Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jurnalis
Bergabung sejak: 11 Apr 2017

Jurnalis

Di Balik Rahasia Patgulipat Djoko Tjandra

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra tiba di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (30/7/2020). Djoko Tjandra ditangkap di Malaysia.
Editor: Heru Margianto


ADA logika menggelitik: mengapa Djoko Tjandra harus melakukan akrobat luar biasa padahal hukumannya hanya 2 tahun penjara dan denda 15 juta rupiah.

Sementara, boleh jadi uang yang ia keluarkan untuk aksi patgulipatnya mencapai miliaran rupiah.

Dua jenderal polisi dan dua pejabat kejaksaan “tumbang” karena terjerat dalam pusaran kasusnya.

Ada apakah gerangan?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saya mencoba menelusuri pertanyaan dari logika sederhana yang menggelitik ini melalui serangkaian riset, baik melalui studi analisis isi media massa maupun mendapatkan data primer serta sekunder dari sejumlah sosok yang langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan Djoko Tjandra.

Hasil penelusuran itu saya babarkan dalam Program AIMAN yang tayang setiap Senin pukul 20.00 di KompasTV.

Saya mulai dari hal yang paling sederhana, yaitu kedatangan Djoko Tjandra ke Jakarta. Betulkah Djoko datang ke Jakarta menembus segala kesulitan hanya untuk mengurus KTP yang kemudian ia gunakan untuk membuat paspor hingga mendaftarkan Peninjauan Kembali kasusnya?

Sesederhana itukah alasannya? Sulit untuk membuktikan secara ilmiah. Tapi, ketika kita menggunakan "feeling" atau rasa, sepertinya sulit untuk dikatakan sesederhana itu. Benarkah?

Mari kita elaborasi.

Ada berbagai akrobat patgulipat Djoko Tjandra sepanjang Juni dan terbongkar di awal Juli 2020 ini. Sulit untuk tidak mengatakan bahwa ada sesuatu yang lebih besar yang sedang dikejar Djoko. Ini bukan sekadar mengurus KTP, membuat paspor, lalu mendaftarkan PK.

Mari kita mulai dari soal pengurusan KTP. Lurah Grogol Selatan menggelar karpet merah bagi Djoko Tjandra dan pengacara Anita Kolopaking. Pelayanan KTP dilakukan di luar jam pelayanan umum kelurahan. Dalam dua jam KTP baru itu jadi. Baca juga: Djoko Tjandra Masuk Indonesia, Urus KTP, Lalu Keluar Indonesia Lagi, Kok Bisa?

Setelah memegang KTP, Djoko dan Anita bergegas ke kantor pelayanan satu atap Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan sidang Peninjauan Kembali (PK) yang belakangan kandas karena tidak hadirnya Djoko Tjandra sebagai terpidana.

Usai mendaftarkan PK, Djoko Tjandra masih bersama Anita Kolopaking mengurus paspor Djoko di Kantor Imigrasi Jakarta Utara. Padahal, pada 2012 diketahui Djoko Tjandra ber-kewarganegaraan Papua Nugini.

Beredar video

Ketika kasus ini mencuat, ramai beredar di media sosial video yang memperlihatkan Anita Kolopaking berada di kantor Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Anang Supriatna.

Apakah pertemuan ini terkait dengan PK yang diajukan Djoko Tjandra? Video itu tidak memberikan penjelasan.

Selanjutnya, beredar pula video yang lain. Kali ini memperlihatkan Anita Kolopaking bersama Jaksa Pinangki Sirna Malasari bertemu dengan Djoko Tjandra. Diduga, pertemuan itu terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia.

Yang menarik, pertemuan ini ternyata sudah dilakukan sejak November 2019 lalu, jauh sebelum Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyatakan kekecewaannya dalam rapat kerja dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait licinnya Djoko Tjandra pada 29 Juni 2020 lalu.

Apakah semua ini dilakukan untuk satu hal: membebaskan Djoko Tjandra melalui mekanisme PK?

Bisa jadi iya, bisa juga lebih dari itu. Bukankah KTP bisa digunakan untuk apapun, termasuk pengurusan dan pengalihan hak seseorang?

Mengurus harta dan melawan OJK?

Saya menemui Deputi Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Kurniawan. Saya bertanya tentang intuisi saya bahwa ada sesuatu yang lebih besar di balik pengurusan KTP, paspor, dan pendaftaran PK.

Kurniawan mengamini kecurigaan saya. Menurut dia, bisa jadi KTP yang dibuat Djoko Tjandra digunakan untuk modal melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) grup properti raksasa milik Djoko Tjandra.

Rupanya, ada dugaan kasus lain yang bisa menjerat Djoko Tjandra terkait dengan uang besar!

"KTP ini bisa jadi digunakan untuk RUPS. Ada Mulia Grup. Ada gedung Mulia 1 dan Mulia 2 yang sudah dibayarkan Rp 480 miliar kepada pihak Djoko Tjandra sejak 2016, tapi belum digunakan sampai sekarang," ungkap Kurniawan.

"Ada kerugian negara?" tanya saya.

“Jelas ada. OJK (Otoritas Jasa Keuangan) tengah melaporkan kasus ini!" jawab Kurniawan.

Dari penelusuran saya, kasus perdatanya sudah masuk di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melihat ada potensi kerugian negara senilai ratusan miliar rupiah akibat biaya sewa OJK yang sia-sia.

Kabarnya, pihak Djoko Tjandra akan menggugat OJK lewat Bareskrim Polri.

Apakah relasi dekat Djoko Tjandra dengan Brigjen Prasetijo Utomo yang dicopot karena membantu Djoko keluar masuk Indonesia juga terkait kasus dengan OJK ini? Kita tahu penyidik PNS termasuk yang berada di OJK berada di bawah pengawasan Sang Jenderal?

Perlu penyelidikan lanjutan, termasuk apakah dugaan para oknum ini bekerja sendiri atau bersama dengan oknum lainnya.

Penangkapan Djoko Tjandra perlu diapresiasi sebagai kerja luar biasa polisi. Tapi, ada yang tak boleh dilupakan oleh para penegak hukum, baik di ejaksaan maupun kepolisian, yaitu ada rangkaian peristiwa lain yang belum usai terjawab dari kasus Djoko Tjandra ini.

Saya Aiman Witjaksono...
Salam!

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi