Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Indah, Embun Es di Dieng Juga Bermanfaat bagi Petani, Simak Penjelasannya...

Baca di App
Lihat Foto
Kompas.com/Nur Rohmi Aida
Wisatawan Menikmati Embun Es Dieng
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Fenomena embun es di dataran tinggi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, menjadi perbincangan di kalangan warganet Twitter pada Minggu (26/7/2020) pagi.

Mereka terpesona dengan kecantikan hamparan rumput yang diselimuti kristal es bening.

Kepala UPTD Pengelola Obyek Wisata Banjarnegara Sri Utami, mengatakan, fenomena embun es ini biasa terjadi pada Juli hingga September dan terjadi setiap tahun.

Baca juga: Ramai di Twitter, Ini Penjelasan Pihak Pengelola soal Embun Es di Dieng

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat ini, embun es yang terlihat masih berada di fase awal dan belum mencapai puncaknya.

"Hari ini tadi (suhunya) minus 3 derajat," kata Uut, panggilan akrabnya, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (26/7/2020).

Kecantikan embun upas, begitu warga lokal biasa menyebut fenomena ini, dibuktikan dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke dataran tinggi Dieng.

Pada Sabtu, (25/7/2020) kemarin, wisatawan yang berkunjung ke Dieng mencapai 1.200 orang.

Mengingat saat ini Dieng masih dibuka terbatas untuk wisatawan dari DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan Jawa Tengah saja, maka jumlah tersebut terhitung naik tiga kali lipat.

Baca juga: Ramai Pesepeda di Perempatan Tugu Yogyakarta, Bagaimana Penjelasannya?

Berpengaruh pada tanaman kentang

Tidak hanya indah dipandang, ternyata embun es yang terjadi di dataran tinggi Dieng juga memengaruhi aktivitas pertanian masyarakat, terutama pada tanaman kentang.

"Kalau untuk petani, memang kalau terjadi berulang kali (embun es) akan berpengaruh terhadap tanaman, khususnya kentang," kata Uut.

Ia menuturkan bahwa embun es ini bisa menyebabkan gagal panen, dan juga kerugian pada petani kentang. Namun setelah embun es berlalu, tanah justru menjadi lebih subur dan hasil panen berikutnya menjadi lebih baik.

"Kalau keterangan dari petani sendiri, memang ketika terkena ebun upas, itu bisa menyebabkan gagal panen. Tapi pasca itu, mereka mendapatkan nilai lebih. Panen berikutnya biasanya melipat," kata Uut.

Baca juga: Manfaat di Balik Desain Ruangan dengan Aksen Tanaman Hias

Fenomena tahunan ini telah menjadi bagian dari siklus pertanian yang harus dihadapi oleh petani kentang di dataran tinggi Dieng.

Mengutip Harian Kompas, Jumat (9/8/2019), fenomena embun es pernah menjadi musibah karena berdampak terhadap 30 hektar tanaman kentang yang menjadi rusak akibat embun es tersebut.

”Di Dieng Kulon, tanaman kentang yang rusak sekitar 10 hektar. Di Dusun Pawuhan, Desa Karangtengah, lebih parah. Kerusakannya sekitar 20 hektar,” kata Koordinator Penyuluh Pertanian Kecamatan Batur Agus Rivai saat dihubungi dari Purwokerto, Banyumas, Jateng, Kamis (8/8/2019).

Baca juga: 3 Tanaman yang Jadi Sorotan di 2019: Bajakah, Kratom, dan Porang

Tanaman kentang yang rusak akibat embun es tersebut mula-mula menghitam daunnya karena beku diselubungi es. Selanjutnya, jika embun es terjadi dalam beberapa hari secara berturut-turut, tanaman akan kering dan kemudian layu, bahkan membusuk sampai akar.

Dari 30 hektar lahan kentang yang rusak, diperkirakan kerugian mencapai Rp 1,5 miliar. Petani setempat menyebut fenomena embun es ini sebagai embun upas atau embun racun karena mematikan kentang.

”Tanaman yang rusak paling parah adalah yang usianya di bawah satu bulan,” kata Agus.

Baca juga: Anggur Jan Ethes hingga Padi Fatmawati, Nama Tanaman dari Keluarga Presiden

Proses sterilisasi alam

Meski demikian, sejumlah petani mengamati bahwa setelah terserang embun upas, masa tanam berikutnya panen kentang yang dihasilkan bisa berlipat ganda.

Hal itu disebabkan bakteri dan hama penyerang kentang ikut mati akibat dinginnya embun es. Dalam kondisi normal, kentang yang dapat dipanen berkisar 12-15 ton per hektar.

"Embun upas juga membunuh organisme tanaman pengganggu dan ulat kentang sehingga tanah makin subur dan hasil panen berikutnya bisa berlipat,” kata Saroji, petani kentang yang memiliki warung makan serta penginapan di Dieng.

Hal serupa disampaikan Umar, petani lainnya. Ia memilih membiarkan ladangnya begitu saja sambil menunggu serangan embun upas selesai.

”Ini proses sterilisasi alam karena hama seperti lalat dan jamur ikut mati. Yang penting sabar saja,” ujar Umar yang juga mencari nafkah dengan berjualan minuman dan makanan ringan di kompleks Candi Arjuna.

Baca juga: Rekomendasi Tempat Wisata di Pacitan dengan Tarif Masuk Hanya Rp 5.000

Anomali cuaca ekstrem

Masih dari sumber yang sama, Kepala Stasiun Geofisika Banjarnegara Setyoajie Prayoedhie mengatakan, fenomena embun es di dataran tinggi Dieng terjadi antara lain karena adanya anomali cuaca ekstrem. Fenomena ini disebabkan banyak faktor dan biasa terjadi di dataran tinggi.

”Berdasarkan analisis BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika), aliran massa udara di wilayah Indonesia kini didominasi angin timuran, yaitu massa udara dingin dan kering yang berasal dari Benua Australia,” katanya.

Baca juga: Hujan di Saat Musim Kemarau, Mengapa Bisa Terjadi?

Monsoon Australia, menurut Setyoajie, diperkirakan lebih kuat dibandingkan dengan saat normal serta berpotensi mengurangi peluang pembentukan awan dan hujan di Indonesia.

Dampaknya yaitu pada dataran tinggi, puncak gunung, atau lereng gunung menjadi dingin secara cepat akibat kehilangan radiasi.

”Oleh karena itu, di puncak gunung bertekanan lebih tinggi dibandingkan dengan di lembah. Udara yang lebih dingin memiliki densitas (kerapatan udara) yang lebih besar, kemudian akan mengalirkan udara ke lembah. Udara dingin yang mengalir ke lembah secara signifikan mempercepat laju kondensasi uap air atau embun yang berada di bawah permukaan. Hal inilah yang dikenal sebagai embun es seperti yang terjadi di Dieng,” paparnya.

Baca juga: Trending di Twitter, Berikut Sekilas tentang Gunung Lawu dan Empat Jalur Pendakiannya

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi