Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pemimpin Redaksi Kompas.com
Bergabung sejak: 21 Mar 2016

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Rasa Aman Palsu, Ekonomi yang Bergerak dan Sikap Skeptis

Baca di App
Lihat Foto
AFP/ADEK BERRY
Presiden Joko Widodo menyerahkan bendera kepada Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) saat Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi 1945 di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (17/8/2019). Peringatan HUT RI tersebut mengangkat tema SDM Unggul Indonesia Maju.
Editor: Heru Margianto

Hai, apa kabarmu? Agustus sudah kita masuki. Semaraknya sudah terlihat di mana-mana.

Tanda Agustus sudah kita masuki adalah kerap dijumpainya pedagang bendara dan tiangnya di jalan-jalan. Umumnya mereka pakai gerobak saat menjajakan. Sapa mereka, beli bendera mereka dan sampaikan salam kemerdekaan. 

Tanda lain Agustus sudah datang ada di perempatan jalan. Pedagang asongan yang menjajakan bendera merah putih ukuran kecil untuk ditempel di kaca dalam mobil mudah dijumpai. Kalau ada uang lebih, beli apa yang mereka jajakan.

Ini adalah ekonomi rakyat yang menggeliat setahun sekali karena perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia. Lakunya dagangan membuat syukur atas kemerdekaan para pedagang lebih nyata disampaikan.

Mempertimbangkan hal-hal ini, layak kita dukung anjuran pemerintah untuk pengibaran Bendera Merah Putih selama Agustus.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serba-serbi Merah Putih yang kita kibarkan selama bulan kemerdekaan ini, baik juga kita ketahui agar lebih dihayati.

Kita tahu, karena pandemi, peringatan detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka Jakarta akan dilaksanakan secara sederhana dan sesingkat-singkatnya. Protokol kesehatan membatasi perayaan seperti tahun-tahun sebelumnya.

Kita akan jadi saksi sejarah yang ditorehkan Covid-19 untuk perayaan Kemerdekaan ke-75 Tahun Republik Indonesia.

Meskipun serba terbatas, keluasan makna kemerdekaan tetap hendak kita hidupi.

Untuk itu, kita diminta menghentikan aktivitas sejenak pada 17 Agustus 2020 pukul 10.17 WIB. Pemerintah meminta kita mengambil sikap sempurna, berdiri tegak untuk menghormati peringatan detik-detik Proklamasi selama tiga menit.

Oya, apakah Merah Putih sudah beribar di rumah atau di kawasan tempat tinggalmu?

Belum sangat terlambat untuk mencari di laci mana bendera disimpan dan tiang bambu disembunyikan selama setahun terakhir.

Setelah ditemukan, jangan lupa dikibarkan. Kemarau yang mulai memuncak membuat langit biru terlihat kontras sebagai latar kibaran Merah Putih. Cocok dan terlihat relevan untuk diposting di media sosial.

 

Soal Rasa Aman Palsu

Agustus ini, kita masih dibuat tidak menentu karena Covid-19 yang kasusnya pertama kali kita jumpai pada 2 Maret 2020, lima bulan lalu.

Betul, sejumlah aktivitas ekonomi sudah mulai berjalan dan bahkan terlihat normal.

Namun, ancaman kesehatan tidak surut. Jumlah temuan kasus positif Covid-19 dari hari ke hari masih tinggi di atas seribu kasus setiap hari dan tampaknya belum memuncak.

Lamanya situasi tidak menentu ini menguji kesabaran. Banyaknya kabar buruk membuat sedikit kabar baik saja terasa melegakan. Di tengah situasi penuh ancaman akan kesehatan, adanya sedikit saja harapan kemudian dirayakan.

Namun, kita tetap perlu berhati-hati dan waspada dengan kabar baik atau harapan yang tidak berdasar. Rasa aman palsu yang ditimbulkan bisa mencelakakan.

Selama lima bulan kita menghadapi pandemi ini, rasa aman palsu pertama-tama dimunculkan karena penggunaan masker

Penggunaan masker hanya salah satu upaya di samping upaya lain yaitu menjaga jarak atau menghindari kerumunan dan kerap mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir.

Kebanyakan dari kita sudah merasa aman jika beraktivitas mengenakan masker. Ini salah satu bentuk rasa aman palsu. Pakai masker saja tidak menyelesaikan masalah, apalagi pakainya salah.

Tidak disangkal, rasa aman palsu ini menggerakkan ekonomi juga setelah lesu di tiga bulan pertama sejak pandemi. Pergerakan ekonomi penting juga untuk kelangsungan hidup kita selain kesehatan tentu saja.

Penggunaan masker menjadi salah satu patokan bagi aktivitas ekonomi boleh dilakukan.

Di beberapa tempat, aktivitas ekonomi dilakukan tanpa mengenakan masker secara benar atau bahkan tanpa masker sama sekali. Pasar tradisional salah satu contohnya. Pelanggaran disiplin protokol kesehatan dibiarkan juga.

Padahal, penggunaan masker secara benar adalah bentuk tanggung jawab kita terhadap diri sendiri dan orang lain. Terhadap diri sendiri karena kita mencegah droplet masuk langsung ke saluran pernafasan kita. Terhadap orang lain kita mencegah droplet kita keluar dan jadi sarana penyebaran virus kalau kita adalah orang tanpa gejala.

Terkait rasa aman palsu itu, minggu lalu ramai dipercakapkan soal klaim temuan obat Covid-19 seorang yang mengaku profesor oleh seorang musisi di kanal youtubenya.

Kombinasi lamanya kita tidak memiliki harapan dan keterkenalan musisi membuat publik mudah terkelabuhi untuk memegang rasa aman palsu itu. 

Beruntung, semua pihak yang punya otoritas cepat merespons dan membuat penjelasan lebih meyakinkan untuk merontokkan rasa aman palsu atas klaim obat itu.

Betul, semua pihak di seluruh dunia sedang mencari obat dan menemukan vaksin untuk mengakhiri pandemi yang membuat situasi tidak nyaman.

Kritis dengan sikap skeptis

Kita perlu dukung upaya-upaya baik dan bertangung jawab ini untuk kemanusiaan dan peradaban kita. Upaya-upaya untuk mengelabuhi dan memunculkan rasa aman palsu dengan klaim upaya-upaya baik mencari obat dan vaksin perlu tetap kita kritisi.

 

Untuk tetap kritis, kita perlu memelihara sikap skeptis. Sebuah sikap tidak mudah percaya, meragu-ragu sebagai pijakan untuk mencari kebenaran.

Ini sebuah sikap yang dimiliki setiap jurnalis dalam upaya mencari dan menemukan kebenaran jurnalistik.

Pencarian kebenaran yang dipicu sikap skeptis itu bisa dilakukan dengan riset (dengan searching), oberservasi (datang ke lapangan) dan bertanya atau wawancara (pihak-pihak otoritatif dan kompeten) untuk konfirmasi.

Secara sederhana, sikap ini bisa kita terapkan untuk setiap informasi yang datang pada kita. Jika kita ragu dan tidak menemukan kebenarannya, cukup informasi itu berhenti di kita, jangan disebarluaskan.

Menurut saya, sikap dan tindakan ini penting untuk menghentikan meluas beredarnya ketidakbenaran. 

Lamanya kita tidak melihat harapan dan terkenalnya orang yang mengatakan diembel-embeli gelar berbagai macam, jangan membuat kita terlenakan.

Kita tahu akan dapat mengatasi situasi pandemi ini, tetapi cara mengatasinya harus bisa dipertangungjawabkan agar tidak justru membahayakan atau mencelakakan.

Untuk mengurangi risiko membahayakan atau mencelakakan ini, cara paling mudah yang bisa kita lakukan adalah merujuk pada sumber-sumber informasi terpercaya dan tetap mengujinya.

Informasi terpercaya kerap muncul di media sosial juga, tetapi tidak selalu demikian adanya. 

Mengasah kekritisan kita dangan sikap skeptis bisa jadi panduan kita tetap bermedia sosial tetapi dengan lebih bijaksana dan tidak mudah terlena.

Salam skeptis,

Wisnu Nugroho

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi