Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nadiem Sebut Pembelajaran Tatap Muka di Zona Hijau dan Kuning Diperbolehkan, Ini Tanggapan KPAI

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Guru menggunakan masker dan pelindung wajah saat menerangkan pelajaran dalam kelas tatap muka di TK An-Nuur, Jakarta Selatan, Selasa (4/8/2020). Uji coba pembelajaran tatap muka ini berlangsung dengan menjalankan protokol kesehatan Covid-19.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyampaikan, sekolah yang berada di zona hijau dan kuning diperbolehkan untuk melakukan pembelajaran tatap muka.

Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan kebijakan tersebut tidak memaksakan adanya pembelajaran tatap muka dengan mengikuti protokol kesehatan di zona hijau dan kuning, melainkan merevisi surat keputusan bersama (SKB) empat menteri yakni Mendikbud, Menteri Kesehatan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri untuk memperbolehkan.

Menurut Nadiem, pelaksanaan pembelajaran jarak jauh selama pandemi Covid-19 menimbulkan dua dampak yang serius, yakni ancaman putus sekolah dan risiko lost generation.

Baca juga: Curhatan Seorang Guru di Tengah Pandemi Corona...

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapan KPAI

Terkait kebijakan tersebut, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengatakan, pihaknya menyayangkan keputusan pemerintah merevisi SKB 4 menteri dengan mengizinkan pembelajaran tatap muka pada zona kuning.

Menurutnya, pembelajaran tatap muka pada zona kuning sangat berisiko bagi anak-anak.

"Sangat berisiko bagi anak-anak. Jika melihat data Gugus Covid-19 berarti total yang diizinkan membuka sekolah mencapai 249 kota/kabupaten atau 43 persen jumlah peserta didik," ujar Retno kepada Kompas.com, Jumat (7/8/2020).

Ia menambahkan, KPAI memandang bahwa hak hidup dan hak sehat bagi anak-anak adalah yang lebih utama di masa pandemi saat ini.

"Apalagi dokter Yogi dari IDAI dalam rapat koordinasi dengan Kemdikbud beberapa waktu lalu menyampaikan bahwa anak-anak yang terinfeksi covid 19, ada yang mengalami kerusakan pada paru-parunya," lanjut dia.

Terkait penularan Covid, Retno menambahkan bahwa anak juga berpotensi untuk menularkan Covid-19 kepada orang lain, kematian berpotensi akan meningkat terus.

Baca juga: Viral Pesan dan Foto Kondisi Paru-paru Anak 7 Tahun Penuh Cairan Diduga Covid-19

Evaluasi SKB 4 Menteri

Selain itu, Retno menjelaskan, SKB 4 menteri seharusnya dievaluasi dulu, sehingga dapat dilakukan perbaikan-perbaikan pada pengalaman atau praktik di sekolah-sekolah atau daerah-daerah yang membuka sekolah di zona hijau.

Menurutnya, proses ini setidaknya tidak pernah disampaikan kepada publik.

Ia menambahkan, berdasarkan hasil pengawasan KPAI d 15 sekolah pada wilayah Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta, menunjukkan hasil hanya 1 sekolah saja yang siap dan memenuhi daftar periksa, yakni SMKN 11 Kota Bandung.

“Dalam bulan Agustus 2020 ini, KPAI akan terus melanjutkan pengawasan langsung ke berbagai sekolah di Serang, Subang, kota Bekasi, kota Bogor, Brebes, Bengkulu, Lombok, dan lainnya,” ujar Retno.

Baca juga: IDAI Anjurkan Sekolah Tidak Dibuka hingga Desember 2020, Apa Alasannya?

Belajar dari pembukaan sekolah di zona hijau, seperti di Pariaman (Sumatera Barat) dilaporkan ada seorang guru dan seorang operator sekolah yang terinfeksi Covid--19, padahal proses pembelajaran tatap muka sudah berlangsung selama satu minggu.

Kasus lain juga terjadi di Tegal di mana wilayah ini termasuk zona hijau, ketika membuka sekolah ternyata ada seorang siswa terinfeksi Covid-19, padahal para siswa sudah masuk sekolah selama dua minggu.

“Artinya, kalau ada satu siswa terinfeksi maka 30 siswa lain harus dites. Kalau belum terbukti terinfeksi Covid-19, maka biaya tes tidak ditanggung pemerintah pusat," ujar Retno.

"Jadi, kalau pas buka sekolah dan ternyata ada kasus Covid-19, siapakah yang akan menanggung biaya tes untuk 30 anak/guru di kluster tersebut,” lanjut dia.

Baca juga: Menilik Potensi Resesi Ekonomi Indonesia di Tengah Pandemi Covid-19...

Kurikulum darurat

Kendati demikian, KPAI mengapresiasi Kemendikbud, di mana kurikulum dalam situasi darurat atau kurikulum yang disederhanakan sudah dibuat, meski barangnya belum diketahui publik.

Sementara, KPAI juga belum mendapatkan Permendikbud tentang standar isi dan standar penilaian, karena perubahan kurikulum semestinya didasarkan pada standar isi dan standar penilaian tersebut.

Retno menyampaikan, Kemdikbud tidak tegas lantaran kurikulum dalam situasi darurat ini harus digunakan seluruh sekolah, tetapi menjadi kurikulum alternatif.

Baca juga: Berikut Syarat Pembukaan Kembali Sekolah di Tengah Pandemi

Seharusnya tidak boleh ada pelaksanaan kurikulum berbeda dalam satu tahun ajaran baru karena akan membingungkan guru dan sekolah di lapangan seperti pernah terjadi pada saat Mendikbud Anies Baswedan, yaitu berlakunya dua kurikulum, kurikulum 2013 dengan kurikulum KTSP.

“Situasinya darurat, jadi untuk meringankan guru, siswa dan orangtua maka kurikulum yang harusnya diberlakukan adalah kurikulum dalam situasi darurat di seluruh Indonesia,” kata Retno.

Baca juga: Memprediksi Kapan Pandemi Covid-19 di Indonesia Akan Berakhir...

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi