Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Pariwisata Lesu, Ini yang Dilakukan Sebagian Warga Bali untuk Menyambung Hidup...

Baca di App
Lihat Foto
shutterstock
Petani di Bali saat merawat sawahnya. Pariwisata yang lesu di Bali membuat warganya memilih bertani
Penulis: Mela Arnani
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Ni Kadek Erawati (40), dulu bekerja di sebuah vila di desanya, Tegallalang, sebuah kabupaten di Bali yang terkenal dengan sawah-sawahnya yang memiliki daya tarik, salah satunya di media sosial Instagram.

Tetapi pada bulan Maret, majikannya meminta dia untuk istirahat sampai pemberitahuan lebih lanjut. Pandemi virus corona membuat pariwisata di Bali sepi, begitu juga dengan pengunjung villa majikan Kadek. 

Suaminya menganggur dan ia perlu membayar uang sekolah untuk tiga anaknya. Namun, satu-satunya pekerjaan yang bisa dia temukan adalah bekerja di pertanian.

Kadek memanen di sawah bersama sekelompok petani, setiap hari, ia dibayar dengan satu ember gabah.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Saya belum pernah bekerja di sawah seperti ini sebelumnya. Terik sekali," kata dia seperti dilansir dari The Guardian, (1/8/2020).

Seperti banyak wanita Bali, Kadek tidak memiliki tanah. Sistem kekerabatan patrilineal di Bali berarti hanya laki-laki yang mewarisi properti.

Kebiasaan itu membuat lebih mudah bagi beberapa laki-laki yang juga harus kembali ke daerah pedesaan saat pariwisata Bali sedang anjlok. 

Baca juga: Rekomendasi 5 Wisata Gunung di Bali, Cocok bagi Pendaki Pemula

Kembali ke desa, mengolah tanah

I Gede Tinaya (36), ditinggalkan 1,5 hektare tanah di Kintamani, Bali Utara, oleh orang tuanya, sehingga ketika bisnis pemandu wisata selama 15 tahun runtuh karena pandemi corona, ia kembali ke desa dan mulai bercocok tanam.

Sekarang ia menanam bawang merah dan telah menghasilkan 60 juta rupiah setelah tiga bulan.

Sama dengan kebanyakan orang Bali, pandemi ini membuat Tinaya lebih memikirkan apakah ia ingin kembali bekerja di industri pariwisata dan ketergantungannya pada pengunjung asing.

Beberapa orang Bali berpikir pulau itu akan lebih baik mengembangkan sektor-sektor selain ekonomi.

"Di masa lalu, kami berpikir bahwa pariwisata adalah penghasilan dasar kami. Tetapi saya telah belajar bahwa Bali bukan hanya tentang pariwisata. Bisnis pertanian juga dapat memberikan bantuan hidup hanya jika kita ingin bekerja keras dan mengeksplorasi potensi nyata di pulau kita," ujarnya.

Kehilangan mata pencaharian

Banyak orang Bali kehilangan mata pencaharian mereka ketika pulau tersebut tertutup bagi orang luar pada awal pandemi corona bulan Maret lalu.

Rumah bagi empat juta orang, Bali merupakan pusat wisata Indonesia. Bali menyumbang 50 persen dari pendapatan negara dari industri pariwisata atau 10 miliar dollar AS per tahun.

Sekitar enam juta pelancong mengunjungi Bali pada 2019.

Pertumbuhan pesat industri pariwisata telah mengubahnya dari provinsi pertanian menjadi tujuan liburan utama yang populer di kalangan pelancong dari Inggris ke Australia.

Pulau ini telah dilanda krisis ekonomi yang sulit dipecahkan sebelumnya, dari pemboman Bali yang menewaskan 202 orang di 2002, hingga letusan Gunung Agung pada tahun 2017 .

Tapi pandemi virus corona telah memukul industri pariwisata lebih dalam.

Pulau ini telah mencatat 3.249 kasus Covid-19 yang dikonfirmasi dengan 48 kematian .

Dr I Gusti Agung Ngurah Anom, Ketua Asosiasi Dokter Indonesia di Denpasar, telah memperingatkan bahwa tempat tidur isolasi kota sudah penuh .

Menurut bank sentral Indonesia , hampir semua bagian dari perekonomian Bali telah memburuk tahun ini, kecuali pertanian.

Kinerja sektor ini diperkirakan akan menunjukkan peningkatan lain pada kuartal Juni ketika Bali memasuki masa panen.

Baca juga: Pariwisata Bali, Penyebaran Virus Corona dan Turis Asing...

Bali kembali ke nol

Dwitra J Ariana, seorang petani muda dan pembuat film di Bali, memperhatikan bahwa banyak tetangganya yang bekerja di kota kembali ke desanya di Bangli untuk mengolah tanah pertanian.

"Istri saya, yang merekrut pekerja untuk pertanian kami, biasanya kesulitan mendapatkan pekerja. Tapi sekarang, kita dapat menemukan banyak," ujar Dwitra, yang memiliki pertanian Mupubati.

Ariana telah merekrut lima mantan pekerja villa dan hotel sejak pandemi dimulai.

"Bali kembali ke nol. Kami belum pernah mengalami ini sebelumnya, dan itu mendorong kesadaran baru bahwa pulau itu tidak rapuh seperti yang dipikirkan orang. Meskipun sektor pariwisata telah runtuh, orang Bali tidak akan kelaparan," tuturnya.

Salah satu desa yang telah membantu orang menemukan pekerjaan adalah desa Tembok di kecamatan Tejakula, kabupaten Buleleng, Bali. 

Dipimpin oleh Dewa Komang Yuda Astara, Tembok mengembangkan industri pertanian kolektif untuk menyediakan jaring pengaman sosial bagi penduduknya.

Desa ini memiliki populasi lebih dari 7.000, dan hampir setengah dari penduduknya dulu bekerja di kota, sebagian besar di sektor pariwisata.

Namun, desa telah berhasil mempekerjakan kembali banyak dari mereka dalam pekerjaan seperti membersihkan pantai, memantau sampah, pertanian, produksi makanan, kesehatan dan pekerjaan pengiriman.

"Pandemi kemungkinan tidak akan berakhir dalam waktu singkat. Jadi, kami berencana untuk mengelola dua hektar lagi untuk membuka pertanian kolektif," kata Dewa.

Baca juga: Tak Ingin Terus Bergantung pada Pariwisata, Bali Genjot Industri Kreatif dan Pertanian

Wisata dibuka September

Pemerintah provinsi telah mengumumkan bahwa Bali akan dibuka kembali untuk wisatawan internasional pada bulan September.

Pulau ini akan menjadi proyek percontohan Jakarta untuk meluncurkan kembali pariwisata dengan protokol kesehatan new normal.

"Pemulihan Bali penting untuk industri pariwisata nasional dan regional," kata gubernur Bali Wayan Koster.

Banyak orang Bali optimistis pulau itu siap dibuka kembali. Tapi, yang lain seperti Gede mempertanyakan rencana itu.

"Menurut saya, kita harus menyelesaikan masalah Covid-19 terlebih dahulu, sehingga kita bisa merasa aman. Sementara itu, kita bisa mengeksplorasi sektor potensial lainnya," paparnya.

Ia berencana memiliki dua pekerjaan setelah pandemi.

"Saya tidak akan kembali bekerja di bidang pariwisata secara penuh. Mungkin 50:50. Saya akan tetap bekerja di pertanian," lanjut dia.

Begitu juga dengan Kadek, yang sama dengan banyak perempuan berpenghasilan rendah di pulau itu, tidak punya banyak pilihan.

Dirinya berharap daerah itu akan segera dibuka kembali.

"Jika saya tidak punya uang pada bulan September, saya tidak akan bisa merayakan hari Galungan. Tetapi saya juga takut terkena corona," ujarnya.

Baca juga: Pariwisata Bali Belum Dibuka, Ini Alasannya

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi