Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO Sebut Hasil Tes Covid-19 di Indonesia Lama, Apa Dampaknya?

Baca di App
Lihat Foto
Horth Rasur
Ilustrasi tes corona dengan menggunakan metode swab atau usap untuk mengetahui seseorang terinfeksi Covid-19.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Selain jumlah tes yang masih rendah, lamanya hasil pengujian Covid-19 di Indonesia juga menjadi sorotan banyak pihak.

Dalam catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) disebutkan, butuh waktu sekitar satu minggu untuk mendapat hasil pengujian virus corona di Indonesia.

Padahal, standar yang ditetapkan WHO terkait durasi pengujian adalah 24 sampai 48 jam.

Efektifitas Pelacakan kasus

Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengatakan, lamanya pengujian Covid-19 di Indonesia ini akan berdampak pada efektifitas program pelacakan kasus.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Padahal, pelacakan atau tracing berkontribusi besar dalam menghentikan laju penyebaran virus corona.

"Lebih dari tiga hari maka efektifitas program pelacakan kasus kontak dan kontribusi untuk menurunkan kecepatan penularan jadi minim dan tidak signifikan," kata Dicky kepada Kompas.com, Senin (20/7/2020).

Menurut Dicky, hasil riset menunjukkan bahwa batas maksimal hasil tes Covid-19 adalah 3 hari.

Dicky menyebut lamanya proses pengujian ini disebabkan oleh terbatasnya jumlah laboratorium, sumber daya manusia, dan utilitas mesin PCR yang masih kurang.

Dengan kondisi itu, penumpukan sampel pun tak bisa dihindarkan. Padahal, secara normal hasil pengujian bisa diketahui dalam 24 jam.

"Namun dengan banyaknya sampel tentu akan perlu waktu. Karena pemeriksaan PCR ini ada proses di mana memang perlu tangan manusia yang terampil sebelum masuk ke mesin," jelas dia.

"Walaupun misalnya Surabaya memilih melakukan pooling test, ya tetap juga perlu SDM yang cukup di laboratoriumnya," sambungnya.

Baca juga: WHO Soroti Jumlah Tes, Positivity Rate, dan Kapasitas Rawat Inap RS di Indonesia

Perlu inovasi

Karena itu menurut Dicky, diperlukan inovasi agar masalah tersebut bisa teratasi, seperti yang dilakukan oleh biofarma dan FK Unpad atau mengadakan mesin pemeriksaan seperti yang dimiliki Eijkman.

Namun, saat ditanyakan mengenai apakah penumpukan sampel itu akan berpengaruh pada akurasi hasil pengujian, Dicky tak bisa memastikan. 

Dalam kaitannya dengan kualitas program pengujian dan pelacakan, dia belum melihat dua hal penting di Indonesia, yaitu quality control dan quality assurance.

"Hal yang belum saya lihat dalam program testing tracing di kita adalah quality control dan quality assurance-nya. Dua hal ini yang akan menjaga kualitas program testing dan tracing," tutupnya.

Hingga saat ini, Indonesia telah melaporkan 88.214 kasus infeksi dengan 4.239 kematian dan 46.977 pasien dinyatakan sembuh.

Angka itu termasuk 1.693 kasus infeksi baru yang dilaporan pada Senin (20/7/2020) dari pemeriksaan terhadap 14.027 spesimen milik 13.250 orang dalam sehari.

Di sisi lain, secara total pemerintah sudah memeriksa 1.235.545 spesimen dari 720.498 orang yang diambil sampelnya.

Sebagai catatan, satu orang bisa menjalani pemeriksaan spesimen lebih dari satu kali.

Baca juga: Catatan WHO Soal Covid-19 di Indonesia: Kapasitas Tes Masih Rendah

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi