Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Djoko Tjandra, Maria Pauline Lumowa, dan Tertangkapnya Buronan Kelas Kakap...

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/DANU KUSWORO
Djoko Tjandra
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Pelarian Djoko Tjandra selama buron 11 tahun terhenti sudah. Pasalnya aparat kepolisian telah menangkap terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali tersebut di Malaysia.

Kepala Bareskrim Polri Komjen Listryo Sigit Prabowo dikabarkan memimpin langsung penjemputan Djoko Tjandra.

Setelah dijemput di Bandara Halim Perdanakusumo, Djoko Tjandra langsung digelandang menuju Bareskrim Polri, Kamis (30/7/2020) malam.

Berikut perjalanan kasus Djoko Tjandra:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali

Djoko Tjandra diketahui merupakan satu dari sejumlah nama besar yang terlibat dalam kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.

Mengutip Harian Kompas, 24 Februari 2000, Direktur PT Era Giat Prima itu dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat.

Dalam dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp 940 miliar.

Baca juga: Akhir Pelarian Djoko Tjandra dan Cerita Tiga Jenderal

Tetapi, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai oleh R Soenarto memutuskan untuk tidak menerima dakwaan jaksa tersebut.

Adapun alasannya yakni cessie bukan perbuatan pidana melainkan masalah perdata.

Sehingga, Djoko yang akhirnya terbebas dari dakwaan telah melakukan tindak pidana korupsi ini tidak bisa lagi dikenai tahanan kota.

Tidak terima dengan putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Moekiat mengajukan perlawanan ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

Hasilnya, tertanggal 31 Maret 2000, PT DKI Jakarta memutuskan dakwaan JPU dibenarkan dan pemeriksaan perkara Djoko Tjandra dilanjutkan.

Baca juga: Djoko Tjandra Ditangkap, Berikut Sekilas tentang Perjalanan Kasusnya...

Lolos dari jerat hukum

Namun, lagi-lagi Djoko Tjandra lolos dari jerat hukum.

Majelis hakim menilai kasus Bank Bali dengan terdakwa Djoko Tjandra bukan merupakan kasus pidana melainkan perdata.

Dalam putusan itu, disebutkan bahwa dakwaan JPU yang menyatakan bahwa Djoko telah memengaruhi para pejabat otoritas moneter guna memperlancar pencairan klaim Bank Bali pada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), sama sekali tidak terbukti.

Jaksa Agung Marzuki Darusman pun tidak menduga Djoko Tjandra dinyatakan bebas dari tuntutan hukum.

Baca juga: Berkaca dari Kasus Djoko Tjandra, Mengapa Penegak Hukum Justru Melanggar Hukum?

Oleh karenanya, Kejaksaan melanjutkan prosesnya di tingkat kasasi. Dalam kasasi itu, jaksa juga menguraikan kelemahan putusan majelis hakim yang menilai perjanjian cessei yang dituduhkan kepada Djoko adalah murni perdata.

Namun, lagi-lagi majelis hakim menolak kasasi yang diajukan oleh Kejaksaan Agung itu.

Langkah Djoko Tjandra akhirnya tertahan setelah jaksa mengajukan PK terhadap putusan kasasi MA terkait dengan terdakwa Djoko yang dinilai memperlihatkan kekeliruan yang nyata.

PK tersebut diajukan pada 15 Oktober 2008. Menurut jaksa, putusan majelis kasasi MA terhadap Djoko, Pande, dan Syahril berbeda-beda.

Padahal, ketiganya diadili untuk perkara yang sama, dalam berkas terpisah.

Baca juga: Profil Tiga Jenderal yang Dicopot dari Jabatannya karena Kasus Djoko Tjandra

Harian Kompas, 12 Juni 2009 memberitakan, Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman terhadap Djoko dan mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, masing-masing dengan pidana penjara selama dua tahun.

Mereka dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara pengalihan hak tagih piutang (cessie) Bank Bali.

Dalam putusan tersebut, menurut Kepala Biro Hukum dan Humas MA Nurhadi, MA juga memerintahkan dana yang disimpan dalam rekening dana penampungan atau Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.

Sayangnya, sebelum dieksekusi Djoko telah melarikan diri ke Papua Nugini. Kaburnya Djoko, sebagaimana diberitakan Harian Kompas, 20 Juni 2009, diduga karena bocornya putusan peninjauan kembali oleh MA.

Baca juga: Terseret Kasus Djoko Tjandra, Ini Kekayaan Brigjen Prasetijo Utomo

Tetapi, pada hari ini Kamis (30/7/2020) malam, pria yang sudah buron sejak 2009 itu berhasil ditangkap.

Kasus Maria Pauline Lumowa

Selain Djoko, ada satu buronan yang juga meninggalkan Indonesia sejak belasan tahun silam dan baru-baru ini juga berhasil ditangkap, ia adalah Maria Pauline Lumowa.

Maria merupakan buronan sekaligus tersangka atas kasus pembobolan Bank Negara Indonesia (BNI).

Diberitakan Kompas.com, 9 Juli 2020, setelah 17 tahun buron, Maria Pauline Lumowa akhirnya diekstradisi dari Serbia, Rabu (8/7/2020).

Baca juga: Trending Topic Taufik Hidayat dan Lingkaran Korupsi di Kemenpora...

Proses ekstradisi dilakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) ini dilakukan oleh delegasi pemerintah yang dipimpin Menkumham Yasonna Laoly.

Kasus pembobolan kas Bank BNI Cabang Kebayoran Baru senilai Rp 1,7 triliun lewat letter of credit (L/C) fiktif ini berlangsung pada Oktober 2020 hingga Juli 2003.

Sebelum Mabes Polri membentuk tim khusus dalam menyelidiki kasus ini, Maria Pauline Lumowa yang menjadi salah satu tersangka pun terlebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, dan sempat berada di Belanda pada 2009.

Baca juga: Pusaran Kasus Korupsi Jiwasraya dan Dugaan Korupsi di PT Asabri

Kasus tersebut terjadi ketika BNI hendak melakukan pelepasan saham tahap kedua dan situasi ekonomi Indonesia yang sulit.

PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari "orang dalam" karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi BNI.

Harian Kompas, 11 Mei 2004, memberitakan, delapan perusahaan yang tergabung dalam grup Gramarindo mendapatkan kredit senilai Rp 1,2 triliun tanpa analisis kredit dari BNI.

Baca juga: Mengenal Asabri, Perusahaan BUMN yang Diduga Terindikasi Korupsi oleh Mahfud MD

Pencairan dana dilakukan atas pengajuan 41 lembar surat kredit (letter of credit), sedangkan dokumen-dokumen ekspor yang menyertainya diketahui fiktif.

Sejumlah nama yang tersandung dalam kasus ini adalah Edy Santosa (mantan Kepala Bagian Customer Service Luar Negeri pada Kantor Utama Cabang Bank BNI Kebayoran Baru, Jakarta Selatan) dan Kusadiyuwono (mantan Kepala Kantor Utama Cabang Bank BNI Kebayoran Baru, Jakarta Selatan).

Sementara itu, beberapa nama dari pihak pengusaha termasuk Haji Ollah Abdullah Agam (Direktur PT Gramarindo Mega Indonesia), Adrian Pandelaki Lumowa, Direktur PT Maqnetique Usaha Esa Indonesia, Yudi Baso (Direktur PT Basomindo), Jeffery Baso (pemilik PT Basomasindo dan PT Trianu Caraka Pacific), serta Aprilia Widharta (Dirut PT Pan Kifros).

Baca juga: Termasuk Harun Masiku, Mengapa Singapura Jadi Tujuan Favorit Buronan Indonesia?

(Sumber: Kompas.com/Ahmad Naufal Dzulfaroh | Editor: Sari Hardiyanto, Inggried Dwi Wedhaswary)

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 7 Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi