Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Patut untuk Dipahami, Berikut Beda Psikotropika dan Narkotika

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/HANDOUT
Ilustrasi Narkoba
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Psikotropika, narkotika, serta zat-zat adiktif dan obat berbahaya lainnya (NAPZA) atau disebut narkoba merupakan ancaman paling nyata dan serius yang dihadapi negara, terutama generasi muda.

Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada 2018 di kelompok pelajar dan mahasiswa mencapai 3,2 persen.

Angka itu setara dengan 2.297.492 orang dari total jumlah pelajar remaja di Indonesia yang mencapai 15.440.000 orang.

Baca juga: Sepak Terjang Roy Kiyoshi, dari soal Narkoba hingga Keinginan Go Internasional

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas, apa itu psikotropika dan narkotika, apa bedanya?

Psikotropika

Mengutip laman resmi BNN, psikotropika merupakan zat atau obat yang bekerja menurunkan fungsi otak serta merangsang susunan syaraf pusat.

Sehingga, psikotropika dapat menimbulkan reaksi berupa halusinasi, ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan perasaan yang tiba-tiba, dan menimbulkan rasa kecanduan pada pemakainya.

Jenis obat-obatan ini bisa ditemukan dengan mudah di apotek, hanya saja penggunaannya harus sesuai dengan resep dokter.

Baca juga: Klaim Obat Covid-19 Hadi Pranoto, dari Disebut Hoaks hingga Pembodohan

Efek kecanduan yang diberikan pun memiliki kadar yang berbeda-beda, mulai dari berpotensi tinggi menimbulkan ketergantungan hingga ringan.

Banyak pengguna yang mengkonsumsi obat-obatan tersebut tanpa izin dari dokter. Meski efek kecanduan yang diberikan termasuk rendah, namun tetap saja bisa berbahaya bagi kesehatan.

Masih dari sumber yang sama, sebagian besar pemakai yang sudah mengalami kecanduan, dimulai dari kepuasan yang didapatkan usai mengkonsumsi zat tersebut yang berupa perasaan senang dan tenang.

Baca juga: Ramai soal Klaim Obat Covid-19 Hadi Pranoto, Ini Tanggapan Peneliti Mikrobiologi UGM

Sebabkan ketergantungan

Lama-kelamaan, pemakaian mulai ditingkatkan sehingga menyebabkan ketergantungan. Jika sudah mencapai level parah, bisa mengakibatkan kematian.

Penyalahgunaan dari obat-obatan tersebut juga bisa terancam terkena hukuman penjara. Karena itulah, meski beberapa manfaatnya sangat baik bagi kesehatan, namun jika berlebih dan tidak sesuai dengan anjuran dokter bisa menyebabkan efek yang berbahaya.

Baca juga: Alasan Singapura Tak Rekomendasikan Dexamethasone sebagai Obat Covid-19

Psikotropika terbagi atas empat golongan, yakni golongan 1 hingga 4.

Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini memiliki potensi yang tinggi menyebabkan kecanduan.

Tidak hanya itu, zat tersebut juga termasuk dalam obat-obatan terlarang yang penyalahgunaannya bisa dikenai sanksi hukum.

Jenis obat ini tidak untuk pengobatan, melainkan hanya sebagai pengetahuan saja. Contoh dari psikotropika golongan 1 di antaranya adalah LSD, DOM, Ekstasi, dan lain-lain yang secara keseluruhan jumlahnya ada 14.

Pemakaian zat tersebut memberikan efek halusinasi bagi penggunanya serta merubah perasaan secara drastis. Efek buruk dari penyalahgunaannya bisa menimbulkan kecanduan yang mengarah pada kematian jika sudah mencapai level parah.

Baca juga: Deretan Produk yang Diklaim Efektif untuk Covid-19, dari Obat Herbal hingga Kalung Antivirus Corona

Golongan 2 juga memiliki risiko ketergantungan yang cukup tinggi meski tidak separah golongan 1.

Pemakaian obat-obatan ini sering dimanfaatkan untuk menyembuhkan berbagai penyakit.

Penggunaannya haruslah sesuai dengan resep dokter agar tidak memberikan efek kecanduan.

Golongan 2 ini termasuk jenis obat-obatan yang paling sering disalahgunakan oleh pemakaianya, misalnya adalah Sabu atau Metamfeamin, Amfetamin, Fenetilin, dan zat lainnya yang total jumlahnya ada 14.

Golongan 3 memberikan efek kecanduan yang terhitung sedang. Namun begitu, penggunaannya haruslah sesuai dengan resep dokter agar tidak membahayakan kesehatan.

Jika dipakai dengan dosis berlebih, kerja sistem juga akan menurun secara drastis. Pada akhirnya, tubuh tidak bisa terjaga dan tidur terus sampai tidak bangun-bangun.

Penyalahgunaan obat-obatan golongan ini juga bisa menyebabkan kematian.

Contoh dari zat golongan 3 di antaranya adalah Mogadon, Brupronorfina, Amorbarbital, dan lain-lain yang jumlah totalnya ada 9 jenis.

Baca juga: Teka-teki Rendahnya Angka Kematian akibat Covid-19 di Jepang

  • Psikotropika Golongan 4

Golongan 4 memang memiliki risiko kecanduan yang kecil dibandingkan dengan yang lain.

Namun tetap saja jika pemakaiannya tidak mendapat pengawasan dokter, maka bisa menimbulkan efek samping yang berbahaya termasuk kematian.

Penyalahgunaan obat-obatan pada golongan 4 terbilang cukup tinggi.

Beberapa di antaranya bahkan bisa dengan mudah ditemukan dan sering dikonsumsi sembarangan.

Adapun contoh dari golongan 4 di antaranya adalah Lexotan, Pil Koplo, Sedativa atau obat penenang, Hipnotika atau obat tidur, Diazepam, Nitrazepam, dan masih banyak zat lainnya yang totalnya ada 60 jenis.

Baca juga: Mengenal Riklona dan Tramadol, 2 Jenis Pil Psikotropika yang Digunakan Lucinta Luna

Bahaya dan efek psikotropika

Meski memberikan efek kecanduan, namun penggunaan zat-zat tersebut diperbolehkan asalkan sesuai dengan resep dokter.

Namun sayang, saat ini pemakaiannya justru berlebih dan melewati dosis normal sehingga manfaat yang diberikan justru memberikan dampak buruk bagi kesehatan.

Ada banyak bahaya dan efek penyalahguaan psikotropika, seperti stimulan, halusinogen dan depresan.

Baca juga: Cegah Depresi dengan Menulis

Stimulan yakni fungsi tubuh akan bekerja lebih tinggi dan bergairah sehingga pemakainya lebih terjaga.

Kerja organ tentu menjadi berat dan jika si pemakai tidak menggunakan obat-obatan tersebut, badan menjadi lemah.

Efek kecanduan ini menyebabkan penggunanya harus selalu mengkonsumsi zat tersebut agar kondisi tubuh tetap prima. Contoh stimulan yang sering disalahgunakan adalah ekstasi dan sabu-sabu.

Baca juga: Berkaca dari Kasus Sulli, Mengapa Banyak Tokoh Terkenal Alami Depresi?

Kemudian halusinogen, adalah efek yang sering dialami oleh pemakai di mana persepsinya menjadi berubah dan merasakan halusinasi yang berelebihan.

Contoh zat yang memberikan efek halusinogen salah satunya adalah ganja.

Depresan, merupakan efek tenang yang dihasilkan disebabkan karena zat tersebut menekan kerja sisten syaraf pusat.

Jika digunakan secara berlebihan, penggunanya bisa tertidur terlalu lama dan tidak sadarkan diri. Bahaya yang paling fatal adalah menyebabkan kematian.

Contoh zat yang bersifat depresan salah satunya adalah putaw.

Baca juga: Mengenal Beda Depresi dan Kesedihan

Narkotika

Juga disadur dari sumber yang sama, narkotika adalah zat atau obat baik yang bersifat alamiah, sintetis, maupun semi sintetis yang menimbulkan efek penurunan kesadaran, halusinasi, serta daya rangsang.

Sementara menurut Undang-Undang Narkotika pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa narkotika merupakan zat buatan atau pun yang berasal dari tanaman yang memberikan efek halusinasi, menurunnya kesadaran, serta menyebabkan kecanduan.

Obat-obatan tersebut dapat menimbulkan kecanduan jika pemakaiannya berlebihan.

Pemanfaatan dari zat-zat itu adalah sebagai obat penghilang nyeri serta memberikan ketenangan. Penyalahgunaannya bisa terkena sanksi hukum.

Baca juga: Video Rendang Berisi Narkoba Ternyata di Nigeria, Ini Penjelasannya...

Menurut Undang-Undang tentang Narkotika, jenisnya dibagi menjadi menjadi 3 golongan berdasarkan pada risiko ketergantungan.

  • Narkotika Golongan 1

Narkotika golongan 1 seperti ganja, opium, dan tanaman koka sangat berbahaya jika dikonsumsi karena beresiko tinggi menimbulkan efek kecanduan.

  • Narkotika Golongan 2

Sementara narkotika golongan 2 bisa dimanfaatkan untuk pengobatan asalkan sesuai dengan resep dokter.

Jenis dari golongan ini kurang lebih ada 85 jenis, beberapa diantaranya seperti Morfin, Alfaprodina, dan lain-lain.

Golongan 2 juga berpotensi tinggi menimbulkan ketergantungan.

  • Narkotika Golongan 3

Dan yang terakhir, narkotika golongan 3 memiliki risiko ketergantungan yang cukup ringan dan banyak dimanfaatkan untuk pengobatan serta terapi.

Baca juga: Deretan Artis yang Terjerat Narkoba Sepanjang Oktober 2019

Bahaya dan efek narkotika

Peredaran dan dampak narkoba saat ini sudah sangat meresahkan. Mudahnya mendapat bahan berbahaya tersebut membuat penggunanya semakin meningkat.

Tak kenal jenis kelamin dan usia, semua orang berisiko mengalami kecanduan jika sudah mencicipi zat berbahaya ini.

Meski ada beberapa jenis yang diperbolehkan dipakai untuk keperluan pengobatan, namun tetap saja harus mendapatkan pengawasan ketat dari dokter.

Baca juga: Kembali Ditangkap karena Kasus Narkoba, Berikut Perjalanan Hidup Tio Pakusadewo

 

Ada banyak bahaya narkoba bagi hidup dan kesehatan.

Di antaranya yakni dehidrasi, halusinasi, menurunnya tingkat kesadaran, gangguan kualitas hidup, hingga kematian.

Penyalahgunaan zat tersebut bisa menyebabkan keseimbangan elektrolit berkurang. Akibatnya badan kekurangan cairan.

Baca juga: Waspadai Bahaya Penyakit Lambung karena Pola Makan Tidak Sehat

Kejang-kejang

Jika efek ini terus terjadi, tubuh akan kejang-kejang, muncul halusinasi, perilaku lebih agresif, dan rasa sesak pada bagian dada.

Jangka panjang dari dampak dehidrasi ini dapat menyebabkan kerusakan pada otak.

Dampak narkoba yang paling buruk terjadi jika si pemakai menggunakan obat-obatan tersebut dalam dosis yang tinggi atau yang dikenal dengan overdosis.

Baca juga: Mengapa Angka Kematian akibat Covid-19 di Asia Lebih Rendah daripada Eropa dan AS?

Pemakaian sabu-sabu, opium, dan kokain bisa menyebabkan tubuh kejang-kejang dan jika dibiarkan dapat menimbulkan kematian.

Inilah akibat fatal yang harus dihadapi jika sampai kecanduan narkotika, nyawa menjadi taruhannya.

Pemakaian zat-zat narkotika hanya diperbolehkan untuk kepentingan medis sesuai dengan pengawasan dokter dan juga untuk keperluan penelitian.

Selebihnya, obat-obatan tersebut tidak memberikan dampak positif bagi tubuh. Yang ada, kualitas hidup menjadi terganggu, relasi dengan keluarga kacau, kesehatan menurun, dan yang paling buruk adalah menyebabkan kematian.

Karena itu, jangan coba-coba memakai barang berbahaya tersebut karena risikonya sangat tinggi bagi hidup dan kesehatan.

Baca juga: Saat Militer Disebut Dibutuhkan untuk Menegakkan Disiplin Protokol Kesehatan Covid-19...

Hal senada juga disampaikan oleh Menurut ahli kesehatan jiwa Dr Dharmawan, psikotropika adalah obat-obat yang mempengaruhi fungsi psikis, yaitu fungsi otak untuk berpikir perasaan dan tindakan.

Sementara itu, narkotika adalah zat alamiah, sintetik atau semi sentetik yang menyebabkan halusinasi, adiksi, perubahan kesadaran, bahkan penurunan kesadaran.

"Kalau psikotropika sebagian besar tidak sebabkan adiksi hanya golongan tertentu seperti benzodiazepin. Kalau narkotika hanya morfin yang digunakan secara legal di kedokteran untuk mengatasi nyeri yang hebat atau kuat," kata Dharmawan saat dihubungi Kompas.com, Rabu (12/8/2020).

Baca juga: Artis Banyak Terjerat Narkoba, Fenomena Apa?

KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI Negeri Darurat Narkoba

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi