KOMPAS.com - Video berisi prank kontroversial kembali muncul di YouTube, kali ini dilakukan oleh YouTuber bernama Edo Putra.
Ia membagikan bungkusan plastik yang disebut daging kurban, namun ternyata isinya adalah sampah.
Video ini diunggah dengan judul "PRANK BAGI BAGI DAGING KE EMAK-EMAK ISINYA SAMPAH".
Konten ini prank seperti ini tak jauh berbeda dari konten yang sebelumnya dibuat oleh Ferdian Paleka yang membagikan bungkusan sembako pada transgender, namun berisi sampah.
Baca juga: Viral, Video Prank Bagi-bagi Daging Isi Sampah, YouTuber Edo Putra Ditangkap Polisi
Kasus Ferdian sempat diperkarakan. Kenapa masih ada yang membuat konten-konten prank seperti ini yang dinilai minim empati?
Prank adalah konten lama
Aktivis digital sekaligus social media advocates, Enda Nasution mengatakan, konten prank memang selalu ada, baik di dunia nyata, maupun di media sosial.
Namun, tidak semua prank menyebabkan kemarahan atau kontroversi. Ada juga prank yang ditujukan untuk memunculkan kelucuan atau sesuatu yang bersifat humor.
Model prank seperti ini tidak merugikan atau membahayakan.
"Prank itu kan practical joke, ngerjain orang, kayak narik kursi pas orang mau duduk, biasanya semua ketawa, kecuali yang dikerjain sampai ada korban materi, kecelakaan. Dari zaman kuno sudah ada. Ada yang suka, ada yang enggak suka. Beberapa practical joke juga ada yang jadi tradisi," jelas Enda saat dihubungi Kompas.com, Senin (3/8/2020) pagi.
Namun, kata Enda, yang membedakan, saat ini prank mulai marak di ranah digital.
Di sana, konten prank yang banyak digemari kemudian bisa mendatangkan rupiah bagi pembuatnya, melalui sistem keuangan yang berjalan, misalnya di YouTube.
"Sebenarnya selalu ada konten prank, yang muncul lagi prank yang bikin marah orang," kata Enda.
Mereka membuat konten itu, khususnya di YouTube, dengan alasan ingin mendapatkan penghasilan yang besar layaknya YouTuber lain yang sukses dengan pendapatan yang menggiurkan.
Mereka melihat pekerjaan itu mudah untuk dilakukan dan menjanjikan.
"Maka banyak konten kreator baru yang ingin ngetop juga, cuma caranya salah atau malas, daripada mikir susah-susah, bikin sensasi saja, masuk media, jadi ngetop," kata Enda.
Baca juga: Prank Daging Sampah Disebut Setting-an, Polisi Tetap Tahan YouTuber Edo Putra
Sulit hentikan konten prank
"Kalau soal prank di YouTube itu sudah kayak plak, kayak penyakit yang susah sekali di-stop dan meluas. Itu sudah sejak dulu, sudah lama sekali di YouTube itu ada konten prank-prank itu," ujar Ismail Fahmi, yang juga pendiri Drone Emprit, saat dihubungi Kompas.com, Senin (3/8/2020).
Bahkan, konten jenis ini menjadi salah satu yang dianggap menarik.
Mereka yang membuat konten prank kontroversial, menurut dia, punya tujuan mendapatkan uang dari konten YouTube.
"Mereka melakukan itu, YouTuber itu yang posting, siapa pun mereka, apalagi yang ingin mendapatkan kehidupan dari YouTube, yang menjadi concern utama mereka itu view, jumlah subscriber dan jumlah view," kata dia.
Ismail Fahmi menilai, para kreator di YouTube sebenarnya mencontoh dari hal-hal serupa yang dilakukan oleh sesama kreator.
Mereka melihat ada kesuksesan di balik konten yang dibuat sehingga meniru konten yang sama.
"Karena ada prank yang sifatnya tidak berbahaya, prank yang lucu, disukai orang. Mereka juga belajar, ternyata prank yang sifatnya kontroversial kok kayaknya aman-aman saja, followers-nya banyak, yasudah dia lakukan untuk dia sendiri," kata Fahmi.
Orang yang membuat konten semacam ini biasanya tidak terlalu memikirkan konsekuensi yang didapat setelahnya, karena tujuannya hanya bagaimana konten yang ia buat bisa menghasilkan uang.
Baca juga: Aksi Prank Daging Kurban Isi Sampah YouTuber Edo, Korban Ibunya Sendiri hingga 2 Kali Berulah
Seharusnya tak merugikan orang lain
Fahmi mengatakan, untuk menghentikannya, dibutuhkan tindakan tegas dari otoritas hukum, seperti kepolisian.
"Ini harus dari otoritas menurut saya, harus ditegakkan, karena ini bukan lagi hanya online, tapi sudah offline, dia kan turun di lapangan, menipu orang," kata dia.
"Harus ada konsekuensi, polisi yang bergerak, ini urusannya sudah urusan polisi kalau ingin menegakkan ini," lanjut Fahmi.
Jika tidak ada efek tegas yang menimbulkan efek jera, mereka akan mencontoh kasus-kasus sebelumnya dan mengulanginya.
"Ini menjadi catatat bagi polisi, penting untuk menjaga masyarakat agar tidak diginiiin (dijadikan korban prank). Jadi (pelaku) jangan dilepas begitu saja, enggak ada efek jeranya," ujar Fahmi.
Fahmi mengatakan, upaya perlawanan secara online, misalnya dengan melaporkan (report) konten di platform yang digunakan sudah tidak lagi efektif.
"Me-report itu enggak efektif, malah semakin diramaikan di media sosial dan enggak ada apa-apanya, kita (pembuat konten) senang," jelas Fahmi.
Namun, Enda berpendapat berbeda. Menurut dia, penyelesaian secara hukum tidak efektif untuk menangani permasalahan ini.
"Hukum enggak efektif, karena memang bukan masalah hukum. Kalau ada kerugian materi, jiwa, fitnah, pencemaran nama baik, hoaks atau ujaran kebencian baru masalah hukum," sebut Enda.
Ia menilai, kreator konten prank kontroversial seperti ini harus diberi sanksi sosial, misalnya dengan tidak ditonton videonya, diboikot, tidak lagi diikuti akunnya, atau melaporkan akun yang bersangkutan kepada pihak YouTube.
"Yang kasus kemarin prank yang ke transgender (kasus Ferdian Paleka) coba dicek sekarang kasus hukumnya sampai mana, jangan-jangan sudah dilepas, kasus hukumnya sudah berhenti," kata Enda.
Saat ini, yang bersangkutan memang sudah dibebaskan dari tahanan karena laporan dicabut, dan sudah berdamai dengan korban.
"Ya itu paling damai, mau sampai pengadilan juga enggak kuat kasus hukumnya, karena enggak ada pasal yang dilanggar," ujar dia.
Menurut Enda, salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menghentikan atau menghilangkan konten prank di YouTube harus dilakukan oleh YouTube itu sendiri.
"Karena ada orang yang masih suka (konten prank), jadi kalau mau menghilangkan konten prank di YouTube harus YouTube-nya yang melarang dengan alasan yang kuat. Begitu juga di platform lain, IG, FB, Twitter dan lainnya, minta dilarang/dihapus," jelas Enda.
Baca juga: Sebelum Daging Isi Sampah, YouTuber Edo Putra Pernah Buat Prank THR Kosong
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang