Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra Pemberlakuan Ganjil Genap di Tengah Pandemi Corona

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/CYNTHIA LOVA
Arus lalu lintas jalan Sudirman, Jakarta Pusat tersendat, Sabtu (13/4/2019).
Penulis: Jihad Akbar
|
Editor: Jihad Akbar

KOMPAS.COM - Sistem ganjil genap di DKI Jakarta akan mulai diterapkan kembali pada Senin (3/8/2020) di masa PSBB transisi.

Kepala Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan kebijakan tersebut diambil lantaran kondisi lalu lintas yang sudah sangat padat, bahkan melebihi dari kondisi normal sebelum ada pandemi.

Oleh karena itu, pihaknya mengimbau kepada seluruh masyarakat agar hanya melakukan perjalanan penting saja untuk menghindari penumpukan.

Di lain pihak, pengamat kebijakan publik dan transportasi Azas Tigor Nainggolan menilai, pemberlakuan ganjil genap di masa pandemi saat ini tidak tepat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ia khawatir penerapan kebijakan tersebut akan memunculkan klaster penyebaran Covid-19 di transportasi umum. Perlu diingat, sistem ganjil genap dimunculkan untuk mendorong masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.

“Kondisinya (sekarang), masih meningkat kasusnya (Covid-19), itu kembali lagi angkutan umum jadi klaster lagi, klaster penyebaran virus Covid-19, terjadi penumpukan (penumpang) lagi kan," ungkap Tigor saat dihubungi Kompas.com, Minggu (2/8/2020).

"Usul saya sekarang, ganjil genapnya ditunda dulu. Karena, ganjil genap itu kan untuk mengendalikan orang tidak pakai kendaraan pribadi, supaya naik angkutan umum," imbuhnya.

Baca juga: Aturan Ganjil Genap Jakarta Mulai Berlaku Besok, Ini yang Perlu Diperhatikan

Menurutnya, kemacetan yang terjadi di Jakarta terjadi karena aturan PSBB transisi tidak ditegakkan dengan tegas.

Terutama, kata dia, menyoal pelanggaran kapasitas 50 persen perkantoran. Fakta yang terjadi yakni munculnya klaster perkantoran pada pekan lalu.

"Nah, ini kan berarti ada pelanggaran oleh perkantoran, perusahaan-perusahaan, harusnya yang bekerja hanya 50 persen kan, 50 persen lagi WFH," jelas dia.

Oleh karena itu, Tigor meminta pemerintah tegas terhadap penegakkan aturan PSBB transisi sehingga tidak ada atau muncul klaster baru lagi.

Baca juga: Besok, Transjakarta Tambah 155 Bus di 10 Koridor yang Bersinggungan Kebijakan Ganjil-genap

Kesehatan di transportasi umum

Selain hal di atas, Tigor menilai Jakarta belum siap menerapkan sistem ganjil dan genap. Pasalnya perbandingan antara penumpang dengan ketersediaan transportasi umum belumlah sepadan.

Dirinya khawatir, pelaksanaan kebijakan tersebut berdampak pada berjubelnya penumpang sewaktu mengakses angkutan umum. Hal itu tentunya dapat memunculkan persoalan baru terkait penyebaran virus corona.

"Orang berpikirnya kalau bekerja kan enggak boleh terlambat, kalau terlambat mereka kan dipotonglah tunjangan, bahkan dipecat. Akhirnya memaksakan diri kalau naik commuter line, angkutan umum," ungkap Tigor.

Sebelum menerapkan kebijakan ganjil genap, Pemprov DKI Jakarta seharusnya mempersiapkan transportasi umum yang memadai dan sehat.

Hal berbeda justru diungkapkan oleh pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono.

Menurutnya penyebaran kasus Covid-19 atau munculnya klaster baru di transportasi umum kecil kemungkinannya, asalkan protokol kesehatan ditegakkan dengan benar.

"Selama protokol kesehatan diterapkan kecil kemungkinan (transportasi umum) jadi klaster," kata Pandu kepada Kompas.com, Minggu (2/8/2020).

Baca juga: Pemprov DKI Bakal Terapkan Ganjil Genap Seharian di Jakarta jika...

Ia meminta pemerintah dan pihak terkait mengawasi dan menindak pengguna transportasi yang melanggar protokol kesehatan.

"Dipastikan benar-benar dipatuhi. Tidak ada toleransi lagi pengguna transportasi publik yang melanggar protokol kesehatan, agar dilakukan tindakan indsipliner," tegasnya.

Berdasarkan data www.covid19.go.id, per Sabtu (2/8/2020), total jumlah kasus Covid-19 di Indonesia ada 109.936.

Dari jumlah tersebut, DKI Jakarta menempati peringkat kedua terbanyak kasus virus corona dengan 21.767 kasus atau 19,8 persen.

Sedangkan, peringkat pertama ditempati oleh Jawa Timur dengan jumlah total sebanyak 22.324 kasus Covid-19 atau 20,3 persen.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi