Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Buaya Raksasa di Bangka Belitung, Ini Penjelasan LIPI

Baca di App
Lihat Foto
Istimewa.
Buaya raksasa yang mati setelah dijerat warga di Desa Kayu Besi, Bangka.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Sebuah video yang memperlihatkan bangkai buaya dibawa menggunakan buldoser melewati jalan raya baru-baru ini viral di media sosial.

Buaya sepanjang lebih dari 4,5 meter tersebut diketahui ditangkap warga di Desa Kayu Besi, Bangka, Kepulauan Bangka Belitung.

Buaya tersebut diduga mati karena faktor kelelahan setelah ditangkap warga menggunakan umpan monyet pada Senin lalu.

Dilansir Kompas.com, Kamis (6/8/2020), buaya tersebut kemudian dikuburkan dengan ritual khusus. Warga setempat meyakini buaya besar itu berasal dari kerajaan siluman.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Viral Pintu Keluar Tol Rawa Buaya Dipalang Rantai, Ini Penjelasannya

Lantas termasuk jenis apakah buaya tersebut?

Penjelasan LIPI

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amir Hamidi menjelaskan bahwa buaya yang viral itu berjenis buaya muara atau Crocodylus porosus.

"Itu buaya muara. Untuk jenis buaya muara memang ukurannya bisa mencapai seperti itu," katanya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (7/8/2020).

Untuk buaya muara, dia mengatakan, menurut Guinness World Records yang terbesar saat ini yaitu 6 meter di Mindanau, Filipina.

"Enggak (bukan buaya siluman). Kalau siluman pasti enggak kelihatan," ujarnya.

Baca juga: Viral, Video Batu Hitam Disebut Meteor Jatuh dari Langit hingga Timpa Rumah Warga

Amir menjelaskan, buaya muara umum di Indonesia. Hampir di semua wilayah Indonesia ada buaya muara.

Tak hanya di perairan payau, tapi juga dia perairan laut hingga danau.

Menurutnya buaya muara memiliki adaptasi yang cukup bagus.

Baca juga: Viral, Unggahan Mobil Dinas Wali Kota Semarang Bisa Digunakan untuk Acara Pernikahan

Konflik buaya manusia

Amir mengatakan konflik buaya-manusia sering terjadi di Indonesia. Konflik bisa dipicu banyak hal.

"Bisa manusia masuk ke teritori buaya atau sebaliknya. Karena buaya semakin besar teritorinya juga semakin besar," kata Amir.

Dia mengatakan, di Afrika juga sering ada konflik, tapi mereka menggunakan jaring untuk pengaman.

Baca juga: Viral Utas soal Predator Fetish Kain Jarik, Ini Tanggapan Unair

Jaring digunakan sebagai pembatas dengan teritori buaya. Sehingga orang-orang bisa tetap mencuci, mandi, atau melakukan hal lain di sungai/air.

Akan tetapi di Indonesia terkendala karena nelayan yang mencari ikan tidak bisa dibatasi dengan jaring. Sehingga mau tak mau nelayan masuk ke teritori buaya atau sebaliknya.

"Yang perlu dilihat adalah semua jenis buaya sudah dilindungi di Indonesia, sehingga kalau ada konflik mekanismenya seperti apa sudah diatur di Undang-Undang," ujarnya.

Menurutnya jika buaya sudah membahayakan atau memakan korban, perlu dilakukan kajian untuk menentukan langkah selanjutnya.

Langkah itu bisa dibatasi populasinya, relokasi, dan sebagainya. Tapi untuk mengambil tindakan, menurutnya perlu ada kajian ilmiah dulu.

Baca juga: Viral, Unggahan soal Razia Kendaraan yang Dikhawatirkan Berpotensi Tularkan Covid-19

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi