KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo baru-baru ini menunjuk Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa menjadi Wakil Ketua Komite Pelaksana Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Mengutip KompasTV (8/8/2020), Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir menjelaskan, diangkatnya KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa tersebut diharapkan mampu meningkatkan kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan.
Menurut dia, sosialisasi tentang pentingnya menjaga protokol kesehatan itulah yang perlu ditingkatkan, sehingga perlu keterlibatan TNI Angkatan Darat.
Baca juga: Profil KSAD Jenderal Andika Perkasa, Wakil Erick Thohir di Komite Penanganan Covid-19
Alasan lain, yakni lantaran TNI AD disebutnya memiliki struktur organisasi yang luas hingga ke seluruh pelosok negeri.
Menanggapi hal itu, dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Gabriel Lele mengatakan, kritik terhadap pelibatan militer dalam penanganan Covid-19 biasanya disebabkan trauma masa lalu.
"Soal keterlibatan militer..., ya ancaman Orde Baru lah. Kedua, konon tidak sesuai dengan semangat reformasi, 'Militer itu di barak saja', tapi itu semua kan logika normal. Dalam situasi krisis seperti ini, kalau saya sih tidak apa-apa (pelibatan TNI). Justru sangat dibutuhkan ada institusi atau aktor yang bisa menegakkan disiplin," kata Gabriel saat dihubungi Kompas.com, Minggu (9/8/2020).
Baca juga: Profil Tiga Jenderal yang Dicopot dari Jabatannya karena Kasus Djoko Tjandra
Ia menilai, TNI dan Polri memiliki keunggulan di sisi penegakan disiplin. Menurutnya, hal itu sejalan dengan kenyataan bahwa masyarakat Indonesia sulit untuk disiplin, salah satunya dalam hal penerapan protokol kesehatan.
"Tinggal diberi koridor yang tepat agar pelibatan itu tidak kemudian melahirkan implikasi dalam bentuk tindakan-tindakan yang mungkin terlalu represif," kata Gabriel.
Menurutnya, TNI dan Polri yang sekarang sudah lebih berbeda dengan postur mereka 20 tahun lalu yang masih sangat represif.
Baca juga: Profil Zulkifli Zaini, Dirut PLN Pilihan Erick Thohir
Pembagian peran
Terkait penanganan Covid-19 yang sebelumnya ditangani oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Gabriel menilai kebijakan yang dibuat sebenarnya sudah bagus. Namun, pelaksanaannya masih belum optimal.
"Kita melihat kebijakannya ya lumayan lah. Cuma implementasinya, misal terkait PSBB, itu kan tidak optimal. Tidak optimalnya di mana? Lagi-lagi di masyarakat kita yang susah sekali diajak untuk tertib," kata Gabriel.
Baca juga: Simak, Ini 10 Cara Pencegahan agar Terhindar dari Virus Corona
Ia memaparkan, dengan melibatkan militer dalam penanganan Covid-19, maka akan terjadi pembagian peran dengan institusi lain.
"Pembagian perannya dalam artian, Kementerian Kesehatan itu kan portofolionya jelas, mengurusi aspek-aspek teknisnya. Jadi yang berbau dengan, misalnya diagnosisnya bagaimana, cara skriningnya bagaimana, pengobatannya bagaimana. Isu-isu teknis kesehatan itu biar di Kementerian Kesehatan," ujar dia.
"Ketika di lapangan, apakah kebijakan yang bagus dari Kementerian Kesehatan akan diterima begitu saja oleh masyarakat? Pada praktiknya kan tidak. Dalam situasi ketika tindakan medis mendapat 'perlawanan', tidak dipatuhi, maka disitulah porsi kawan-kawan TNI/Polri," imbuhnya.
Menurut Gabriel, pelibatan TNI dan Polri dalam penanganan Covid-19 tidak dalam posisi perumusan kebijakan, melainkan membantu di level eksekusi atau pelaksanaan.
Baca juga: Memprediksi Kapan Pandemi Covid-19 di Indonesia Akan Berakhir...
Membuat Presiden pusing
Gabriel mengatakan, permasalahan penanganan Covid-19 di Indonesia terletak pada tata kelola organisasi.
Menurutnya, Indonesia memiliki kemampuan dan sumber daya yang mumpuni, namun belum mampu menggunakannya secara efektif.
"Melibatkan banyak institusi dengan mandat yang berbeda. Padahal keberhasilan penanganan Covid itu sangat tergantung pada kerja sama semuanya ini, itulah yang saya kira membuat Presiden pusing," kata Gabriel.
Baca juga: Mengenal Apa Itu Resesi Ekonomi, Dampak, dan Penyebabnya...
Selain itu, ia juga berpendapat bahwa pelibatan militer juga sebagai langkah antisipasi untuk mengamankan stabilitas nasional. Tidak menutup kemungkinan bila situasi pandemi yang saat ini dihantui resesi ekonomi global ini akan berdampak pada keamanan nasional.
"Kita belum ke sana, tapi konon sudah dekat. Sebelum resesi berat itu menjadi kenyataan, pemerintah coba ambil langkah tegas dengan 'Oke kita coba disiplinkan orang'. Ini kan pemerintah mencoba mencari keseimbangan di antara isu ekonomi dan kesehatan," kata Gabriel.
Hal tersebut kemudian menjadi alasan pemerintah memilih menerapkan PSBB ketimbang lockdown penuh, agar ekonomi dan kesehatan bisa jalan beriringan. Namun, untuk melaksanakan itu dibutuhkan kedisiplinan.
"Di titik itu TNI/Polri bisa membantu. Hanya catatan saya tadi, masih ada bayang-bayang masa lalu, maka yang perlu diperjelas adalah protokolnya. Pada titik mana TNI/Polri harus masuk, dan ketika masuk itu harus melakukan apa, dengan cara apa, mekanisme akuntabilitasnya bagaimana. Itu saja yang diatur," pungkasnya.
Baca juga: Mengenal Apa Itu Resesi Ekonomi dan Bedanya dengan Depresi Ekonomi