KOMPAS.com – Para peneliti mengidentifikasi tiga cara tubuh seseorang yang terinfeksi virus corona menghasilkan sel T (sel-sel kekebalan tubuh) dalam melawan virus.
Melansir dari SCMP (16/7/2020), penelitian tersebut melibatkan 125 pasien yang diakukan oleh para ilmuwan Amerika dan merupakan penelitian terbesar.
Dari penelitian yang dilakukan, mereka melihat bagaimana respons imun tubuh terhadap suatu infeksi virus akan sangat menentukan hidup dan mati seseorang.
Baca juga: Vaksin Corona dari Oxford Dinilai Aman, Dijanjikan Siap pada September
Sebagaimana diketahui, saat seseorang terinfeksi maka sistem kekebalan tubuh akan menghasilkan sel T untuk mengatasi infeksi tersebut.
Pada dasarnya proses ini muncul dalam dua bentuk yakni yang berfungsi sebagai "pembantu" yang akan mengatur respons pertahanan atau menjadi "pembunuh" yang menargetkan musuh dalam hal ini virus.
"Pembunuh" akan menghancurkan sel-sel virus dengan bahan kimia beracun.
Akan tetapi, untuk melakukannya mereka perlu koordinasi dengan yang bertindak sebagai "pembantu".
Baca juga: Memprediksi Kapan Pandemi Covid-19 di Indonesia Akan Berakhir...
Sistem kekebalan tubuh
Dari penelitian yang dilakukan, para peneliti mengatakan, pada kasus pasien yang sakit parah, bentuk kerja sama tersebut hilang.
Para peneliti dari rumah Sakit Universitas Pennsylvania di Amerika Serikat yang dipimpin profesor kedokteran Dr Nuala Meyer dengan penelitian yang terbit di Majalah Science tersebut menyebut, ada ‘tiga imunotipe’ yang berkaitan dengan bagaimana kondisi semakin buruk atau adanya peningkatan kesehatan.
Tipe pertama adalah munculnya sel pembantu dalam jumlah banyak, tetapi di sisi lain sel pembunuh menjadi ditekan.
Baca juga: CDC Tambahkan 6 Gejala Baru Virus Corona, Apa Saja?
Jika ini terjadi, maka hanya ada sedikit 'pejuang' yang akan mengalahkan virus padahal virus siap menyerang.
Sedangkan Imunotipe kedua yakni orang-orang yang sistem kekebalannya menghasilkan jumlah sel pembunuh jauh lebih tinggi di mana mereka siap menghancurkan virus akan tetapi tak cukup memiliki sel pembantu yang akan bekerja mengoordinasikan pertarungan.
Akibatnya para penderita mengalami Covid-19 yang parah tetapi berhasil selamat.
Sedangkan yang ketiga adalah mereka yang gagal menghasilkan sel T jenis apa pun yang berati mereka tak memiliki daya tembak unuk menghancurkan sel-sel invasif dan karenanya mereka paling berisiko meninggal.
Baca juga: Ramai soal Penolakan Jenazah Covid-19, Dokter: Pasien Meninggal, Virus Pun Mati
Sistem pengobatan
Meskipun para peneliti tak bisa menjelaskan alasan kenapa tanggapan sistem kekebalan tubuh setiap orang berbeda, akan tetapi mereka menduga hal ini terkait dengan kesehatan umum pasien saat mereka terinfeksi.
Dalam penelitian ini para pasien menerima perawatan yang kurang lebih sama, sehingga peneliti menyarankan agar dokter melakukan pendekatan yang lebih khusus.
"Temuan ini mempromosikan ide untuk menyesuaikan perawatan klinis atau uji klinis berbasis kekebalan di masa depan berdasarkan immunotype tampaknya akan menunjukkan manfaat potensial yang lebih besar," kata mereka.
Baca juga: Bukan China, India Jadi Episentrum Baru Virus Corona di Asia
Meski demikian seorang dokter di Beijing yang enggan disebut namanya mengatakan sistem pengobatan seperti itu sudah ada.
Ia menyebut, tanggapan kekebalan berbeda pada setiap orang sudah diamati para dokter di garda depan sejak awal-awal wabah.
Di mana perawatan yang bekerja secara menakjubkan pada seseorang belum tentu berlaku bagi orang lain dan justru bisa berpotensi membunuhnya.
“Terlalu banyak sel T penolong dapat menyebabkan badai (peradangan) Beberapa obat dapat menekan sinyal tersebut sebelum menimbulkan kekacauan,” tuturnya.
Baca juga: Simak Cara Penggunaan Masker yang Benar dan Kesalahan yang Sering Dilakukan