Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kantor dan Sekolah Harus Tutup sampai Akhir Tahun, Tak Ada Pilihan untuk Indonesia"

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/wsj.
Ratusan calon penumpang KRL Commuter Line mengantre menuju pintu masuk Stasiun Bogor di Jawa Barat, Senin (8/6/2020). Antrean panjang calon penumpang tersebut terjadi saat dimulainya aktivitas perkantoran di Jakarta di tengah masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pandemi COVID-19.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah diingatkan untuk mengambil langkah pencegahan penularan virus corona yang lebih efektif, mengingat kasus Covid-19 di Indonesia yang terus meningkat.

Pada Senin (27/7/2020), angka kasus infeksi Covid-19 di Indonesia menembus angka 100.303 kasus, tertinggi di Asia Timur dan Asia Tenggara.

Angka 100.000 ini diperoleh setelah adanya tambahan 1.525 kasus baru, dengan total kematian akibat Covid-19 sebanyak 4.838 kasus.

Salah satu sumber penularan yang menjadi sorotan belakangan ini adalah meningkatnya penularan dari perkantoran.

Sejak Juni, sejumlah perusahaan menerapkan kembali bekerja di kantor, dengan aturan yang telah ditetapkan gugus tugas.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, penularan tetap tak bisa dihindari.

Baca juga: Penjelasan Bio Farma, Indonesia Bukan Kelinci Percobaan Vaksin China

Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengatakan, tak ada pilihan, jika ingin menekan laju penularan Covid-19, pemerintah perlu mengkaji ulang pembukaan kantor di sektor non-esensial.

Kantor di sektor non-esensial sebaiknya ditutup dan menerapkan kembali work from home (WFH) sampai akhir tahun.

Demikian pula sektor pendidikan.

"Kantor dan sekolah harus ditutup sampai akhir tahun. Tak ada pilihan lain buat Indonesia, kecuali mau membuat risiko terjadinya lonjakan besar kasus infeksi dan kematian," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/7/2020).

Ia mengatakan, penutupan kantor non-esensial dan sekolah harus dilakukan secara serentak dengan kedisiplinan penuh dari masyarakat.

Tak bisa kembali terapkan PSBB

Dicky mengatakan, kedisiplinan masyarakat menjadi penting. Alasannya, Indonesia tak mungkin menerapkan kembali penguncian atau pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang akan berdampak pada ekonomi negara.

Oleh karena itu, hal yang paling penting saat ini adalah mencegah kasus-kasus klaster, seperti perkantoran dengan penerapan WFH atau bekerja dari rumah.

"Prioritas selama masa rawan pandemi ini harus WFH dulu," kata dia.

Menurut Dicky, Indonesia bisa belajar dari apa yang terjadi di Australia. Ia menyebutkan, 80 persen kasus di Australia berasal dari klaster perkantoran.

Potensi penularan di gedung tertutup sangat besar karena penularan Covid-19 melalui microdroplet di indoor 20 kali lebih besar dibandingkan dari outdoor.

"Penularan di kantor yang indoor ini 20 kali lebih besar daripada outdoor. Kondisi inilah yang membuat orang-orang di dalam gedung sangat rawan," kata dia.

Sementara itu, pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan, meski angkanya telah mencapai 100.000 kasus, puncak pandemi virus corona di Indonesia masih jauh dan sulit diprediksi.

"Belum (puncak pandemi), masih jauh," ungkap Pandu saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/7/2020).

Puncak pandemi Covid-19 dapat dilihat jika sudah ada perlambatan pertumbuhan kasus. Adapun di Indonesia, hal ini susah diprediksi.

"Sulit diprediksi karena tidak ada variabel yang bisa dipakai," ujarnya.

Oleh karena itu, pemerintah diingatkan untuk memprioritaskan penanganan pandemi Covid-19.

Baca juga: Kasus Covid-19 Tembus 100.000, Indonesia Masih Krisis Kesehatan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi