KOMPAS.com - Tepat 24 tahun silam, 27 Juli 1996, Ibu Kota DKI Jakarta membara.
Peristiwa itu dikenang sebagai "Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli" atau Kudatuli.
Tragedi yang berawal dari konflik internal Partai Demokrasi Perjuangan (PDI).
Hari Sabtu, kala itu, terjadi peristiwa pengambilalihan paksa Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
Diberitakan Harian Kompas, 13 Oktober 1996, Komnas HAM menyebutkan, berdasarkan hasil investigasi Tim Pencari Fakta menyatakan terdapat lima orang tewas dalam kerusuhan tersebut.
Selain itu, Komnas HAM juga mencatat 149 orang terluka dan 23 orang lainnya hilang. Sementara, kerugian materiil ditaksir mencapai lebih dari Rp 100 miliar.
Harian Kompas pada 29 Juli 1996 memberitakan, kerusuhan bermula saat massa pendukung Ketua Umum PDI versi Kongres Medan Soerjadi berupaya merebut paksa Kantor DPP PDI.
Mereka ditengarai tak terima dengan hasil Kongres Jakarta yang memenangkan Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum PDI.
Baca juga: PDI-P Anggap Penuntasan Kasus Kudatuli Jalan di Tempat
Sengketa kepemimpinan PDI
Soerjadi, berdasarkan arsip Harian Kompas pada 23 Juli 1993, terpilih sebagai Ketum PDI periode 1993-1998 sekaligus ketua formatur penyusunan komposisi DPP. Ia terpilih secara aklamasi dalam Kongres Meda pada 22 Juli 1993.
Akan tetapi, tak semua kader PDI menerima keputusan Kongres Medan.
Soerjadi disebut terlibat dalam penculikan kader, sehingga diadakan Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya yang hasilnya menyatakan Megawati sebagai Ketum PDI.
Pada 22 Desember 1993, kader PDI yang memprakarsai KLB Surabaya kemudian mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) di Jakarta.
Munas tersebut mengukuhkan Megawati sebagai Ketum PDI periode 1993-1998.
Kepala Staf Sosial Politik ABRI saat itu, Letjen Syarwan Hamid menyatakan pemerintah mengakui DPP PDI hasil Kongres Medan dan tidak mengakui adanya DPP PDI pimpinan Megawati.
Namun, Megawati terus mendapat dukungan, terutama dari aktivis dan mahasiswa yang menentang rezim Presiden ke-2 RI Soeharto.
Pelbagai upaya penyelesaian sengketa kepemimpinan di internal PDI itu pun dilakukan, namun tidak berhasil.
Kerusuhan pecah
Sempat terjadi dialog antara perwakilan massa Soerjadi dengan massa Megawati. Namun, tak ada kesepatakan.
Bentrokan antara massa pendukung Soerjadi dengan massa pendukung Megawati pun tak terelakkan.
Hingga akhirnya, aparat keamanan mendatangi Kantor DPP PDI untuk 'mengamankan' sampai keadaan pulih.
Rupanya, bentrok tak berhenti setelah aparat datang. Massa pendukung Megawati terlibat bentrok dengan aparat usai dicegah kedatangannya ke Kantor DPP PDI.
Massa yang terdesak kemudian mundur dari Bioskop Metropole ke arah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat.
Akan tetapi hal itu kemudian membuat kerusuhan meluas di sejumlah wilayah di Jakarta. Sebab, massa terus bergerak.
Baca juga: Rangkaian Peristiwa Pasca Kudatuli 27 Juli 1996...
Tercatat, kerusuhan itu mengakibatkan 22 bangunan rusak, beberapa di antaranya dibakar massa.
Bangunan yang rusak misalnya Gedung Persit Chandra Kartika milik Angkatan Darat, Bank Kesawan, Bank Exim, Bank Swarsarindo Internasional, Show Room Toyota, Bank Mayapada, dan Gedung Departemen Pertanian.
Peristiwa Kudatuli juga mengakibatkan terbakarnya 91 kendaraan. Misalnya, lima bus kota, 30 kendaraan yang ada di ruang pameran, dan dua sepeda motor.
Kerusuhan dapat diredam sekitar pukul 16.35 WIB. Lima panser, tiga kendaraan militer khusus pemadam kebakaran, 17 truk, dan kendaraan militer lainnya dikerahkan dari Jl Diponegoro menuju Jl Salemba.
Tercatat, sebanyak 171 orang ditangkap dalam kerusuhan karena pengerusakan dan pembakaran. Rinciannya adalah 146 orang massa pendukung Megawati dan oknum lainnya dan 25 orang massa pendukung Soerjadi.
Baca juga: PDI-P Harap Komnas HAM Dukung Pengungkapan Peristiwa 27 Juli 1996
Pemerintah sebut organisasi 'penunggang'
Pemberitaan Harian Kompas, 31 Juli 1996, menuliskan, pemerintah menyebut Partai Rakyat Demokratik (PRD) berada di balik kerusuhan 27 Juli 1996.
Menko Polkam saat itu, Soesilo Soedarman juga mengatakan, ada dua organisasi lain yang ikut menunggangi Kudatuli. Keduanya adalah Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) dan Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI).
Mereka disebut secara nyata melawan Pemerintah Orde Baru. Penangkapan pun dilakukan terhadap Ketua dan Sekjen PRD, Budiman Sudjatmiko dan Petrus Hariyanto, pada 11 Agustus 1996.
Di hari yang sama, aparat juga menangkap salah seorang agitator PRD, Kendar Kusmandar. Kemudian juga menangkap Ketua SMID Jakarta, Garda Sembiring, serta Sekjen PPBI, Imanuel Pranowo.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.