KOMPAS.com - Kasus pembobolan rekening bank dengan memanfaatkan struk ATM terjadi di Sumatera Selatan.
Menurut Kasubdit III Jatanras Diteskrum Polda Sumatera Selatan Kompol Suryadi, kasus itu terbongkar setelah petugas mendapat laporan pada 12 September 2019.
Setelah dilakukan penyidikan, pelaku melakukan penarikan uang di rekening korban dengan menggunakan dokumen palsu.
"Dokumen itu berhasil dibuat para tersangka ini dengan mengambil struk penarikan di setiap ATM," kata Suryadi.
Menurut polisi, pelaku membuat KTP dan buku tabungan korban untuk dipalsukan.
Selanjutnya, mereka menarik uang di bank dengan modus ATM tertinggal. Uang ratusan juta rupiah berhasil dibobol oleh para pelaku yang diketahui berjumlah orang itu.
Baca juga: Polisi: Pelaku Incar Sampah Struk ATM dengan Saldo Besar, Lalu Buat KTP Palsu
Meski baru pertama terjadi, benarkah ada potensi pembobolan rekening dengan menggunakan struk ATM?
Menurut ahli IT yang juga dosen Ilmu Komputer Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Rosihan Ari Yuana, seharusnya tak ada informasi detail data nasabah pada struk ATM.
Namun, ada kemungkinan struk ATM tersebut hanya digunakan sebagai bukti untuk meyakinkan petugas bahwa pelaku seakan-akan telah melakukan transaksi.
"Di struk itu tidak ada informasi detail tentang data nasabah. Menurut saya, struk yang diambil dari ATM itu hanya sebagai bukti penguat saja bahwa seakan-akan baru saja bertransaksi di ATM tersebut," kata Rosihan saat dihubungi Kompas.com, Kamis (23/7/2020).
Ia berpendapat, hampir tak mungkin membobol rekening bank hanya bermodalkan struk ATM.
Untuk keamanan, robek struk transaksi
Menurut Rosihan, pelaku kemungkinan sudah mengetahui data-data nasabah yang menjadi acuan untuk membuat buku tabungan dan KTP palsu.
Meski demikian, Rosihan mengimbau agar masyarakat merobek struk ATM terlebih dahulu ketika akan membuangnya.
"Sebaiknya ketika dibuang tetap dirobek, terutama yang bagian tertera nomor rekening dan kode transaksinya," jelas dia.
Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi ketika seseorang secara tak sengaja mengunggah data pribadi ke media sosial atau internet.
"Sehingga jika nomor rekening kita ketahuan, lalu si pencuri searching di Google, dapatlah data pribadi kita buat bekal bikin KTP atau buku tabungan palsu," kata dia dia.
"Kecuali kalau kita sama sekali tidak pernah publish data pribadi kita di internet, tapi siapa yang jamin? Amannya tetap dirobek saja," lanjut dia.
Berdasarkan keterangan kepolisian, pelaku mengandalkan struk dari hasil transaksi.
Selanjutnya, data korban dari struk yang mereka dapatkan, dicocokkan dengan data pada website pemilih milik Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Selanjutnya, pelaku memalsukan KTP berdasarkan data yang mereka peroleh.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.