Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Klaim Obat Covid-19 Hadi Pranoto, Ini Tanggapan Peneliti Mikrobiologi UGM

Baca di App
Lihat Foto
Screenshot
Tangkapan layar YouTube Anji bersama Hadi Pranoto
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Musisi Erdian Aji Prihartanto kembali menggegerkan publik setelah mengunggah video wawancara bersama Hadi Pranoto, seseorang yang mengaku sebagai profesor sekaligus Kepala Tim Riset Formula Antibodi Covid-19.

Dalam video yang diunggah di akun YouTube Anji pada 31 Juli 2020 tersebut, Hadi menyebutkan bahwa cairan antibodi Covid-19 yang ditemukannya bisa menyembuhkan ribuan pasien Covid-19.

Cairan antibodi Covid-19 tersebut bahkan diklaim telah didistribusikan di Pulau Jawa, Bali, dan Kalimantan.

Hadi juga menyebutkan, cairan antibodi Covid-19 tersebut juga telah diberikan kepada ribuan pasien di Wisma Atlet, dengan lama penyembuhan 2-3 hari.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Vaksin Corona dari Oxford Dinilai Aman, Dijanjikan Siap pada September

Lantas bagaimana tanggapan peneliti mikrobiologi atas klaim cairan antibodi tersebut?

Klaim yang meragukan

Dosen dan peneliti di Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada dr Mohamad Saifudin Hakim menegaskan bahwa klaim Hadi Pranoto terkait temuan cairan antibodi Covid-19 tersebut meragukan.

Salah satu hal yang membuat ragu yakni klaim dari Hadi Pranoto bahwa dirinya sudah meneliti virus seperti H5N1, SARS pertama, dan MERS-CoV selama puluhan tahun. Pasalnya, penelitian terkait virus tidak bisa dilakukan di sembarang tempat.

"Labnya (dia) itu di mana? Tidak bisa meneliti virus cuma di dapur, atau di bengkel. Tidak seperti itu. Orang meneliti virus kan harus di lab dengan tingkat keamanan yang sesuai, itu kalau dia mau patuh terhadap Undang-Undang. Tidak mungkin kita meneliti virus berbahaya, apalagi selevel SARS atau MERS yang itu adalah patogen," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (2/8/2020).

Baca juga: Lebih Dekat dengan Bilik Swab Ciptaan Dosen UGM

Ia menjelaskan, patogen diklasifikasikan menjadi empat grup berdasar level bahayanya. SARS dan MERS tergolong dalam grup tiga, karena berpotensi menyebabkan penyakit sangat serius pada manusia.

"Padahal kalau menemukan antibodi itu klaim yang luar biasa. Penelitiannya sendiri harus dilakukan di laboratorium dengan tingkat proteksi keamanan tinggi, dan itu pun tidak banyak di Indonesia," kata Saifudin.

Bila memang produk yang ditemukan oleh Hadi adalah antibodi, Saifudin juga mempertanyakan proses produksinya, apakah sudah dilakukan sesuai dengan Good Manufacturing Practice (GMP).

"Ini kan harus diteliti, bagaimana mungkin orang tiba-tiba mensintesis antibodi dan kemudian mengklaim sudah mendistribusikannya," kata Saifudin.

Menurutnya klaim temuan antibodi Covid-19 oleh Hadi Pranoto, kemungkinan besar adalah informasi palsu atau hoax. Ia juga menyayangkan Anji yang mengunggah video tersebut tanpa melakukan cross-check terlebih dahulu.

Baca juga: WHO Tegaskan Vaksin Covid-19 Tak Akan Tersedia Sebelum Akhir 2021

Jangan mudah percaya

Saifudin menjelaskan, di masa pandemi virus corona saat ini segala informasi terkait virus SARS-CoV-2 ini beredar dengan luas di internet. Masyarakat bisa dengan mudah mendapat informasi terkait, seperti obat dan vaksin Covid-19.

Didorong oleh keinginan untuk selamat, ditambah lagi penyebaran informasi yang sulit dikontrol, serta kian diperparah dengan beredarnya informasi yang menyesatkan, kehati-hatian mutlak dibutuhkan agar tidak dirugikan oleh informasi palsu.

"Masyarakat harus bersikap kritis. Artinya, informasi yang datang itu pertama kali harus disikapi skeptis. Tidak percaya sampai informasi itu terbukti valid," kata Saifudin.

Baca juga: Ketersediaan APD, Risiko Tenaga Medis, dan Perlindungan Covid-19...

Ia meminta masyarakat untuk tidak mudah percaya, apalagi kagum terhadap klaim temuan obat Covid-19 dan mengendurkan kewaspadaan mereka terhadap ancaman penyakit ini.

"Terutama bila informasi itu datang dari broadcast WA (WhatsApp), kemudian informasi yang tersebar melalui Facebook. Apalagi tidak mencantumkan sumber referensi apapun itu harus disikapi sebagai informasi yang tidak benar, sampai terbukti benar," kata dia.

Jika masyarakat menginginkan informasi yang benar terkait Covid-19, Saifudin menyarankan untuk mengakses laman resmi Kementerian Kesehatan.

Bisa juga dengan mengakses laman resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) atau Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (CDC).

"Semua ada di situ, termasuk progres perkembangan obat-obat anti Covid, atau vaksin anti Covid kan sudah ada," kata Saifudin.

Baca juga: CDC Tambahkan 6 Gejala Baru Virus Corona, Apa Saja?

Perlu publikasi ilmiah

Ia mengatakan proses penelitian untuk menemukan obat atau vaksin tidaklah mudah. Sehingga, tidak sembarang orang bisa melakukan klaim.

"Bayangkan, misalnya saya meneliti di rumah. Kemudian saya tiba-tiba mengundang wartawan, konferensi pers 'Saya menemukan obat anti Covid', itu kan tidak fair namanya, hanya sebatas klaim," kata Saifudin.

Dari pengalamannya, setiap kali menemukan klaim semacam antibodi Covid-19 ini, Saifudin selalu mengeceknya di jurnal-jurnal ilmiah. Hal ini ia lakukan untuk memastikan bahwa informasi yang ia terima sudah terpublikasi.

"Kalau misalkan belum ada publikasinya, bagaimana saya mau menanggapi? Wong saya tidak tahu metodenya bagaimana. Dia mengklaim anti Covid itu metode penelitiannya seperti apa," kata Saifudin.

"Klaim asal klaim itu banyak, yang jadi masalah adalah apakah klaimnya itu disertai dengan bukti penelitian yang memadai atau tidak? Jangan-jangan over claim?" imbuhnya.

Baca juga: 5 Hal yang Perlu Diketahui soal Klaim Biaya Pasien Covid-19 di Rumah Sakit

Hal senada juga diungkapkan oleh ahli biologi molekuler independen, Ahmad Utomo.

Menurutnya salah satu masalah mendasar di Indonesia terkait obat atau pengobatan sebuah penyakit adalah klaim.

"Obat itu highly regulated, makanya kita punya Badan POM supaya ada perlindungan kepada masyarakat yang mengonsumsinya," ujarnya sebagaimana diberitakan Kompas.com, Minggu (2/8/2020).

Ahmad pun mencoba menelaah terkait klaim Hadi yang juga telah memberikan cairan antibodi Covid-19 tersebut kepada ribuan pasien di Wisma Atlet.

"“Wisma Atlet itu didesain bukan untuk pasien gejala berat, melainkan isolasi mendiri pasien gejala ringan sampai sedang. Mengapa tidak ditulis data klinisnya seperti apa. Tidak perlu sampai randomisasi,” imbuhnya.

Baca juga: Jalan Panjang Wisma Atlet Kemayoran Sebelum Disulap Jadi RS Darurat Covid-19

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Syarat Jadi Relawan Uji Klinis Vaksin Covid-19

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi