KOMPAS.com - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun 2020 dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) minus 5,32 persen.
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan prediksi pemerintah dan Bank Indonesia.
Sebelumnya, pemerintah dan BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi minus 4,3 persen hingga minus 4,8 persen.
Lalu, apa dampak nyata bagi perekonomian masyarakat secara nyata?
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menjelaskan, dampak yang paling dirasakan masyarakat saat pertumbuhan ekonomi RI minus 5,32 persen adalah menurunnya pendapatan secara signifikan.
Selain itu, ia mengatakan, tidak menutup kemungkinan akan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal atau dirumahkan tanpa digaji dan diberi tunjangan.
"Jadi ini dampaknya pada penurunan secara serentak pendapatan," kata Bhima saat dihubungi Kompas.com, Rabu (5/8/2020).
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi RI Minus 5,32 Persen, Terendah Sejak 1999
Secara naluriah, seseorang yang pendapatannya turun akan merogoh tabungannya hingga menjual aset yang dimiliki.
"Kalau itu sudah tidak bisa dilakukan, maka akan jatuh di kemiskinan. Sementara di sisi yang lain, biaya kesehatan meningkat di tengah Covid-19, BPJS Kesehatan juga naik, jadi biaya naik tidak disertai kenaikkan pendapatan," ucapnya.
Tips bertahan
Bhima pun membagikan tips keuangan bagi keluarga agar dapat bertahan selama perekonomian minus.
Pertama, yang harus dilakukan masyarakat saat ini adalah berhemat.
Kedua, menyisihkan pendapatan untuk dana darurat. Sebab, Bhima menegaskan tidak ada yang tahu kapan perekonomian pulih.
Ketiga, menunda berbelanja yang bersifat sekunder dan tersier.
"Sekarang yang penting adalah makanan dan kesehatan," tegas Bhima.
Baca juga: BPS: Pertumbuhan Ekonomi Banten Kuartal II-2020 Minus akibat Covid-19
Untuk UMKM
Sementara itu, untuk usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), Bhima menyarankan perlu melakukan adaptasi dengan daya beli masyarakat yang menurun.
"Disarankan untuk melakukan downsizing. Jadi downsizing merupakan strategi bisnis untuk menurunkan kualitas dan kuantitas produk, sehingga bisa menyesuaikan dengan daya beli masyarakat," kata Bhima.
Ia mencontohkan, suatu produk yang biasa dijual Rp 5.000 diturunkan kualitasnya sehingga dapat dijual Rp 3.000. Menurutnya, yang penting masyarakat mampu membeli.
Selain itu, ia menyarankan UMKM untuk berinovasi, terutama menyoal digitalisasi.
Bhima mengatakan peluang di bidang digital masih terbuka luas.
"Sekarang yang paling penting inovatif. Terlihat dalam data kuartal II yang dirilis BPS, terjadi kenaikkan sektor informasi dan komunikasi di atas 10 persen," ucapnya.
Baca juga: Ekonomi RI Minus 5,32 Persen, Sudah Masuk Resesi?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.