Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sore Ini Sidang Isbat Idul Adha, Bagaimana Cara Menentukan Hilal?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO
Ilustrasi hilal: Tim Lakjnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama meneropong untuk melihat rukyat hilal di Jakarta, Senin (8/7/2013). Hasil rukyat hilal ini untuk menetapkan 1 Ramadhan 1434 H.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Menjelang datangnya hari raya Idul Adha, Kementerian Agama (Kemenag) dijadwalkan akan menggelar sidang isbat pada Selasa (21/7/2020) sore ini.

Sidang ini dilakukan untuk mengetahui posisi hilal atau bulan baru. Adapun kali ini untuk menentukan kapan hari raya kurban itu tiba.

Dalam kalender Islam, Idul Adha jatuh pada setiap tanggal 10 Dzulhijjah.

Akan tetapi, karena adanya perbedaan perhitungan penanggalan, Hijriah menggunakan bulan, sementara Masehi menggunakan matahari, maka sidang isbat ini selalu penting untuk menentukan penghitungan waktu yang tepat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika 1 Zulhijjah 1441 H sudah diketahui, maka kapan Idul Adha tiba akan mudah untuk diketahui.

Tidak hanya Zulhijjah, bulan Ramadhan dan Syawal juga menjadi dua bulan Hijriah lain yang selalu dicari tahu kepastiannya melalui sidang isbat.

Namun, bagaimana cara perhitungan atau parameter yang digunakan untuk menentukan apakah hasil pengamatan sudah menunjukkan awal bulan baru atau belum?

Baca juga: Sidang Isbat Idul Adha Digelar Selasa Sore Ini, Ini Rangkaian Acaranya

Observasi

Dikutip dari Planetarium Jakarta, berikut ini adalah teknis menetapkan bulan baru dalam kalender Hijriah melalui proses melihat hilal.

Untuk menetapkan datangnya awal bulan baru dalam kalender Hijriah maka akan dilakukan observasi atau juga disebut sebai rukyat.

Ini merupakan ranah ilmiah yang dilakukan untuk mencari bukti astronomis dari perhitungan atau hisab yang dilakukan.

Oleh karena itu, tahapan mendengarkan laporan hasil rukyat dari seluruh wilayah Indonesia akan selalu ada dalam setiap sidang isbat yang digelar, pun dengan yang akan dilakukan sore ini.

Kelompok mana pun boleh terlibat dalam proses pengamatan ini selama mengikuti prosedur yang ada untuk mendapatkan kesaksian yang jelas dan akurat.

Hari hisab dan rukyat untuk menentukan tanggal 1 bulan baru selalu dilakukan pada tanggal 29 di bulan Hijriah sebelumnya.

Pelaksanaan rukyat di tanggal 29 dipilih karena satu periode bulan Hijriah (dari purnama ke purnama selanjutnya) adalah berbeda-beda dan tidak bulat, sekitar 29,5 hari.

Berdasar pada hal ini pula, nantinya akan ditentukan apakah satu bulan Hijriah harus digenapkan menjadi 30 hari atau disepakati menjadi 29 hari saja.

Apabila menjadi 30 hari, maka tanggal 1 bulan baru akan datang lusa dari hari observasi.

Sementara jika hanya disepakati 29 hari saja, maka jika hari ini observasi, maka esok sudah masuk tanggal 1 bulan baru.

Baca juga: Mengenal Sidang Isbat dan Penentuan Awal Ramadhan, Syawal serta Dzulhijjah

Kriteria MABIMS

Untuk menentukan apakah posisi hilal sudah menunjukkan masuk bulan baru atau belum, maka ada sejumlah persyaratan yang harus memenuhi kriteria MABIMS (Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura).

Di antaranya ketinggian Bulan minimal 2 derajat untuk seluruh wilayah negara anggota, jarak sudut Matahari dan Bulan minimal 3 derajat, atau umur Bulan minimal 8 jam setelah ijtima.

Ijtima atau konjungsi geosentris adalah peristiwa ketika Bumi dan Bulan berada di posisi bujur langit yang sama, jika diamati dari Bumi.

Walaupun sudah terjadi ijtima, hilal belum tentu dapat diamati, misalnya karena terlalu dekat dengan Matahari.

Apabila posisi hilal belum memenuhi kriteria awal bulan yang ada, maka seluruh negara anggota MABIMS, yakni Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura, secara hisab menggenapkan hitungan bulan menjadi 30 hari.

Meski keputusan tetap berdasar musyawarah dan kesepakatan pemerintah masing-masing yang kemudian disahkan sebagai keputusan pemerintah untuk diikuti oleh seluruh warga negara.

Proses melihat hilal dan mempertimbangkan sejumlah ketentuan untuk menentukan bulan baru Hijriah akan terus dilakukan sampai kapan pun, mengingat posisi Bulan yang setiap tahunnya bergeser 3 cm dari Bumi, yang pasti akan mempengaruhi penanggalan yang ada.

Baca juga: Sidang Isbat, Rukyat, Hisab, dan Penanggalan Islam

Perbedaan awal bulan antar negara

Sering terjadi, di Arab Saudi sudah menyatakan masuk awal bulan Syawal, namun di Indonesia kita masih melakukan puasa terakhir.

Hal itu ternyata merupakan sesuatu yang wajar. Mengapa?

Sebab hilal bisa jadi sudah terlihat di Arab Saudi yang secara geografis terletak jauh di barat Indonesia dan memiliki zona waktu yang berbeda.

Misalnya, di Arab Saudi bulan sudah ada di usia 9 jam, sementara di Indonesia masih berusia 5 jam. Jika menilik syarat yang disebutkan sebelumnya, maka bulan di Indonesia akan digenapkan menjadi 30 hari, sementara di Arab Saudi 29 saja.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi