Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Semakin Banyak Orang Berbicara di Luar Kapasitasnya?

Baca di App
Lihat Foto
Screenshot
Tangkapan layar YouTube Anji bersama Hadi Pranoto
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Baru-baru ini, media sosial diramaikan dengan video wawancara musisi Erdian Aji Prihartono atau Anji bersama dengan Hadi Pranoto.

Dalam video itu, Hadi Pranoto memperkenalkan diri sebagai profesor sekaligus Kepala Tim Riset Formula Antibodi Covid-19.

Keduanya membicarakan seputar virus corona dan sebuah cairan antibodi herbal yang diklaim bisa menyembuhkan ribuan pasien virus corona Covid-19.

Video itu pun mendapat kritikan dari banyak pihak, baik dari kalangan akademisi maupun sesama publik figur.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Anji tersebut dinilai hanya sebagian kecil dari semakin banyaknya orang berbicara di muka publik, meski tak sesuai kapasitasnya.

Baca juga: Video Wawancara Anji dan Hadi Pranoto Tuai Kontroversi hingga Dihapus YouTube

Penyebabnya

Sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan, ada tiga faktor di balik semakin maraknya orang berbicara di luar kapasitasnya.

Ketiga faktor itu adalah uncertainty atau ketidakpastian, aksesibilitas media, dan apresiasi audiens.

Menurut Drajat, ketidakpastian terkait virus corona ini memunculkan berbagai spekulasi, baik berbasis ilmu maupun informasi yang berlanjut.

"Seperti kasus Anji itu, dia melanjutkan informasi dari 'pakar', pakar ini sudah diuji atau tidak, bagi dia tidak penting. Yang penting yang ngomong adalah 'pakar'," kata Drajat kepada Kompas.com, Senin (3/8/2020).

"Semakin tinggi ketidakpastian, maka orang menjawab dengan segala macam kemungkinan, baik yang sangat akurat datanya maupun mencoba-coba itu juga semakin tinggi," sambung dia.

Baca juga: Agar Tak seperti Anji, IDI Imbau Figur Publik Selektif Undang Narasumber soal Covid-19

Akses media

Selain itu, banyaknya orang yang berbicara di luar kapasitasnya juga didukung dengan kemudahan akses media di era digital saat ini.

Drajat menuturkan, keterbukaan akses media ini juga memperbesar kemungkinan orang untuk berbicara di luar batas kemampuannya.

Saat ketidakpastian itu menumbuhkan spekulasi dan disampaikan melalui media sosial, maka harapannya adalah mendapat apresiasi dari audiens.

"Apa pun yang diomongkan di media sosial itu kemudian direspons orang. Respons ini menunjukkan ada atensi dan apresiasi audiens," papar dia.

Menurut Drajat, ada dua jenis pengakuan audiens, yaitu pengakuan konten atau kebenaran isi dan pengakuan atas pertunjukannya.

"Belum tentu pengakuan akan pertunjukan itu sejalan dengan kontennya. Bagi banyak orang, pertunjukan itu menarik, walaupun kontennya dipermasalahkan banyak orang," jelas dia.

Baca juga: Termasuk Obat Covid-19 Hadi Pranoto, Ini Deretan Klaim Terkait Virus Corona

Pengawasan

Drajat menyebut, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) seharusnya memberi pengawasan terhadap pernyataan-pernyataan yang memiliki efek besar kepada masyarakat, seperti video Anji tersebut.

Sebab, hal ini akan berujung pada pengabaian terhadap inovasi, bahaya virus corona, dan upaya-upaya kesehatan positif yang dilakukan.

"Seharusnya KPI itu memberi perhatian pada kasus seperti ini dan berkolaborasi dengan Kemenkes, apakah pernyataan-pernyataan terkait kesehatan di media sosial itu layak atau tidak," kata Drajat.

"Yang paling bahaya dari ketidakpastian dan informasi yang disampaikan tanpa kontrol kebenaran adalah pengabaian terhadap inovasi, pengabaian terhadap bahaya corona, pengabaian terhadap upaya kesehatan positif yang dilakukan. Masyarakat kemudian menjadi bingung," jelasnya.

Baca juga: Mengapa Ada Anggapan Virus Corona Tidak Berbahaya? Ini Respons Ahli

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi