Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jurnalis
Bergabung sejak: 16 Mar 2020

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Jokowi di Tengah Jepitan Pandemi dan Ancaman Resesi

Baca di App
Lihat Foto
Agus Suparto/Fotografer Kepresidenan
Presiden Joko Widodo pada Kamis (25/6/2020) pagi, bertolak menuju Jawa Timur. Ini adalah pertama kalinya Jokowi melakukan kunjungan kerja di masa new normal atau tatanan baru pandemi virus corona Covid-19.
Editor: Heru Margianto


"Ketika zaman mentor kita Pak SBY selama 10 tahun, ekonomi kita meroket, APBN kita meningkat, utang dan defisit kita terjaga. Pendapatan rakyat naik dan lain-lain. Termasuk tentang persentase tingkat kemiskinan dan pengangguran.”

Kalimat itu disampaikan Ketua Fraksi Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono Jumat (7/8/2020).

Pernyataan itu sebentuk kritik terhadap pemerintahan Joko Widodo yang dinilai ‘tak becus’ dalam mengelola ekonomi.

Anak mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang selama ini dikenal ‘anteng’ ini menyebut, ekonomi Indonesia di bawah pemerintahan ayahnya jauh lebih baik di banding saat ini.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik juga datang dari Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon. Ia menilai, kinerja pemerintah lamban dan salah resep dalam mencegah dampak pandemi virus Corona.

Pasalnya, PDB Indonesia pada kuartal II minus sebesar 5,32 persen. Angka ini jauh lebih buruk dari ekspektasi pemerintah yang memperkirakan hanya minus 4,3-4,8 persen.

Fadli menilai, pemerintah gagal menetapkan prioritas kebijakan dalam menangani pandemi.

Kini, sebut dia, ada dua masalah yang sedang dihadapi pemerintah, yakni pandemi dan resesi ekonomi.

Ekonomi di tengah jepitan pandemi

Semua berawal dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS). Lembaga ini mencatat, ekonomi RI pada kuartal II-2020 minus 5,32 persen. Realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang minus 5,32 persen ini paling rendah sejak krisis 1999.

Angka ini memperparah kondisi ekonomi kita. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 hanya mencapai 2,97 persen. Angka itu jauh dari target kuartal I yang diharapkan mencapai kisaran 4,5-4,6 persen.

Pemerintah menyebut, pertumbuhan ekonomi di kuartal I jauh dari harapan karena terdampak berbagai kebijakan terkait penanganan virus corona, khususnya work from home dan physical distancing.

Sementara, pertumbuhan ekonomi di kuartal II lebih buruk dari kuartal I karena dampak kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Apapun dalih pemerintah, angka-angka ini sangat mengecewakan. Meski menghadapi pandemi, pemerintah sudah diberi ruang lebih besar untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dengan berbagai skema dan regulasi.

Dalam regulasi terkait penanganan pandemi, pemerintah memiliki kewenangan besar untuk mengelola keuangan negara selonggar-longgarnya tanpa potensi pidana.

Regulasi yang dimaksud adalah Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan COVID-19 yang telah disahkan oleh DPR menjadi UU.

Ancaman resesi

Pemerintah sudah melakukan sejumlah upaya untuk mengatasi dan mengantisipasi terjadinya resesi mulai dari pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga menggelontorkan dana besar untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Anggaran PEN yang dimaksudkan guna memulihkan ekonomi nasional mencapai Rp 695 triliun. Namun, berbagai upaya tersebut belum menunjukkan hasil.

Buktinya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II jauh lebih buruk dari prediksi. Dan kondisi tersebut diprediksi akan berlanjut hingga kuartal III.

Sementara, hingga saat ini masyarakat diprediksi masih menahan konsumsi akibat efek pandemi. Konsumsi juga menurun karena lonjakan PHK karyawan yang masih terus terjadi.

Kebijakan ‘berdamai dengan pandemi’ atau new normal yang diharapkan bisa memulihkan perekonomian hasilnya juga belum kelihatan. Masyarakat masih membatasi diri. Industri juga takut beroperasi kembali. Imbasnya ekonomi akan tergerus lagi.

Berbagai kondisi ini disebut karena sejak awal pemerintah keliru menetapkan prioritas. Seharusnya saat pertama kali virus corona terkonfirmasi ada di Indonesia, pemerintah segera melakukan berbagai tindakan guna mencegah penyebarannya seperti karantina wilayah.

Namun, dengan dalih ekonomi pemerintah tak mau menerapkan kebijakan tersebut. Padahal perekonomian mustahil tumbuh jika negara gagal mengatasi pandemi.

Di sisi lain angka kasus Covid-19 masih relatif tinggi. Sejumlah daerah yang sebelumnya sempat dinyatakan ‘aman’ angka kasusnya kembali naik signifikan.

Melihat kondisi ini, pemerintah harus tegas dalam menentukan prioritas, menyelesaikan pandemi atau membenahi ekonomi.

Pemerintah tak bisa menyelamatkan keduanya bersamaan. Harus ada yang diprioritaskan. Idealnya, pemerintah fokus dulu menangani pandemi. Setelah itu baru membenahi ekonomi.

Mendongkrak daya beli

Lambannya penyerapan anggaran dan penyaluran bantuan untuk masyarakat disebut sebagai penyebab tingkat kontraksi ekonomi Indonesia lebih buruk dari prediksi. Karena bantuan untuk masyarakat, terutama dalam bentuk tunai, bisa memberi dorongan signifikan bagi perekonomian.

Menurut sejumlah ekonom, porsi konsumsi rumah tangga berkontribusi cukup besar pada pertumbuhan ekonomi nasional terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Kinerja ekonomi banyak ditentukan dari konsumsi rumah tangga atau daya beli masyarakat. Penguatan konsumsi rumah tangga dalam masa pandemi covid-19 dinilai dapat membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap terjaga.

Untuk itu, pemerintah perlu menambah anggaran untuk memperkuat daya beli masyarakat.

Pemerintah harus menjaga daya beli masyarakat agar pertumbuhan ekonomi pada kuartal III tidak terjun bebas lagi. Daya beli masyarakat harus menjadi prioritas utama agar ekonomi Indonesia tidak semakin terpuruk.

Selain itu, pemerintah juga harus kreatif memanfaatkan sejumlah peluang guna meningkatkan perekonomian.

Benarkah ekonomi Indonesia meroket di era SBY? Apa yang membuat ekonomi di era SBY lebih stabil? Selain pandemi, apa yang membuat ekonomi di era Jokowi terjun bebas?

Sejauh ini bagaimana efektifitas program PEN? Lalu apa yang mesti dilakukan pemerintah guna memulihkan perekonomian nasional?

Ikuti pembahasannya dalam talkshow Dua Arah, Senin (10/8/2020), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 22.00 WIB.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi