Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satgas Covid-19 IDI: Kondisi Sekarang Lebih Berat untuk Tenaga Kesehatan...

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Petugas kesehatan berjaga disamping tenda khusus sampel swab lendir tenggorokan dan hidung di halaman RS Pertamina Jaya, Jakarta Timur, Selasa (5/5/2020). RS Pertamina Jaya dikhususkan untuk menangani pasien virus corona dengan gejala berat dan dilengkapi dengan Command Center dimana 65 Rumah Sakit BUMN di seluruh Indonesia terkoneksi. Sedangan Hotel Patra Comfort sebagai Rumah Sakit Darurat Covid-19 disiagakan untuk menampung pasien corona.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Penambahan kasus-kasus baru infeksi virus corona yang dikonfirmasi positif di Indonesia masih terus bertambah setiap harinya.

Mereka yang positif Covid-19 dari berbagai latar belakang, termasuk pada tenaga dokter dan pekerja medis lainnya.

Dengan penambahan kasus Covid-19 dan terpaparnya tenaga medis, bagaimana situasi saat ini?

Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban, mengatakan, saat ini yang paling dirasakan oleh tenaga kesehatan adalah kondisi bed rumah sakit yang penuh.

"Tentu menjadi lebih sibuk, lebih berat sekarang untuk tenaga kesehatan yang terkait dengan Covid-19 ini. Masalah sekarang semakin berat, buktinya adalah ruang-ruang rumah sakit penuh, itu satu," kata Zubairi saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/8/2020).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Persoalan lainnya, lanjut Zubairi, peningkatan jumlah kasus ini diikuti dengan persentase kasus positif yang juga ikut naik.

Ia menyebutkan, persentase kasus positif di Jakarta naik dari rata-rata 5,6 persen, kini di kisaran 7,4 persen.

Sementara, di Indonesia, secara keseluruhan, persentase kasus positif yang awalnya rata-rata 12,8 persen, pada sepekan terakhir ini menjadi 15,5 persen.

"Artinya, semakin seriusnya masalah Covid-19 tidak hanya dilihat dari peningkatan jumlah kasus yang masih terus terjadi, tapi juga persentase kasus positif yang naik," kata Zubairi.

Baca juga: New Normal, Ini Imbauan IDI untuk Tenaga Medis

Masih jauh dari melandai

Zubairi juga mengatakan, munculnya banyak klaster baru mengingatkan bahwa situasi Covid-19 di Indonesia masih jauh dari melandai.

"Artinya, memang benar bahwa Indonesia masih jauh dari melandai. Kondisi saat ini masih pada fase memburuk, walaupun kalau dibanding banyak negara lain, posisi kita masih nomor 23, masih di bawah Filipina dan banyak negara lain," kata Zubairi.

"Namun dari sisi Indonesia sendiri dua bulan lalu, sebulan lalu, sekarang ini jelas sekali sedang memprihatinkan," lanjut dia.

Berkaca dari kasus Filipina, para dokter di sana sempat menyatakan menyerah dan mengaku kalah dalam perang melawan Covid-19.

Zubairi mengatakan, situasi tersebut juga sudah dialami oleh negara-negara lain sebelumnya.

Dia mencontohkan Italia dan Spanyol, yang pada awal masa pandemi mengalami kewalahan luar biasa akibat membludaknya jumlah pasien positif Covid-19 yang harus ditangani oleh tenaga kesehatan setempat.

Hal yang sama juga terjadi di banyak negara maju seperti Perancis, Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat. 

"Intinya, negara maju pun kalang kabut, berat banget, untuk menangani masalah satu ini. Bahkan, logikanya kan APD tidak mungkin kekurangan di negara-negara itu, ternyata tidak juga. Mereka juga kewalahan pengadaan APD-nya," kata Zubairi.

Perlu kerja sama semua pihak

Dalam situasi pandemi Covid-19, Zubairi mengatakan, diperlukan kerja sama semua pihak agar penanganan virus corona berjalan baik.

Tak hanya masyarakat yang diharapkan patuh protokl kesehatan, kesuksesan penanganan juga bergantung pada pemerintah, media, dan tentunya tenaga kesehatan.

"Dalam hal masyarakat, ini kan kaitannya dengan ketidaktaatan untuk menerapkan perilaku sesuai protokol kesehatan dengan baik. Nah, ini faktornya banyak," kata Zubairi.

Masih adanya warga yang tidak patuh protokol kesehatan, menurut dia, ada beberapa penyebabnya.

Faktor pertama, penerimaan masyarakat terhadap kondisi pandemi saat ini, yang menuntut setiap orang untuk mematuhi protokol kesehatan dengan baik.

"Ini dipengaruhi oleh banyak hal, termasuk juga oleh yang dia percaya. Tokoh masyarakat, tokoh agama, kemudian juga influencer atau pesohor itu akan sangat memengaruhi cara berpikir masyarakat," kata Zubairi.

Faktor kedua, sikap pemerintah terhadap masyarakat yang terkadang disiplin, dan sebaliknya.

Ia berpandangan, pemerintah seharusnya mengambil langkah mendisiplinkan agar kepatuhan terhadap protokol kesehatan meningkat.

"Sekarang sudah bagus lah ada Inpres itu, tapi Inpres saja juga tidak cukup. Pertama harus ada law enforcement, bahwa ini benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu," kata Zubairi.

Inpres yang dimaksud Zubairi adalah Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2020 mengenai Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.

Baca juga: Data Terbaru IDI: 72 Dokter Meninggal Dunia karena Covid-19

Faktor berikutnya adalah media. Zubairi meyakini bahwa bekerja sama dengan media adalah salah satu kunci penanganan Covid-19 ini.

"Sebagian masyarakat mungkin sudah terdidik, dari TV misal, tapi apakah segmen masyarakat yang lain sudah paham tentang penyakit ini? Itu perlu juga ada check and recheck," kata Zubairi.

Faktor berikutnya, tenaga kesehatan. Dia mengatakan, selain mengobati, tenaga kesehatan juga harus melakukan pencegahan dengan melakukan penyuluhan ke masyarakat.

Selain itu, tidak kalah penting adalah peningkatan tes yang lebih masif lagi. Menurut dia, Indonesia saat ini masih jauh tertinggal dari segi testing. Padahal, hal itu termasuk fundamental dalam penanganan Covid-19.

"Ya bayangan saya, mestinya sudah mampu 100.000 per hari untuk seluruh Indonesia,"  ujar dia.

Baca juga: IDI: 74 Dokter Meninggal Selama Pandemi Virus Corona, Apa Penyebabnya?

Apakah akan kewalahan?

Melihat perkembangan kasus saat ini, Zubairi mengatakan, bukan hal yang mustahil bahwa total kasus positif akan mencapai angka 200.000, artinya dua kali lipat dari total kasus saat ini. 

"Saya tidak bisa membayangkan rumah sakitnya akan seperti apa. Sekarang saja sudah penuh, jadi perlu ada rumah sakit baru," kata Zubairi.

Ia mengatakan, pemerintah perlu menambah jumlah rumah sakit rujukan Covid-19.

Zubairi menyebutkan, pada awal pandemi, Jakarta hanya memiliki beberapa rumah sakit rujukan. Akan tetapi, saat ini sudah ada 59 rumah sakit rujukan di Jakarta.

"Kalau melihat tren sekarang ini, bakal kurang banget. Jadi perlu ditambah lagi rumah sakit rujukannya. Artinya, merekrut beberapa rumah sakit untuk segera menyiapkan diri menjadi rumah sakit rujukan," kata Zubairi.

"Saya khawatir bulan depan akan sangat serius itu," kata dia.

Dengan situasi saat ini, ia khawatir penanganan virus corona di Indonesia akan kewalahan dalam dua bulan lagi.

Oleh karena itu, harus diantisipasi sejak sekarang. 

"Untuk mencapai 200.000 saya kira bukan dugaan yang tanpa alasan, tapi potensial untuk itu. Karena itu memang harus kita siapkan dari sekarang," ujar Zubairi. 

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Macam-macam Penularan Virus Corona

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi