Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ledakan di Lebanon, Amonium Nitrat Tak Mudah Diledakkan, dan Spekulasi yang Muncul

Baca di App
Lihat Foto
AFP/SAID KHATIB
Sejumlah warga Palestina berkumpul menyalakan lilin di Rafah, Jalur Gaza Selatan, Palestina, saat acara solidaritas atas insiden ledakan di Lebanon, Rabu (5/8/2020). Ungkapan duka dan solidaritas mengalir dari berbagai penjuru dunia atas insiden ledakan dahsyat di Beirut, Lebanon, Selasa (4/8/2020), yang menewaskan lebih dari seratus orang.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Dunia dikejutkan dengan adanya ledakan besar yang mengguncang Pelabuhan Beirut, pelabuhan terbesar dan tersibuk di Lebanon.

Ledakan itu terjadi pada Selasa (4/8/2020) sore waktu setempet dan berhasil diabadikan oleh beberapa warga.

Akibat ledakan dahsyat yang dirasakan hingga radius 10 kilometer itu, 135 warga dilaporkan meninggal dunia, 5.000 orang terluka, dan sekitar 300.000 penduduk Kota Beirut kehilangan tempat tinggal.

Dugaan sementara, ledakan berasal dari 2.750 ton amonium nitrat yang tersimpan di gudang pelabuhan.

Presiden Lebanon Michel Aoun, seperti diunggah akun Twitter kepresidenan @LBpresidency, mengatakan, tidak akan puas sampai menemukan orang yang bertanggung jawab atas ledakan tersebut.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Karena tidak dapat diterima bahwa pengiriman 'amonium nitrat' diperkirakan 2.750 ton selama 6 tahun di sebuah gudang tanpa mengambil tindakan pencegahan, yang membahayakan keselamatan warga negara," ujar Aoun.

Menurut seorang profesor kimia di Rhode Island University Jamie Oxley mengatakan, amonium nitrat sangat sulit untuk diledakkan.

"Sangat sulit untuk menyalakannya dan tidak mudah meledakkannya," kata Oxley, dilansir dari Syarq Awsat, 5 Agustus 2020.

Sementara itu, sebuah memorandum oleh Kementerian Pertanian Perancis menyatakan, ledakan hanya dapat dipicu oleh kontak dengan zat tertentu atau sumber panas yang besar.

Berbagai keraguan ini memunculkan spekulasi soal peristiwa ledakan di Beirut.

Dikutip dari Aljazeera, Rabu (5/8/2020), seorang peneliti urusan Israel Saleh al-Naami melalui unggahannya di Twitter, menyatakan, sistem politik dan birokrasi Lebanon harus memikul tanggung jawab atas ledakan yang disebabkan oleh amonium nitrat.

Namun, menurut dia, hal itu tidak cukup untuk menampik dugaan keterlibatan Israel.

"Dapat diasumsikan bahwa Israel telah mengetahui keberadaan bahan ini dan menemukan cara untuk membakarnya," kata Saleh.

Baca juga: Ledakan di Lebanon, Bencana di Antara Pusaran Krisis Ekonomi dan Politik

Menurut dia, selama dekade terakhir, Gaza menyaksikan ledakan misterius yang hanya ditafsirkan sebagai ledakan tak disengaja.

Meski demikian, ia menilai, ada dugaan keterlibatan Israel dalam peristiwa itu.

Dengan mengutip media Israel, Saleh menyebut anggaran yang dialokasikan untuk Operasi Mossad telah meningkat secara signifikan.

Hal berbeda disampaikan oleh Founder Cornerstone Global Associates Ghanem Nuseibah yang menyebut bahwa Hezbullah mungkin memiliki peran dalam peristiwa ini.

"Hezbullah telah menjadikan konsep "perisai manusia" ke tingkat yang berbeda. Kehancuran Beirut adalah harga mahal yang harus dibayar," kata Ghanem melalui akun Twitter-nya, dikutip dari Middle East Eye, Rabu (5/8/2020).

Pada 2017, pernah tersebar video Sekjen Hezbullah Hassan Nasrallah pada 2017 yang menampilkan ancamannya untuk menyerang Pelabuhan Haifa, Israel.

Dalam video itu ia berbicara tentang ledakan seperti nuklir yang disebabkan oleh amonium nitrat.

Baca juga: Ledakan Lebanon, Bagaimana Amonium Nitrat Sampai ke Pelabuhan Beirut?

Sementara itu, dosen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Siti Mutiah Setiawati menilai, Pemerintah Lebanon harus menyelidiki secara mendalam mengenai amonium nitrat, bahan yang diduga menjadi penyebab ledakan itu.

"Saya tidak tahu jenis bahan itu, tapi harus diselidiki apakah bahan ini benar-benar bahaya dan bisa meledak sedemikian rupa," kata Mutiah yang akrab dipanggil Titik, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (6/8/2020).

Dia pun meragukan bahwa ledakan sebesar itu berasal dari bahan kimia dan lebih cenderung melihatnya sebagai serangan.

Menurut Titik, ada sekelompok orang yang mungkin tidak menginginkan adanya ketenangan di Lebanon.

Namun, dia tak bisa memastikan siapa kelompok itu. Sebab, tensi konflik di kawasan telah menurun selama pandemi Covid-19 melandai.

"Selama pandemi Covid-19 ini kan kita perhatikan no war no peace, tak ada upaya untuk perang serta tak ada diplomasi menuji perdamaian," jelas dia.

Baca juga: Ledakan Lebanon dan Update Terkininya...

Mengenai spekulasi ada yang terlibat dalam ledakan itu, ia menilai, hal itu bisa saja terjadi.

Akan tetapi, semua kemungkinan itu belum bisa dipastikan. 

Terlepas dari semua itu, Titik menjelaskan, Lebanon merupakan negara dengan tingkat heterogenitas agama tinggi.

Keadaan itu akan mudah dipecah belah jika pemimpin tidak bisa mengakomodasi kepentingan setiap kelompok.

"Yang terjadi berungkali adalah ada kelompok yang dirugikan, dipojokkan terus menerus, akhirnya menjadi ekstremis dan teroris muncul," tutur dia.

Di media sosial Twitter, beredar pula foto pekerja tengah mengelas pintu yang disebut dilakukan di gudang tempat amonium nitrat disimpan.

Ada yang menduga pengelasan pintu gudang memunculkan percikan api yang jadi pemicu meledaknya 2.700 ton amonium nitrat.

Namun, keabsahan foto ini masih diragukan. Diakui ada pengerjaan pengelasan pintu, tetapi belum bisa dipastikan apakah hal ini memicu terjadinya ledakan amonium nitrat.

Baca juga: Saat Penduduk Lebanon Bersatu Bersihkan Jalanan Pasca-ledakan...

Bantahan Israel

Seperti diberitakan Kompas.com, mengutip Reuters, Rabu (2/8/2020), Israel menyatakan sama sekali tidak ada kaitannya dengan ledakan di Beirut.

"Israel tidak kaitannya sama sekali dengan insiden ini," terang salah satu pejabat yang tidak ingin diungkap identitasnya.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Gabi Ashkenazi kepada kanal televisi N12, mengatakan, ledakan di Beirut terjadi karena adanya api.

Israel, melalui Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, meminta dewan keamanan berkomunikasi dengan Utusan PBB di Timur Tengah, Nickolay Mladenov.

Mereka ingin mencari tahu bagaimana Israel bisa menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada Lebanon.

"Kami berbagi kepedihan dengan rakyat Lebanon dan dengan tulus menawarkan bantuan kami pada saat yang sulit ini,” kata Presiden Israel Reuven Rivlin.

Melansir Reuters, Gedung Balai Kota Tel Aviv, Israel, pada Rabu (5/8/2020) malam waktu setempat, menampilkan cahaya lampu berbentuk bendera Lebanon. Warna merah, putih, dan cedar hijau tampak sangat jelas menggambarkan bendera Lebanon.

Hal ini merupakan peristiwa langka mengingat kedua negara masih berkonflik.

Wali Kota Tel Aviv Ron Huldai menegaskan, kemanusiaan adalah yang utama dan ini bentuk solidaritas.

Ia pun memerintahkan Gedung Balai Kota di Lapangan Rabin untuk diterangi dengan bendera Lebanon.

“Hati kami bersama orang-orang Lebanon setelah tragedi mengerikan ini,” tulis Huldai di Twitter.

Baca juga: Fakta Seputar Amonium Nitrat dalam Ledakan di Beirut, Lebanon

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Apa itu Amonium Nitrat?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi