Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Apa Itu Fetish dan Bagaimana Bisa Muncul?

Baca di App
Lihat Foto
B-D-S Piotr Machinski
Ilustrasi fetish
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Pemberitaan terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang mahasiswa di perguruan tinggi Surabaya bernama Gilang baru-baru ini ramai menjadi perhatian khalayak.

Kasus ini menarik perhatian karena Gilang dinilai memiliki fetish membungkus orang lain dengan kain jarik atau kain batik. Itulah kenapa sosoknya disebut sebagai " Gilang Bungkus".

Kasus ini muncul setelah pihak yang mengaku sebagai salah satu korban menceritakan pengalamannya dalam sebuah utas di Twitter.

Baca juga: Viral, Video Pengakuan Penjual Tahu Bulat Diduga Lakukan Pelecehan Seksual

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

 

Lantas bagaimana analisis seksiolog?

Seksolog klinis Zoya Amirin menganalisis kecenderungan yang ditampilkan Gilang termasuk dalam jenis penyimpangan seksual sejenis paraphilia.

"Bahwa kemungkinan kalau melihat kecenderungannya, dia itu memiliki perilaku seksual menyimpang, sejenis paraphilia," kata Zoya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (2/8/2020) siang.

Zoya menjelaskan, fetish merupakan berbagai bentuk paraphilia misalnya pedofilia, exhibisionist, termasuk fetish.

"Salah satu paraphilia itu adalah fetish, di mana seorang individu merasa terangsang dengan bagian tubuh yang nonseksual atau benda-benda nonseksual," jelasnya.

Baca juga: Berkaca dari Kasus Pembunuhan Pelajar SMA, Mengapa Seseorang Bisa Berperilaku Seks Menyimpang?

Zoya memaparkan, bagian tubuh seksual adalah payudara dan alat kelamin.

Sementara benda-benda seksual adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan hubungan seksual, seperti pakaian dalam, lingerie, sex toys dan sebagainya.

Pada pemilik fetish, mereka akan merasa terangsang dengan benda atau hal-hal nonseksual.

"Dia bisa terangsang dengan pusar, ketiak, jempol kaki, betis, telapak kaki, dan masih banyak lagi fetish yang bagian tubuh nonseksual," ujarnya.

Baca juga: Ramai Tagar #SexEducation, Ahli Sebut Pentingnya Edukasi Seks Sejak Dini

Perilaku seksual menyimpang

Lalu fetish pada benda-benda nonseksual misalnya memiliki ketertarikan yang memicu rangsangan seksual pada kain jarit, kaos kaki, selimut bayi, dan sebagainya.

"Sebenarnya fetish ini kan adalah perilaku seksual menyimpang menurut DSM (Diagnostic and Statistical Manual). Cuma (Gilang) ini saya enggak bisa diagnosis, karena saya tidak memeriksa langsung, jadi ini adalah analisis saya saja," papar dia.

Zoya menyebutkan, perilaku seksual yang tidak menyimpang bisa dipahami sebagai pertemuan secara langsung dua alat kelamin tanpa perlu membutuhkan hal-hal lain untuk bisa mendatangkan rangsangan.

"Yang disebut tidak menyimpang dari seks ya 'silaturahmi kelamin', tanpa dia harus pakai hal-hal atau benda-benda lain yang tidak ada hubungannya dengan hubungan seksual ini," sebutnya.

Baca juga: Trending di Twitter, Berikut Pasang Surut Hubungan Iran-AS

Padahal, untuk berhubungan badan secara normal, salah satunya bisa dilakukan dengan bersenggama.

Pemilik fetish, dikatakan Zoya ada yang di level parah atau akut, ada juga yang masih sedang atau tidak terlalu parah.

"Yang mild itu artinya gini, dia masih tetap bisa hubungan seksual, tapi pada saat melakukan hubungan seksual itu harus ada kain jarit, keringat, (objek fetish-nya)," ujar dia.

Berbeda dengan pemilik fetish yang sudah parah, maka orang itu tidak lagi merasa membutuhkan hubungan seksual, karena hasratnya bisa terpenuhi hanya dengan melihat atau menikmati hal atau objek-objek nonseksual.

"Tapi kalau sudah yang akut banget, dia enggak butuh hubungan seksualnya. Cuma dengan kain jarit, keringat, jempol kaki (objek fetish) saja dia sudah bisa orgasme, sampai ejakulasi, sebegitu terangsangnya," kata Zoya.

Baca juga: INFOGRAFIK: Reynhard Sinaga, Predator Seks Terbesar dalam Sejarah Inggris

Mengapa fetish bisa muncul?

Zoya menyebut sebagian besar penderita paraphilia, termasuk fetish, adalah laki-laki.

Hal itu karena banyak laki-laki yang hidup di dunia dengan sistem patriarki ini perasaannya tidak bisa diakomodir, atas nama gender.

Laki-laki harus kuat, laki-laki tidak boleh menangis, laki-laki harus tegas, tidak boleh lembek, dan sebagainya.

"Ketika anak cowok tidak diakui perasaannya, sehingga dia harus melakukan sesuatu terhadap ketidaknyamanannya. Ketidaknyamanan emosi itu biasanya dia sublimasi atau dia ubah jadi kenyamanan yang kayaknya aman buat cowok," jelas Zoya.

Baca juga: Ingin Hubungan Langgeng seperti Habibie-Ainun, Ini 6 Tipsnya

Dalam hal ini, laki-laki akan memilih hal-hal yang sesuai dengan peran laki-laki yang terbentuk dalam masyarakat, tidak dengan menangis, tidak dengan terlihat lemah.

"Dia harus mencari kenyamanan-kenyamanan itu untuk menolong dirinya saat merasa cemas, merasa sakit hati, perasaan-perasaan yang dia tidak sanggup dikelola," ujarnya.

Zoya menyebut perasaan tidak nyaman yang timbul dan tidak terakomodir inilah yang kemudian disublimasi dan berbuah pada munculnya berbagai gangguan, salah satunya gangguan penyimpangan perilaku seksual.

Jadi, penyebab fetish tidak hanya soal trauma masa lalu, menderita kekerasan, pemerkosaan, dan lain sebagainya.

Namun juga sebagai hasil yang terbentuk dari proses yang berjalan perlahan.

Baca juga: Viral Utas soal Predator Fetish Kain Jarik, Ini Tanggapan Unair

Penyimpangan seksual bukan pelanggaran kriminal

Penyimpangan tindakan seksual yang terjadi pada seseorang bukanlah sesuatu yang melanggar hukum, selama tidak disalurkan dengan cara yang salah.

Zoya memisahkannya dari cara seseorang melakukannya, apakan melibatkan paksaan terhadap orang lain, atau tidak.

"Memiliki perilaku seksual menyimpang sekali pun, kalau dia tidak memaksakan (kemauannya) kepada orang kan sebenarnya enggak apa-apa. Yang menjadi problem kan adalah ketika dia maksa," ucap Zoya.

Baca juga: Berkaca dari Kasus Djoko Tjandra, Mengapa Penegak Hukum Justru Melanggar Hukum?

Jika dia memaksa orang lain untuk memenuhi hasrat seksualnya yang menyimpang, di sana terjadi pelecehan seksual dan ada konsekuensi hukum.

Namun, jika hasrat seksual yang berbeda itu dilakukan dengan cara yang baik dan terkontrol, maka tidak ada masalah.

"Banyak lho fetish yang tidak melakukan pelecehan seksual, pemaksaan. Misalnya gini, perempuan dapat pacar yang shoe fetish. Dia suka banget kalau liat pacarnya pakai wedges. Terus dia bilang 'kalau kamu pakai wedges aku lebih turn on deh', itu kan bukan bentuk pelecehan. Terus dibelikan pula wedges berwarna-warni, oke aja," ia mencontohkan.

Kuncinya adalah dilakukan dengan adanya izin, tidak memaksa, dan tidak mengintimidasi.

"Nah kalau si Gilang ini kan dia pakai manipulasi, research yang tidak sesuai pula dengan konteks kuliahnya," sebut Zoya.

Baca juga: Membandingkan Tuntutan Hukum pada Kasus Novel Baswedan dan Kasus Lainnya

KOMPAS.com/Dhawam Pambudi Infografik: 5 Tanda Seseorang Alami Kecanduan Seks

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi