk menjawab pertanyaan itu.

Sebelum menyoroti upaya yang perlu kita lakukan dengan kerja keras untuk mengalahkan diri sendiri, saya mencatat tiga hal untuk "prestasi" kita tanpa kerja keras mengalahkan China.

Pertama, meskipun total angka positif Covid-19 di Indonesia sudah mengalahkan angka di China pekan lalu, tingkat dan jumlah pengujian di Indonesia sebenarnya tertinggal dari China. 

Kedua, angka positivity rate di Indonesia masih tergolong tinggi karena rata-rata masih di atas 11 persen.

Ketiga, karena dua catatan di atas, jika pengujian dilakukan lebih banyak atau setidaknya sama skalanya dengan China, jumlah angka infeksi dan kasus positif di Indonesia akan jauh lebih banyak dari yang ditemukan dan dilaporkan selama ini.

Dengan kerja keras dan pengujian lebih banyak lagi, dalam beberapa waktu ke depan, kasus positif Covid-19 di Indonesia akan jauh lebih tinggi. Pola penyebaran dan pertambahan kasus tengah terjadi di Indonesia.

Lalu apa yang bisa kita lakukan sebagai upaya-upaya baik untuk mengatasi situasi ini? Apa yang bisa kita lakukan bersama-sama untuk melandaikan kurva yang trennya masih naik?

Dicky Budiman menyebut empat langkah.

Pertama, pemerintah menguatkan strategi tes, tracing, dan isolasinya merujuk pada target WHO. Pembatasan interaksi manusia dengan aturan bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah di rumah perlu diteruskan. Beberapa pemerintah daerah melakukan ini.  

Kedua, masyarakat dan kita ada di dalamnya mematuhi protokol kesehatan, yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M) setiap beraktivitas dan berkontak dengan orang lain.

Ketiga, ilmuwan dan akademisi konsisten memberi saran dan peringatan berbasis data dan ilmu pengetahuan sehingga publik diajar berpikir dan berargumentasi secara rasional.

Keempat, keterlibatan masyarakat sipil sebagai inisiator gagasan dan mitra strategis pemerintah dalam pelaksanaan program ini. 

Untuk langkah-langkah ini, pemantauan dan penerapan sanksi untuk pelanggar perlu diterapkan. Namun, sebelum pemantauan dan penerapan sanksi itu, pemerintah bertugas mengedukasi masyarakat. 

Kepada mereka yang kita jumpai tidak mematuhi protokol kesehatan karena berbagai alasan, kita bisa membantu memberi penjelasan. Penting memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan yang berdampak untuk melandaikan kurva.

Melihat kondisi ini, tidak heran jika para akademisi dan ilmuwan memberi peringatan bahwa pandemi di Indonesia masih jauh dari akhir. Pelonggaran aktivitas ekonomi harus dibarengi dengan pengetatan atas protokol kesehatan.

Terkait dengan akhir masa pandemi, ada sedikit kabar baik yang memunculkan harapan besar. Pekan lalu, upaya dunia untuk menemukan vaksin Covid-19 menunjukkan perkembangannya.

Di Indonesia, pada Agustus 2020 akan dilakukan uji klinis untuk vaksin yang diproduksi Sinovac Biotech Ltd. Di Indonesia, Sinovac bekerja sama dengan Perusahaan BUMN PT Bio Farma.

Menurut Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir, vaksin Covid-19 produksi Sinovac sudah melewati uji klinis fase I dan II pada Juni 2020. Uji klinis ini tidak menemukan efek samping yang parah dan menghasilkan respons kekebalan pada 743 relawan.

Uji klinis tahap III akan segera dilakukan di Indonesia dan sejumlah negara lain. Kabar baik lainnya, transfer teknologi produksi vaksin Covid-19 dari Sinovac ke Bio Farma bisa dilakukan saat uji klinis fase III.

Untuk keperluan uji klinis fase III ini, Bio Farma akan bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes).

Koordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga dilakukan. Jika disetujui BPOM, vaksin bisa mulai digunakan untuk keadaan darurat mulai kuartal pertama 2021.

Sebagai produsen vaksin, Sinovac memiliki kredibiltas. Sejumlah vaksin di lebih dari 30 negara mereka poduksi, salah satunya vaksin Hepatitis A yang mendapat pengakuan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Selain bekerja sama dengan Sinovac, Bio Farma mengembangkan vaksin lokal di bawah konsorsium nasional yang dibentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Selain Bio Farma, konsorsium nasional ini terdiri dari Eijkman Institute, kementerian dan institusi terkait, serta perguruan tinggi.

Untuk vaksin lokal ini, paling cepat diperkirakan akan tersedia di masyarakat awal atau bahkan pertengahan 2020. Karena kerumitannya, ketidakpastian soal waktu ini menjadi sangat tinggi.

Soal waktu, Juli ini adakah akhir bagi tubuh fana penyair Sapardi Djoko Damono. Minggu, 19 Juli 2020 kabar duka terkait tentang fananya raga itu datang. Sapardi Djoko Damono berpulang.

Penyair yang yang begitu populer ini dikenang oleh banyak kalangan dan berbagai generasi. Kecintaannya pada keheningan terwujud saat ia kembali pulang dalam hening, Minggu pagi.

Banyak kenangan umum maupun personal terhadap sosok penyair sederhana ini.

Dari teladan Sapardi yang secara konsisten dilakukan selama ini dan telah menjadi "puisi", saya juga ingin menjadi puisi, bukan penyair. Penyair berakhir, puisi abadi.

Salam abadi,

Wisnu Nugroho

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi