Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ledakan di Beirut, Lebanon, Ini Analisis Pakar Penjinak Bom Terkait Penyebabnya

Baca di App
Lihat Foto
Screengrab from YouTube
Tangkapan rekaman video memperlihatkan jamur raksasa terbentuk dalam ledakan yang terjadi di Beirut, Lebanon, pada 4 Agustus 2020. Setidaknya 73 orang tewas dalam insiden tersebut dengan ribuan lainnya terluka.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Ledakan dahsyat yang mengguncang Beirut, Lebanon, Selasa (4/8/2020) pukul 18.07 waktu setempat, menewaskan sedikitnya 78 orang dan melukai hampir 4.000 orang lainnya.

Pejabat keamanan Lebanon mengungkapkan bahwa insiden tersebut diduga berasal dari ledakan sekitar 2.750 ton amonium nitrat di salah satu gudang di pelabuhan Kota Beirut.

Ledakan yang berasal dari tepi pantai ini menimbulkan gelombang kejut dengan jangkauan yang sangat luas, menyebabkan hancurnya jendela-jendela bangunan sekitar, serta guncangan yang cukup besar.

Kedahsyatan ledakan itu juga dapat disaksikan melalui sejumlah unggahan video amatir yang sempat menangkap momen terjadinya ledakan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melansir Sky News, Rabu (5/8/2020), berbekal pengamatan video dan keterangan dari para saksi mata, Chris Hunter, seorang pakar penjinak bom, memaparkan analisisnya terkait ledakan di Beirut.

Baca juga: Detik-detik Ledakan Besar Guncang Pesisir Beirut, Lebanon

Bukan bubuk mesiu atau amunisi

Mantan pejabat intelijen Inggris ini mengatakan, dilihat dari asap ledakan yang berwarna putih, merah muda, dan merah, kemungkinan besar ledakan di Beirut tidak disebabkan oleh bubuk mesiu ataupun amunisi.

"Ketika terjadi sebuah ledakan, biasanya ada dua jenis asap yang muncul, antara hitam atau putih. Jika asap berwarna hitam, maka ledakan dipastikan terjadi akibat peledak yang biasa digunakan militer atau teroris," kata Hunter.

Sementara itu, jika yang muncul adalah asap berwarna putih maka ledakan terjadi akibat bahan peledak dengan daya ledak rendah.

"Dari pengamatan saya, warna merah gelap berasal dari api, yang kemungkinan berasal dari material terbakar, furnitur, atau cat. Bisa juga berasal dari kepulan debu di area itu," kata Hunter, yang bergabung dengan militer sejak usia 16 tahun.

Ini juga yang menentukan apakah bahan peledak memiliki daya ledak tinggi atau rendah. Daya ledak tinggi ditandai dengan gelombang kejut supersonic, sedangkan daya ledak rendah mengakibatkan kebakaran.

"Hal pertama yang terpikirkan ketika saya melihat ledakan besar ini adalah, sangat tidak mungkin berasal dari bubuk mesiu atau amunisi. Lebih cocok dengan sesuatu yang berdaya ledak rendah, seperti ledakan kembang api," kata Hunter.

Baca juga: Ada 2.750 Ton Amonium Nitrat di Lokasi Ledakan Beirut, Lebanon

Tidak melulu bahan peledak

Ledakan tidak hanya dipicu oleh bahan peledak. Sering kali, campuran debu dan bahan mudah terbakar bisa memicu terjadinya ledakan.

"Jadi, tempat-tempat seperti pabrik serbuk gergaji, pabrik tepung, dan pabrik gula juga dapat menyebabkan ledakan. Bisa saja salah satu dari bahan mudah terbakar tersulut dan kemudian memicu terjadinya ledakan," kata Hunter

Pejabat keamanan Lebanon menyatakan bahwa area terjadinya ledakan dipenuhi dengan bahan mudah meledak, tetapi bukan bahan peledak. Apa bedanya?

Hunter menjelaskan, ada bahan-bahan yang, jika dipicu dengan tepat, bisa menyebabkan terjadinya ledakan.

Misalnya, tabung oksigen di rumah sakit bisa meledak jika dipanaskan pada suhu yang tepat. Contoh lain, misalnya elpiji yang biasa digunakan sehari-hari, dalam kondisi tertentu elpiji juga bisa meledak.

Saat bubuk mesiu atau bahan kembang api ditaruh dalam wadah tertutup, lalu disulut dengan api, permukaan material itu akan terbakar secara merata. Pembakaran itu juga melepaskan gas.

Satu hal yang unik dari bahan peledak dengan daya ledak rendah adalah jika tekanan dinaikkan, ditambah dengan api, dan ditaruh dalam wadah tertutup yang tidak memungkinkan gas untuk keluar, maka terjadilah ledakan.

Baca juga: Update Ledakan di Beirut Lebanon: 78 Orang Tewas dan 4.000 Lainnya Terluka

Kota yang padat

Menurut Hunter, salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi oleh regu pemadam kebakaran adalah apakah semua material sudah benar-benar meledak.

"Kita melihat ledakan yang sangat besar. Namun, ketika pemadam kebakaran pergi ke sana, mereka tidak hanya berhadapan dengan kobaran api. Ada risiko tewas, bangunan yang runtuh, dan kita tidak tahu apakah semua material sudah meledak, atau masih ada yang belum terpicu," kata Hunter.

Pada 2005, terjadi kasus pembunuhan mantan Perdana Menteri Beirut Rafik Al-Hariri yang tewas akibat ledakan bom mobil di pusat Kota Beirut. Hunter menjadi saksi ahli dalam persidangan yang digelar di Hague.

"Beirut adalah kota dengan populasi yang padat. Meski ada pemadam kebakaran dan layanan darurat lainnya, kota mana pun yang mengalami dan menyaksikan ledakan sedahsyat ini, pada awalnya akan kesulitan untuk segera menanganinya," kata Hunter.

"Khususnya, Beirut hanya memiliki sedikit angkutan umum dan jalan raya yang terbatas. Jadi, ada kemungkinan besar terjadinya kemacetan yang tentunya menghambat penanganan pertama," imbuhnya.

Baca juga: Selain Ledakan Lebanon, Ini 6 Ledakan Terbesar Sepanjang Sejarah

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: Sky News
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi